Malam semakin larut. Kelelahan dan kelaparan menghantui mereka semua. Namun sepertinya nafsu makan mereka telah lenyap. Teror mengerikan seharian, benar-benar menghilangkan selera makan mereka.Terlebih Kevin dan Anisa, duduk memisah dari yang lain. Mereka merasa kecewa pada perbuatan Devan dan Samy. Dan Kevin, merasa ada yang aneh pada diri Devan. Biasanya cowok itu senang dengan masalah dan semaunya sendiri.
Hanya Pak Raka dan Pak Pram memilih berjaga-jaga. Mereka sudah kenyang melewati situas sulit. Makanan tidak terpikirkan saat ini. Serangkaian kejadian sudah menghilangkan rasa laparnya. Mereka sudah paham benar, tentang kejadian-kejadian berlalu. Dalam usianya yang tidak muda lagi, mereka mulai berpikir soal kematian. Dan kadang-kadang mereka menganggap kematian tersebut sebagai jalan yang terbaik.
“Apa kau takut mati?” suara Pak Pram memecah pikiran Pak Raka yang tengah memeriksa senapannya. Ia baru kembali dari kamar mandi unt
Waktu hampir pagi, ketika Pak Pram terus berlari menjauh pelataran. Ia berusaha menjangkau mobil di seberang jalan. Tadi sempat menggerutu, soal kunci mobilnya yang lenyap dari kantong celananya. Tidak tahu bahwa salah satu dari para remaja itu pelakunya. Sesampainya di balik kemudi ia merasa lega. Kunci mobil tergantung disana. Ia tidak tahu, kalau mobilnya sudah disabotase oleh Kevin. Sejenak Pak Pram menguntuk pihak kantor polisi, yang tidak segera mendatangkan bantuan. Pak Pram sulit bernafas. Sejenak Polisi itu merasakan cairan kental di kemudinya. Ia baru menyadari darah berceceran dimana-mana. Pak Pram menyalakan stater. Namun sial, tidak berhasil. Sampai beberapa kali mencoba tetap tidak bisa. Pak Pram kesal dan memukul kemudi itu keras-keras. Tiba-tiba ketika sekali lagi mencoba, ternyata berhasil.Mesin mobil derukeras.Namuntidak menyadari apa yang sedang mengancamnya. Makhluk itu merayap diatas mobilnya. Bersiap melakukan sesuatu yang terb
Bersamaan dengan itu, tampaklah makhluk orang-orangan sawah berdiri sambil mengarahkan tangannya. Polisi muda itu segera mengangkat senapan. Belum sempat menarik pelatu, makhluk itu menerjang cepat. Tangannya menahan ujung senapan. Tangan yang lainmerobek perut,lalu mengangkat tubuhnya sampai tinggi. Melihat patnernya mengalami kejadian mengerikan, petugas polisi yang satunya lagi hanya mematung. Dari dalam ladang jagung, makhluk-makhluk serupabermunculan. Masing-masing dari mereka mencengkram tubuh polisi muda dan mencabik kuat-kuat. Mereka seolah sedang berpesta pora. Polisi yang tua, segera menaiki mobil dan melarikan diri bersama ketiga remaja itu. di belakangnya makhluk itu terus mengejar. Semakin lama semakin banyak. Mobil itu terus mengebut, sampai pada pemandangan yang sulit diduga. satu makhluk orang-orangan sawah sudah berada diatas mobil. Keseimbangan mobil terganggu, sebab diatas jendela mobil tangan-tangan itu menjunta
Dorrr Dorrr Suara tembakan menggema dalam gudang. Cukup membuat gerakan makhluk itu tertahan. Kedua tangan kering dan tajam, melemah dan jatuh mengiringi tubuh susunan daun-daunjagung kering ke lantai. Samy dapat melihat jelas, kepala makhluk itu hancur berantakan. Tasya dan Hera yang sudah pasrah, menyadari gerakan daun-daun jagung dilantai berhenti seketika. Seperti dikendalikan remote kontrol. Mereka menyaksikan kejadian itu seperti mimpi buruk.Mereka kemudian mengembalikan keberaniannya untuk keluar dari persembunyian. Diambang pintu, Paman Begi berdiri sempoyongan. Senapan masih tergenggam erat di tangannya. Sebagian tubuhnya menempel darah yang mengering. “Apa kalian baik-baik saja?” katanya sambil berjalan berjingkat seperti zombie. Punggung dan sebelah kakinya mengalami cidera serius. Tampang lelaki itu benar-benar memprihatinkan. “A—aku hampir mati, paman
