Home / Fantasi / Dewa Iblis Gerbang Neraka / 4.11. Raja Dewa Petir

Share

4.11. Raja Dewa Petir

Author: Bebby
last update Last Updated: 2025-01-21 20:58:25

Raja Dewa Petir berdiri dari singgasananya dengan gerakan anggun, namun setiap langkahnya mengguncang ruang singgasana seakan seluruh dimensi tunduk padanya. Dengan tombak petir raksasa di tangannya, ia mengarahkan ujung tombak itu ke Kui Long, dan seketika, langit-langit ruangan yang penuh dengan awan gelap menyala oleh kilatan petir merah menyilaukan.

"Ayo, Kui Long. Tunjukkan apakah tekadmu cukup kuat untuk menanggung beban ini," ujar Raja Dewa Petir. Suaranya menggema seperti halilintar, memenuhi ruangan dengan getaran energi yang menusuk.

Kui Long tidak menjawab. Sebaliknya, ia langsung melesat maju dengan kecepatan luar biasa, tombaknya bersinar dengan cahaya biru pekat. Ia menebaskan tombaknya, menciptakan gelombang petir bercampur energi kegelapan yang berputar bagaikan badai. Suara ledakan menggema, memenuhi ruangan.

Namun Raja Dewa Petir hanya mengangkat tangannya. Gelombang petir Kui Long terpecah sebelum mencapai tubuhnya, seperti air yang terbagi oleh karang besar. Ia ber
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Dewa Iblis Gerbang Neraka   4.12. Kembali Ke Pertarungan Lima Sekte Besar

    Kui Long berdiri di tepi tebing Hutan Seribu Petir, memandang ke arah lautan pepohonan yang diselimuti kilatan petir biru dan ungu. Udara di tempat itu terasa berat, penuh dengan energi listrik yang membuat kulitnya bergetar. Kali ini, ia bukan lagi Kui Long yang dulu. Pusaka Dewa Petir kini menyatu dengan tubuhnya, dan kekuatan luar biasa mengalir dalam dirinya.Dari kejauhan, suara pertempuran terdengar. Ledakan, jeritan, dan raungan energi menggema di udara. Kui Long segera mengenali sumbernya. Song Lien Hwa—dia sedang bertarung mati-matian. Lawannya adalah para pemimpin lima sekte besar: Zhao Tianfang dari Sekte Langit Mentari, Mu Qingxue dari Sekte Teratai Ungu, Zhang Long dari Sekte Lembah Iblis, Han Jue dari Sekte Bayangan Naga, dan Tang Shin dari Sekte Pedang Abadi.Kui Long melompat dari tebing tanpa ragu. Tubuhnya melesat turun seperti petir, aura biru yang membara menyelimuti tubuhnya. Tanah di bawahnya bergetar keras saat ia mendarat, meninggalkan kawah kecil yang berasap.

    Last Updated : 2025-01-23
  • Dewa Iblis Gerbang Neraka   4.13. Bayangan Masa Lalu

    Setelah meninggalkan Hutan Seribu Petir, Kui Long dan Song Lien Hwa melanjutkan perjalanan mereka ke Kota Nirvana, kota terbesar di Negeri Song setelah Kota Kahyangan, tempat para kultivator terkuat berkumpul, termasuk mereka yang pernah mengabdi pada Dewa-Dewa Kuno. Kota itu terkenal karena menara-menara tinggi yang menjulang ke langit, dihiasi dengan lampu-lampu spiritual yang bercahaya di malam hari.Namun, perjalanan ke Kota Nirvana tidak sekadar mencari pengetahuan atau sekutu. Bagi Kui Long, kota itu menyimpan bayang-bayang masa lalunya yang kelam. Sebagai mantan Dewa Iblis Gerbang Neraka, ia pernah membantai sekte-sekte kecil di wilayah tersebut demi mencapai kejayaannya. Ia tahu bahwa jejak langkahnya dulu meninggalkan luka yang dalam, dan banyak yang masih memendam dendam padanya.Setibanya di Kota Nirvana, suasana kota yang ramai dan penuh warna tampak kontras dengan atmosfer hati Kui Long yang diliputi kegelisahan. Song Lien Hwa berjalan di sampingnya, mencoba menyembunyika

    Last Updated : 2025-01-23
  • Dewa Iblis Gerbang Neraka   4.14. Sekte Gerbang Neraka

