Bugh!Suara pukulan yang di berikan Rama kepada anak buahnya, begitu keras terdengar, sampai sudut bibir orang itu mengeluarkan cairan berwarna merah, orang itu meringis mengusap lukanya. "Kalian memang nggak guna!!" bentak Rama pada anak buahnya. "Maaf Bos, saya sudah berusaha. Tapi belum juga mengetahui keberadaan wanita itu." ucap anak buahnya, menunduk takut. "Banyak alasan! kalian memang bodoh! nggak pernah bisa di andalkan!" sentak Rama. "Mulai hari ini, kalian gue pecat!" tentu orang itu, tidak terima, dan berusaha membujuk. "Jangan bos, beri kita kesempatan lagi. Kita janji akan berusaha, tolong kali ini percaya pada kami." Rama menatap nyalang ke anak buahnya. "Lo pikir gue bego. Lo mau bohongin gue kan?""Nggak bos! saya janji. Besok atau besok lusa saya pasti bisa menemukan wanita itu!" janjinya menundukkan kepala berharap di beri satu kesempatan. Pria bertubuh kekar dan besar itu, sedang membutuhkan uang. uang yang Rama janjikan, membuatnya tergiur.Dia akan terus b
"Assalamu'alaikum," salam Dafa, ketika mereka sampai di rumah Tito. "Wa'alaikumsalam," jawab Tito meskipun pria itu belum membukakan pintunya. "Kirain nggak jadi datang," Dafa hanya memberi senyum. Menggandeng tangan Aya, memasuki rumah Tito yang tidak terlalu besar. "Maaf tapi ya, berantakan. Maklum tinggal sendiri,""Gue yang harusnya minta maaf, ganggu lo malam-malam." ujar Dafa tidak enak pada sahabatnya"santai, bro. lagian gue yang minta lo sama Aya di sini dulu untuk sementara,""Aya, lo di sini santai. soalnya nggak ada orang di sini, gue tinggal sendiri. anggap rumah sendiri,""Kalau gitu gue lama-lama di sini nggak masalah dong, atau kalau perlu nyewa deh.""Sembarangan! lo pikir rumah gue kontrakan." sungut Tito kesal. Dafa terbahak kencang, ia hanya berniat mengerjai sahabatnya itu, lagi pula. Ia tidak enak jika bukan karena Rama. Mana mungkin dia menginap di rumah sahabatnya itu, Dafa memutari matanya melihat keadaan rumah Tito, bangunan bercat putih bercampur biru
"Baru pulang?" Tito terlonjak kaget, pria itu baru saja masuk kedalam rumah lalu mengunci pintu, namun tiba tiba ada suara di belakangnya. "Bikin kaget aja lo Daf!" sentaknya jengkel sambil mengusap usap dadanya. Dafa mengabaikan Tito, pria itu baru saja dari dapur, membuat secangkir kopi, malam ini ia tidak bisa tidur. "Sampai kapan, lo kayak gini To." ujar Dafa prihatin pada sahabatnya yang tak mau berubah. "Sampai gue bisa, dapetin cewek yang benar benar gue cinta, sama kayak lo yang cinta mati ke Aya!" Dafa menghela napas lelah. Ia menaruh cangkir kopinya di atas meja, memperhatikan Tito yang sudah berbaring di sofa. "Biasanya nggak sampai jam segini?" tanya Dafa, mengalihkan pembicaraan. Dia tau, Tito kurang suka jika membahas masalah tentang perempuan. "Nah itu dia masalahnya," jawab Tito bersemangat, seperti Tito yang sebelumnya. "Kenapa?""Tadi gue ngirimin lo foto mantan suami, bini lo kan?""Ssst!!" Dafa mendelik menaruh telunjuknya di bibir sambil melihat kearah pint
"Taruh di sini Pak, yang itu sebelah sini." sepulang dari membeli furnitur, Dafa tampak sibuk. Pria itu membantu Aya memberitahu letak barang yang dia inginkan. "Hush! capek juga ya," ujar Dafa pada dirinya sendiri. Sebuah usapan di belakangnya, membuat pria itu tekejut lalu membalikkan badan, ternyata dia adalah Aya yang menyodorkan air mineral. "Maaf ya, Mas. Aku buat capek," sesal Aya, menatap bersalah pada suaminya. Dafa mengulas senyum, membingkai wajah cantik istrinya. "Kenapa mesti minta maaf, sih! aku nggak apa-apa, namanya juga orang pindahan, pasti ngerasain capek. tapi seru,""Oh iya, aku punya kejutan buat, kamu. Tapi tunggu ya?""Kejutan apa Mas?""Kalau aku kasih tau, bukan kejutan dong sayangku_" greget Dafa, begitu gemas pada Aya. Aya tersenyum malu, memainkan kancing kemeja yang Dafa kenakan. "Jangan di sini Ah, malu di lihat orang." bisik pria itu. Aya mengerutkan keningnya beberapa saat, ketika sudah paham, wanita itu mendelik memukul dada Dafa. "Mas Dafa, Mes