Hera sudah berlari menjauh, saat suara ledakan terdengar sangat keras. Bahkan ia sempat terpental mengenai pematang, namun beruntung tidak menyebabkan luka apapun. Paman Begi sengaja memperdayai tiga makhluk itu supaya dekat dengan area ledakan. Mereka pun tidak bisa menghindari puing-puing api yang membakar tubuhnya dalam jarak kurang dari sepuluh meter. Namun monster orang-orangan sawah yang memangsa Kakek Johan berhasil menghindari kobaran api. Sosok itu seketika menyerang Paman Ben dan Hera. Tiba-tiba sebuah pukulan keras berhasil menjatuhkan makhluk tersebut kedalam kobaran api. Paman Begi dan Hera berhasil selamat. Mereka menyadari si penyelamat itu. Tasya berdiri dengan senyum yang dipaksakan. Tangannya masih gemetar memegang sepotong kayu.Ladang hijau terbakar. Dalam sekejab tempat itu berubah menjadi hangus dan gersang. Makhluk-makhluk mengerikan itu sudah lenyap. Dengan segera, mereka menyelamatkan Devan yang masih terikat
Tiga Tahun kemudian. Malam yang mencekam. Langit gelap gulita seperti arang hitam. Tidak ada tanda – tanda kehidupan malam. Meskipun sadar itu terjadi disebuah perkotaan modern. Berkali – kali dia mencari – cari orang lain di sekelilingnya. Kembali dia berpaling dan menebarkan pandangannya. Benar – benar pekat dan tidak bisa melihat apapun. Lalu dia berjalan terus mengikuti nalurinya. Tak berapa lama kemudian, dia menemukan sebuah cahaya terang. Dengan berjalan perlahan mendekati cahaya tersebut. Kemdian dia menemukan api unggung di tengah sepinya kota. Dia terus mendekati api ungung tersebut. Setelah meneliti di sekitat api unggun itu, dia tidak menemukan seseorang. Namun
Di tempat yang jauh dari kota, nampak suasana desa yang sepi. Hutan pinus mengelilingi pemukiman desa yang sepi. Ladang sayur tumbuh dengan subur menjadi pelengkap keindahan desa. Beberapa petani sibuk bekerja di ladang sayur kentang dan lobak. Sementara dari arah hutan, terlihat seorang pemuda yang tengah sibuk mengumpulkan kayu bakar. Pemuda itu tak lain adalah Samy, alumni SMA Kranville. Kepulangannya ke desa tidak lain untuk mengindari diri dari trauma panjang pasca tragedi berdarah Sriwili. Setelah kejadian itu, saat masih kuliah, Samy tak pernah bisa tidur nyenyak. Maka dari itu dia memilih riseign dari kampus dan memilih tinggal di desa yang sunyi. Samy dan sepupunya, Edo sibuk mengumpulkan kayu bakar ke dalam gerobak. Edo, anak laki – laki belasan tahun yang menjadi satu - satunya teman Samy. Seperti kebiasaanya di kota, Samy tak begitu menyukai banyak teman. Dia
Selepas acara perayaan ulang tahun universitas, semua mahasiswa nampak kelelahan. Sampai jam kuliah yang seharusnya masuk, ternyata dibebaskan. Para dosen memberi kebijakan kepada mereka yang sudah antusias dalam menyelenggarakan perayaan tahunan. Namun kebebasan yang diberikan dosen, tidak dimanfaatkan sebaik mungkin oleh Farah, Jean dan Linda. Mereka ingin memanfaatkan waktu luang untuk refresing sejenak. Hal itu disampaikan oleh Farah. “Nggak asyik kalau kita berdiam diri di kosan!” katanya penuh semangat. “Terus, apa rencanamu?” sahut Jean. “Kau tahu, kebebasan kita cuma sehari.” “Ya, harus ada ide.” Farah menatap Linda. “Biasanya kamu punya ide bagus?” “Ah kepalaku lagi mentok nih. Kemaren banyakan minum!” “Salah kamu sendiri!” Jean menukas. Linda tak me
Tasya dan Hera sedang menunggu bus di halte ketika suara Farah, Jean dan Linda mengejutkan mereka. Keduanya nampak bingung saat melihat tiga cewek tersebut. “Rupanya kita tak bisa santai.” Hera mengomentari. “Mereka selalu bikin ribet!” Tasya tersenyum datar. “Setidaknya, mereka melupakan Sriwilli.” “Seharusnya memang begitu. Ayo kita sambu mereka.” Hera melambaikan tangan ke arah Farah dan dua temannya. Lalu mereka segera bergabung. Bertepatan dengan itu, bus yang ditunggu akhirnya tiba. Mereka semua langsung naik dengan riang gembira. Dalam perjalanan, si cerewet Jean selalu buka mulut dan mengomentari banyak hal. Termasuk penampilan Tasya yang cuman pakai sweter krem dan celana jeans. Tidak pakai lipstik seperti yang lain. Ocehan Jean baru berhenti saat Hera menegurnya. Katanya bus umum tid