    Serangan itu datang dengan cepat, nyaris membutakan siapa pun yang melihatnya. Namun, sebelum bisa menyentuh targetnya, seorang wanita muda meloncat keluar dari kerumunan. Dengan gerakan anggun namun penuh tenaga, ia menghunuskan pedang kecilnya, menghalangi serangan tersebut. Mata wanita itu memancarkan keberanian yang tak tergoyahkan. "Hentikan, kakek!" serunya lantang, suaranya menggema di udara yang penuh ketegangan. "Ini tidak akan membawa kita ke mana-mana! Jika kau membunuhnya, apakah keluargamu akan kembali?" Pria tua itu terhenti, seolah kata-kata wanita muda itu menusuk lebih dalam daripada pedangnya sendiri. Napasnya memburu, tangan yang menggenggam senjata itu gemetar. Sementara itu, wanita muda tersebut berbalik, menatap langsung ke arah Kui Long dengan tatapan tajam namun penuh arti. "Aku tidak tahu apakah kau benar-benar berubah atau tidak," ucapnya, nada suaranya rendah namun tegas. "Tapi kalau kau benar-benar ingin menebus dosa-dosamu, kau harus membuktikannya. Bukan

    Last Updated : 2025-01-24
  • Dewa Iblis Gerbang Neraka   4.15. Melawan Hei Mo

    Cahaya bulan yang biasanya menerangi Kota Nirvana kini tampak meredup, seolah-olah ditelan kabut hitam yang merambat perlahan dari tubuh Hei Mo. Udara yang tadinya sejuk mendadak terasa berat, dipenuhi aroma besi dan tanah lembap. Sosok berjubah hitam itu melangkah maju, dan dengan setiap langkahnya, bayangan seakan menggeliat, hidup, dan menyebar seperti tinta dalam air. Senyumnya merekah, namun bukan kehangatan yang terpancar darinya, melainkan kegelapan yang mencekam. Sepasang matanya berkilat seperti bara api yang tertutup abu hitam, penuh dengan rasa percaya diri yang mengerikan. "Kui Long," suaranya bergema, dalam dan dingin seperti angin yang berembus dari lorong-lorong kematian. "Kau bisa mencoba melarikan diri dari masa lalu, tapi bayang-bayang kegelapanmu akan selalu menemukanmu. Hari ini, aku akan mengingatkanmu siapa kau sebenarnya!" Kui Long berdiri tegak, tidak ada keraguan sedikit pun dalam posturnya. Pusaka Dewa Petir tergenggam erat di tangannya, dan saat ia menghe

    Last Updated : 2025-01-25
  • Dewa Iblis Gerbang Neraka   4.16. Mengalahkan Hei Mo

    Hei Mo berdiri di atas reruntuhan kuil tua, matanya menyala dengan kebencian yang mendidih. Ia menyadari bahwa Kui Long bukan lawan sembarangan—serangan biasa tak akan cukup untuk menjatuhkannya. Nafasnya menghangatkan udara dingin di sekelilingnya saat ia mengangkat kedua tangannya perlahan, menciptakan bayangan yang merayap dari kegelapan malam. Bayangan-bayangan itu menggumpal, berubah menjadi monster iblis berwujud mengerikan. Mata mereka menyala merah seperti bara api, dan cakar besar mereka berkilauan, dipenuhi aura kematian yang menyengat seperti racun. "Kui Long, kau tidak akan mampu melawan ini semua!" Hei Mo berseru, suaranya menggema di antara puing-puing. Angin berdesir kencang, membawa aroma besi yang pekat—bau darah dari pertempuran sebelumnya. Namun, Kui Long tetap tegap. Ia memutar Pusaka Dewa Petir di tangannya, dan dari senjata itu, energi listrik mulai mengalir deras, menari-nari di udara seperti ular-ular cahaya yang berdesis marah. Langit di atas mereka bergetar

    Last Updated : 2025-01-25
  • Dewa Iblis Gerbang Neraka   4.17. Dewa Api Han Zhu

    Kota Nirvana berdiri megah di puncak dataran tinggi, dihiasi menara-menara emas yang memancarkan cahaya keemasan di bawah langit senja. Namun, di balik keindahannya, suasana mencekam menyelimuti seluruh kota. Penduduk setempat telah mendengar desas-desus bahwa salah satu Dewa dari Tujuh Dewa Langit, Han Zhu, telah tiba di kota tersebut. Kedatangannya bukan tanpa alasan—ia datang untuk memburu Dewa Iblis Gerbang Neraka, sosok yang kini dikenal sebagai Kui Long.Kui Long berdiri di tengah alun-alun kota yang kini kosong, hanya ditemani oleh Song Lien Hwa yang bersiap siaga di sisinya. Angin berhembus pelan, membawa aroma kematian yang samar. Di hadapan mereka, sosok Han Zhu melayang anggun, tubuhnya diselimuti nyala api emas yang berderak seperti lautan magma."Dewa Iblis Gerbang Neraka," suara Han Zhu menggema, berat namun penuh ketenangan yang mematikan. "Aku telah mencarimu selama bertahun-tahun. Akhirnya, kita bertemu. Hari ini, aku akan menuntaskan tanggung jawabku sebagai salah sa

