Dafa kembali kerumah pukul sembilan malam, ia pulang menggunakan motor yang dia beli untuk Syifa, saat Dafa memarkirkan motor metic tersebut, Pak Gufron yang kebetulan sedang duduk di teras rumah mengerutkan kening.
"Assalamu'alaikum," salam Dafa menghampiri Ayahnya mencium punggung tangan Pak Gufron di susul Aya setelahnya.
"Motor siapa yang kamu bawa?" tanya Pak Gufron selepas menjawab salam putranya.
Dafa ikut melihat kearah motor metic keluaran terbaru tersebut, ia menoleh kembali memandang Ayahnya. "Motornya Syifa Pak," jawabnya.
"Kamu beli motor buat Adikmu?" tanyanya memastikan. Dafa mengangguk sebagai jawaban. Raut wajah Pak Gufron sudah berbeda. "Untuk apa? Toh motor Bapak masih layak pakai, kalau adikmu keluyuran bagaimana?" Dafa menggaruk pelipisnya, sudah tau pasti seperti ini reaksi Ayahnya.
"Biarkan Pak, ini hadiah dari aku untuk Syifa. Kasian dia pengin punya motor baru, tapi takut sama Bapak." Pak Gufron membuang napas lalu duduk di
"Dafa, Pak.. Sini makan siang dulu," teriak Bu Hasniah yang baru tiba membawakan bakul untuk makan siang putra bersama suaminya."Iya Bu." balas Pak Gufron lalu segera mengajak Dafa makan siang.Dafa duduk di samping Aya yang memang sengaja di ajak oleh Bu Hasniah, wanita itu mengulurkan tangannya untuk mencium punggung tangan suaminya.Dafa tersenyum hangat menatap sang istri, ia mengusap pipi Aya lembut sebelum fokus pada nasinya.Aya begitu telaten mengambilkan nasi untuk Dafa, kedua orang tua Dafa tersenyum senang mendapat menantu yang sholeh seperti Aya."Terima kasih," ujar Dafa lembut, Aya mengangguk sambil mengulas senyum."Bagaimana Fa, di ajak Bapak nanam padi?" tanya Ibunya."Capek Bu, mending di dapur aku seharian masak, berbagai menu bisa aku taklukkan. Jadi petani susah, mana Bapak marah-marah terus dari tadi." katanya sambil melirik Ayahnya yang sedang fokus menyantap makanannya."Dianya aja yang g****k. Gitu aja
Dafa mengajak sekeluarga ketempat wisata Ayanaz Gedong Songo, tempat yang hampir mirip nama istrinya.Tempat bersantai dengan spot yang keren-keren untuk berfoto dengan pemandangan indah dan suasana sejuk, membuat siapapun betah berada di sana."Pak di rangkul dong Ibunya," protes Dafa ketika ia menjadi fotografer untuk orang tuanya."Iya gitu, mepet lagi Bu, peluk lengan Bapak," perintahnya lagi.Ibu Hasniah pun melakukan apa yang Dafa perintahkan, perlahan ia memeluk lengan Pak Gufron menatap lurus pada kamera dan tersenyum manis.Dafa menatap sang Ayah, ia menghela napas panjang. "Senyum Pak, ini bukan foto ktp." geramnya kesal melihat raut datar Pak Gufron.Pak Gufron mulai tersenyum paksa, namun tiba-tiba Pak Gufron merubah gaya tangan istrinya ia suruh melingkarkan di pinggang sementara tangan kanannya merangkul pundak Bu Hasniah.Bu Hasniah sempat terkejut, namun kian beberapa detik perlahan ikut tersenyum menghadap kamera.
Aya sangat senang, bisa di terima di tengah-tengah keluarga besar suaminya.Ada Kakek, Nenek, Pakde, Budhe. Bahkan keponakan-keponakan yang masih kecil atau pun sudah dewasa.Mereka sama sekali tidak mempermasalahkan kondisinya, semua bisa menerima apa adanya.Tidak ada yang melihat fisik ataupun kekurangan sedikit pun dari Aya, bahkan keponakan Dafa ada yang di minta untuk diajarkan bahasa isyarat, agar mereka paham seperti yang di lakukannya bersama Dafa.Kemarin saat hari pernikahannya, Aya belum sempat saling kenal atau saling berkomunikasi, semua sibuk pada acara pernikahannya, dan setelah acara selesai.Keluarga besar Dafa sudah kembali kerumah masing-masing karena ada urusan yang tak mungkin terlalu lama di tinggal.Baru hari inilah Aya bisa dekat dengan semuanya, saling kenal satu sama lain.Nenek Dafa dari orang tua Ibu kandungnya yang juga Ibu kandung dari Bu Hasniah, memperlakukannya begitu lembut.Mengajaknya mengob
"Memangnya kamu nggak bisa lebih lama lagi to Fa," tanya Nenek Ningrum memandang sedih sang cucu yang sedang bersiap-siap mengajak keluarganya pulang karena besok lusa Dafa harus sudah balik ke Jakarta.Dafa menghampiri Neneknya lalu duduk di samping sang Nenek, pria itu memeluk pundak menghibur Nenek Ningrum agar tidak bersedih saat dia harus pergi."Aku nggak bisa lama-lama ninggalin kerjaan aku Nek, Banyak orang yang aku tanggung. Kalau aku nggak kerja yang bayar karyawan aku siapa? Lagian aku pasti balik kesini jika aku ada waktu,""Tapi Nenek masih kangen sama kamu le.." ujar Nenek manja dengan raut wajah sedih.Dafa mengulum senyum lalu menarik sang Nenek dalam dekapannya. "Aku juga masih kangen sama Nenek, sama Kakek. Tapi mau bagaimana lagi, aku harus segera pergi keluar negeri.""Nenek doain aja, agar semua pekerjaanku lancar, biar aku bisa balik lagi kesini.""Nenek pasti doain kamu le.. Kamu ini mirip sekali dengan Ibumu, itu seba