"Assalamu'alaikum, " salam Tito saat pria itu masuk kedalam rumah baru Dafa. "Wa'alaikumsalam, " jawab Dafa. "Yah_ kalian udah makan?""Kenapa? lo bawa makanan?"Tito mengangkat kresek hitam di tangan kanannya. "Terus siapa dong yang makanan gue?" ujarnya sedikit kecewa. "Lo sih, nggak ngomong kalau mau bawain makanan, tau gitu kan. Gue nggak order makanan!" kata Dafa yang malah menyalahkan sahabatnya itu. "Mana gue tau kalau lo order," jawab Tito tak mau kalah. Aya melambaikan tangannya memberi kode untuk melerai keduanya. "Udah, Mas. Jangan beratem, makanannya bisa di simpan dikulkas, atau buat mereka yang kerja nyusun di atas. Mereka kan belum makan," usul Aya. "Lo rela nggak? kalau makanannya buat mereka?" sungut Dafa pada Tito. "Relalah, dari pada mubazir,""Kalau gitu sini, biar aku siapin buat mereka," kata Aya menggunakan bahasa isyarat. "Hah?" beo Tito bingung. Dafa terkekeh geli. "Kasih bungkusan itu ke Aya," titah Dafa sambil menunjuk kresek ke arah istrinya. "Oal
"Mas, kita nggak kerumah kita lagi? " tanya Aya, yang melihat Dafa masih santai rebahan di sofa. Padahal jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang. "Aku masih capek sayang, tunggu ya." Aya menghela napas. Mendekati suaminya, sepertinya Dafa kurang sehat, melihat raut wajah pria itu. Dafa tersentak, ketika merasakan usapan lembut di keningnya. "Mas sakit?" tanya Aya khawatir. Dafa mengulum senyum, meraih tangan wanitanya, memiringkan tubuhnya agar Aya bisa duduk. "Kepala aku sedikit pusing, aku tidur bentar ya, setelah itu kita kesananya," kata Dafa tak membuka matanya, pria itu justru melingkarkan tangannya di perut Aya, tidak memperbolehkan istrinya pergi. Sedangkan Aya mengusap kepala Dafa lembut, membiarkan prianya tertidur dengan memeluk perutnya, ia memperhatikan pun memang Dafa terlihat pucat, ia menarik napas panjang. Pasti suaminya kelelahan, sepulang dari luar negeri Dafa belum sepenuhnya istirahat. Berhubung sofa di rumah Tito berukuran besar, Aya perlahan menggeser
Perkelahian pun tak bisa di hindari, keduanya bergantian menindih dan saling pukul, tak ada sedikit yang mau berhenti ataupun mengalah. "Di mana Dafa?" bentak Rama saat berada di atas tubuh Tito."Nggak tau!" bohong Tito. Membuat Rama semakin marah, ia secara brutal menyerang Tito, namun pria itu tau mau kalah, dengan skill yang dia punya.Tito membalikkan keadaan, kini dialah yang berada di atas tubuh Rama. "Lo mau celakain sahabat gue kan? HAH!" bentak Tito marah. Rama menyeringai. "Kalau ya, kenapa? sahabat lo itu. Sudah ngambil istri gue!""Mantan! dia mantan istri lo!" hardik Tito. BUGH!! Tito memberikan lagi pukulan keras tempat di rahang pria itu, setelah puas ia beranjak dari tubuh Rama yang mulai terkulai. "Lo pantes, kehilangan istri lo. gue udah tau tentang kelakuan lo! dulu seperti apa.""Itu karma buat pria brengsek kayak lo!!" "Tau apa lo tentang gue!!" teriak Rama tak Terima. "Gue memang nggak kenal lo siapa. Tapi lo berurusan sama sahabat gue, otomatis lo berur
"Sayang, sudah siap?" Pagi ini mereka sudah sangat rapi, hari ini mereka akan benar benar pindah. Dan nanti malam akan di adakan pengajian. "Sudah Mas," jawab Aya."Oke, kita berangkat." menggandeng tangan Aya Dafa keluar dari rumah Tito. Dafa sengaja mengajak istrinya pergi lebih awal, karena ia tak bisa membawa mobilnya sedikit lebih kencang. Aya merasa ada yang aneh, sebab. Dafa membawa mobilnya bukan kearah rumah mereka. Aya menepuk lengan Dafa. "Lho Mas, ini kita mau kemana?" tanya Aya ketika Dafa melihat kearahnya. "Kita, ke bandara dulu sayang." jawab Dafa. Ingin bertanya lagi, Dafa keburu melihat ke jalanan lagi. Padahal ia penasaran, Untuk apa mereka ke bandara. Tiba di bandara Dafa segera mengajak Aya masuk ke tempat penjemputan. "Kita mau jemput siapa Mas?" Dafa yang berdiri sambil memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana, hanya tersenyum. Membuat Aya kesal. Dan tidak lama. "Kak Aya__" teriak seseorang di belakang mereka. Aya berbalik, matanya membulat sempu