    Last Updated : 2025-01-26
  • Dewa Iblis Gerbang Neraka   4.18. Dewa Angin Bai Xi

    Langit di atas Kota Nirvana memancarkan warna ungu tua, pertanda senja telah tiba. Di atas menara tertinggi kota, Kui Long berdiri mengamati hamparan luas cakrawala, tubuhnya berselimut kilatan petir samar yang menyisakan keheningan tegang di udara. Luka-luka di tubuhnya belum sepenuhnya sembuh setelah pertarungan melawan Han Zhu, namun tatapan matanya tetap penuh dengan tekad.Song Lien Hwa berdiri di belakangnya, diam namun waspada. Ia tidak mengatakan apa-apa, tetapi jemarinya yang dengan lembut menggenggam gagang tombak menunjukkan bahwa ia bersiap untuk apa pun yang akan datang.Angin dingin berembus, membawa aroma darah dan asap dari reruntuhan yang masih mengepul di Kota Nirvana. Suara gemerisik langkah kaki membuyarkan keheningan. Dari bawah, seorang pria tua berjubah abu-abu muncul, membawa kabar buruk yang segera mengubah atmosfer menjadi tegang."Kui Long," katanya dengan suara rendah, penuh kecemasan. "Han Zhu mungkin telah kalah, tetapi Enam Dewa Langit lainnya kini berku

    Last Updated : 2025-01-26
  • Dewa Iblis Gerbang Neraka   4.19. Benteng Gunung Langit

    Langit di atas Benteng Gunung Langit terbakar merah, seolah api dari dunia lain tengah mengamuk di cakrawala. Kabut tipis yang bergelayut di puncak gunung berputar pelan, seperti tarian hantu yang menyambut malapetaka. Hawa di tempat itu berubah; lebih berat, lebih suram, seolah alam pun menahan napas di hadapan sesuatu yang tak terelakkan.Kui Long berdiri di tepi tebing, jubahnya yang hitam keunguan berkibar diterpa angin yang mengandung jejak petir. Dari keempat penjuru, ia bisa merasakan tekanan energi yang mendekat, masing-masing membawa kekuatan yang mampu menghancurkan dunia. Udara dipenuhi dengan getaran aneh, seolah tanah sendiri gentar menyambut kedatangan mereka."Dewa Tanah Lao Shi, Dewa Air Qiang Chen, Dewa Es Chao Duyi, dan Dewa Naga Jiao Long." Suara Kui Long rendah, tapi penuh kepastian. Matanya yang tajam berkilat menembus kegelapan, menangkap bayangan samar yang mulai muncul dari gerbang besar benteng. "Mereka akhirnya datang."Di sisinya, Song Lien Hwa menggenggam t

    Last Updated : 2025-01-27

Latest chapter

  • Dewa Iblis Gerbang Neraka   6.22. Raja Naga Hitam

    Kilatan petir menghiasi langit malam. Angin mengamuk, membawa suara dentingan pedang dan sorakan pasukan yang bertarung di luar gerbang. Namun, di dalam benteng utama, hanya ada dua sosok... Shin Kui Long, Sang Raja Naga Hitam, julukan barunya ... dan Kaisar Han, penguasa terakhir Kekaisaran Han yang megah.Dengan langkah mantap, Shin Kui Long berjalan melewati aula megah Istana Dunia Kultivator. Sepasang matanya yang menyala biru menatap lurus ke depan, rambut hitamnya berkibar liar tertiup badai spiritual yang diciptakan kekuatannya sendiri. Tubuhnya memancarkan aura hitam pekat bercampur kilatan ungu, tanda bahwa dia telah melampaui batas-batas kultivator biasa.Di ujung aula, Kaisar Han berdiri dengan gagah, tubuhnya dibalut baju zirah emas berukir naga, pedang besar di tangannya berkilau memantulkan cahaya dari obor-obor raksasa di sekeliling ruangan. Sorot matanya dingin, tapi mulutnya melengkungkan senyum kecil.“Shin Kui Long… kau akhirnya datang,” ucap Kaisar Han, suaranya dal