Dafa sengaja mengajak Aya hanya mengelilingi desa tempat dia dilahirkan dan di besarkan, pria itu menunjukkan tempat-tempat di mana ia bermain, sewaktu pulang sekolah, bahkan ia juga menunjukkan sekolah SD, SMP, sampai SMAnya dulu.Aya begitu senang mengetahui kehidupan masa kecil suaminya, namun saat Dafa menanyakan kehidupannya di saat ia masih kecil.Aya terdiam, apa yang harus di ceritakan dari kisah menyedihkannya, dari dia kecil. Sudah banyak kejadian yang merubah kehidupannya hingga tumbuh besar seperti ini.Mulai dari kecelakaan yang membuatnya tak bisa bicara lagi, beradaptasi dengan orang-orang yang selalu memandangnya aneh, dan ketika remaja di saat dirinya sudah menerima takdir yang tuhan berikan, ia harus menderita lagi ketika kedua orang tuanya di ambil dari sisinya.Menyadari kesalahannya, Dafa menghibur dan berulang kali meminta maaf, sungguh dia tidak bermaksud mengingat masa lalu istrinya.Dia hanya ingin sedikit lebih tau tentang
Masuk kedalam apartemen Dafa, Aya masih diam berdiri di belakang pintu, perempuan itu memperhatikan ruangan yang hampir sama dari apartemen suaminya dulu.Bedanya hanya letak dan perabotan yang berbeda, di sini juga ada dua kamar. Namun di apartemen Dafa kamar tamu di gunakan ruangan sholat oleh pria tersebut."Kenapa? Kurang nyaman ya?" tanya Dafa kala melihat istrinya hanya diam di dekat pintu.Aya menggeleng menghampiri Dafa. "Nggak apa-apa Mas, masih nggak percaya aja. Dulu kita bersebelahan, nggak taunya sekarang aku justru tinggal di sini." kata Aya berbahasa isyarat.Dafa menghela napas, mengangguk membenarkan ucapan Aya, ia merangkul pundak Aya memandang isi apartemennya."Kamu benar sayang, dulu kalau mau ngobrol sama kamu, aku harus keluar menuju balkon itu." tunjuk Dafa pada pintu kaca menuju balkon."Yuk Ah, istirahat. Pasti kamu capek kan?" Aya mengangguk tangannya menggeret koper mengikuti Dafa yang pergi lebih dulu ke kamar me
Aya yang sedang mencuci piring, terkejut saat Dafa memeluknya dari belakang. Namun bukan pelukan biasa seperti pria itu lakukan, napas Dafa pun memburu.Penasaran ada apa pada suaminya, Aya mencuci tangannya dan berbalik badan, mengerutkan kening. Seolah bertanya ada apa, Dafa memandang Aya, menangkup wajah istrinya.Aya merasa ada sesuatu yang terjadi pada suaminya, ada tatapan cemas dan ketakutan di perlihatkan oleh Dafa.Dafa memeluk Aya erat, seolah takut jika Aya akan pergi, pria itu menghirup aroma tubuh sang istri agar perasaannya jauh lebih baik.Aya sendiri membiarkan Dafa melakukan apa yang pria itu lakukan. Dia tidak ingin bertanya ataupun menolak atas perlakukan Dafa, dia sangat yakin jika ada sesuatu yang terjadi.Dafa sendiri memang merasa gelisah dan takut, ia gelisah karena melihat kondisi Rama yang memperhatikan. Dia takut Aya yang melihatnya akan merasa kasian dan kembali pada mantan suaminya itu.Meskipun Aya sudah seutuhn
Pagi-pagi sekali Aya sudah bangun, setelah sholat subuh bersama Dafa. Perempuan itu tak tidur kembali, ia lebih memilih membersihkan apartemen suaminya.Mungkin karena Dafa tinggal sendiri dan dia juga seorang pria makanya. Apartemen tersebut sedikit tidak terurus, ada debu di bagian-bagian barang.Seperti rak buku, meja televisi, Dan juga guci-gucinya. Dafa sebenarnya tidak ingin Aya mengerjakannya, tapi karena paksaan dan ke keras kepalaan sang istri akhirnya Dafa mengizinkannya, namun dengan syarat jangan terlalu lelah.Jika sudah capek Aya harus segera menghentikan aktivitasnya, biarkan nanti dia menyewa cleaning service.Pukul setengah tujuh Aya baru saja selesai membuat sarapan, sementara Dafa masih berada di kamar sedang bersiap-siap karena akan pergi ke Cafenya.Sudah hampir dua minggu dia tidak mengunjungi tempat usahanya itu, apalagi sebentar lagi dia harus pergi ke luar negeri.Dia ingin sebelum pergi, Cafenya ada yang mengurus ag