  • Dewa Iblis Gerbang Neraka   6.21. Rubah Ekor Sembilan vs Qilin

    Waktu tidak lagi berjalan.Ia terlipat—seperti helai sutra langit yang diremas tangan para dewa. Di setiap langkah, dimensi pecah seperti kaca rapuh yang dihantam badai, namun tak satu pun dari dua makhluk itu tergoyahkan. Mereka bukan sekadar berjalan di ruang, tapi menembus lapisan-lapisan eksistensi yang tak bisa dipahami oleh makhluk fana.Di tengah reruntuhan dimensi yang mengapung seperti puing bintang, Yinyin melayang—misterius dan mematikan dalam bentuk rubah berekor sembilan. Setiap ekornya menjulur seperti sungai bayangan yang tak berujung, menggulung dan meliuk seolah menari dengan kekosongan. Di tangannya yang lentik, dua bilah belati memantulkan cahaya kelabu:“Zaman yang Retak” dan “Kesunyian yang Abadi”, bergetar pelan ... haus. Haus akan darah yang sudah dilupakan bahkan oleh waktu.Di hadapannya berdiri sosok agung:Qilin Emas.Tubuhnya memancarkan cahaya keemasan—lembut namun padat, seperti logam surgawi yang hidup. Setiap langkahnya tidak hanya menyentuh tanah, tapi

  • Dewa Iblis Gerbang Neraka   6.20. Hujan Pedang

    Ratusan Immortal berdiri membentuk lingkaran sempurna di tengah dataran yang telah berubah menjadi ruang antara realita dan mimpi. Udara membeku, menekan dada mereka seperti beban tak kasatmata. Setiap tarikan napas terasa seperti menyedot es ke dalam paru-paru.Di tengah formasi itu, Array Seribu Ilusi menyala terang—ledakan cahaya spiritual meledak dari permukaannya seperti kilatan petir yang tak berhenti. Riak-riak dimensi melingkar, membelah ruang dan waktu dalam gelombang berlapis. Setiap lapisan memunculkan bayangan… wajah… tubuh…Dewa Pedang.Satu… dua… ratusan… ribuan versi dirinya tersebar di segala penjuru. Di atas, di bawah, di kiri, kanan, bahkan dari balik celah ruang, refleksi dirinya tersenyum, mengernyit, atau sekadar diam menatap tajam balik padanya.Ilusi begitu nyata, begitu sempurna, hingga mustahil membedakan mana dirinya yang asli.“Perkuat ilusi! Jangan beri celah!” teriak seorang kultivator dari garis depan, suaranya menggema seperti ledakan genderang perang. C

  • Dewa Iblis Gerbang Neraka   6.19. Pedang Zhenjian

    Dari balik reruntuhan langit yang robek oleh pertempuran, Immortal Kuno melangkah maju. Tubuhnya berlumur luka, jubah robek dan terbakar, sementara darah suci mengalir perlahan dari pelipisnya, membentuk garis tipis di wajah yang diliputi amarah dan harga diri yang tercabik.Matanya menyala—bukan oleh cahaya, melainkan oleh tekad terakhir yang menggelegak seperti magma yang tak bisa lagi dibendung.Dengan suara berat yang seperti mengguncang angkasa, ia berseru,“Aku… belum kalah.”Tangannya yang gemetar mencengkeram Pedang Sepuluh Surga, bilah sakral yang memancarkan sepuluh warna cahaya surgawi, berputar perlahan seolah menciptakan pelangi di langit malam yang muram. Ketika ia mengangkatnya, seluruh dunia seperti menahan napas.Lalu ia menebas.Seketika itu juga, langit retak. Bumi berderak. Dan realitas terbelah menjadi sepuluh dimensi.Sepuluh jalur ruang dan waktu berlapis-lapis muncul di antara kedipan mata, masing-masing berdenyut dengan hukum alam yang berbeda—dimensi cahaya,

  • Dewa Iblis Gerbang Neraka   6.18. Dewa Pedang vs Immortal Kuno

    Langit retak, seperti kaca yang meleleh di bawah panas yang tak terlihat. Angin yang biasanya liar kini membeku, menggantung di udara seperti helaian kain rapuh. Di tengah dunia yang membisu itu, Dewa Pedang dan Immortal Kuno berdiri berhadapan, bagaikan dua puncak gunung abadi yang menolak runtuh. Waktu sendiri seolah menahan napas, menonton dalam diam.Di belakang Dewa Pedang, bayangan pedang-pedang raksasa melayang megah. Namun, ini bukan sekadar ilusi. Setiap pedang adalah kenangan hidup, gema dari senjata yang pernah ia genggam dan kuasai—dari pedang batu kasar yang ia tempa sendiri di masa fana, hingga Pedang Tanpa Nama, yang konon sanggup mengiris garis waktu dan membelah masa.Dewa Pedang melangkah maju. Tapak kakinya terdengar ringan, hampir tanpa suara, namun setiap sentuhan kakinya membuat tanah mengelupas, retakan membelah bumi bagai jaring laba-laba raksasa. Aura pedang yang menguar dari tubuhnya cukup untuk membuat rerumputan hangus dan batu-batu kecil melayang.Mengitar

  • Dewa Iblis Gerbang Neraka   6.17. Kehebatan Dewa Mabuk

    Dewa Mabuk tersenyum miring, getir, dan menambahkan ..."Anggur Takdir Terbalik ... Biarlah kenyataan pun mabuk bersamaku malam ini."Tanpa ragu, ia meneguk seluruh isi cangkir itu. Dalam sekejap, dunia bergidik. Awan di langit berputar terbalik, suara gemuruh mengeras seperti teriakan jutaan jiwa yang terseret arus waktu.Tiga detik. Dalam rentang sesingkat itu, dunia seolah melangkah mundur.Formasi Surga Agung—pilar energi—semua bergerak mundur, melawan kodrat mereka sendiri. Tapi tubuh para Immortal, makhluk hidup yang terikat pada alur waktu normal, tidak ikut serta.Apa yang terjadi berikutnya bukanlah pertempuran—melainkan pembantaian tanpa pedang.Tubuh para Immortal mendadak kejang, wajah mereka pucat membiru. Dari dalam daging dan tulang mereka, retakan-retakan kecil muncul, memancarkan cahaya ungu aneh. Lalu, satu per satu, tubuh-tubuh agung itu meledak dari dalam, seolah mereka dihukum oleh paradoks yang tidak bisa mereka lawan.Darah spiritual menguap menjadi kabut ung

  • Dewa Iblis Gerbang Neraka   6.16. Dewa Mabuk vs Immortal - II

    Pergerakan Dewa Mabuk berubah.Awalnya ia hanya bergoyang goyah seperti dedaunan kering tertiup angin senja. Namun, dalam sekejap, gerakannya menjadi lebih cepat—lebih halus, lebih sulit diikuti. Tubuhnya melayang, berputar-putar, dan tiap jejak langkahnya membentuk pusaran-pusaran bercahaya, menciptakan pola sihir rumit yang berdenyut, menyedot energi spiritual dari udara sekitarnya. Tanah di bawah kakinya bergetar, lalu retak, dan dari retakan-retakan itu... mengalir sesuatu yang tak wajar.Dalam kelipan waktu yang nyaris tak terdeteksi, medan perang berubah drastis.Tanah tandus itu perlahan membasahi dirinya sendiri, mengalir menjadi Danau Anggur Surgawi. Permukaannya berkilau ungu lembut, memantulkan bukan sekadar bayangan, tapi fragmen masa depan dari siapa pun yang berdiri di atasnya.Satu per satu, para Immortal memandang ke bawah—dan apa yang mereka lihat... memaku mereka di tempat."Tidak... kenapa aku..." Seorang Immortal berseru, wajahnya berubah pucat pasi, suaranya pecah

  • Dewa Iblis Gerbang Neraka   6.15. Dewa Mabuk vs Immortal

    Kabut racun menggantung tebal di udara, membelai medan pertempuran yang hancur dengan sentuhan kematian. Di tengah reruntuhan dan bau logam darah yang menusuk, terdengar tawa—tawa yang aneh, nyaring, memecah keheningan seperti dentang lonceng tua di pemakaman para dewa."HAAAA—! Sudah kubilang..." Suara itu meraung, parau dan bergaung seperti mabuk badai. "Jangan ganggu orang yang sedang menikmati tegukan terakhirnya!!"Dari pusaran kabut itu, muncul sosok yang mustahil diabaikan. Seorang pria bertubuh tambun dengan langkah limbung, seolah sewaktu-waktu bisa jatuh... namun entah bagaimana, setiap gerakannya justru memancarkan bahaya yang membuat udara terasa berat. Rambutnya kusut, acak-acakan seperti sarang burung gagak, dan jubahnya—oh, jubahnya—robek-robek dengan bekas-bekas tumpahan anggur spiritual berkilau yang menodai kain lusuh itu.Di tangannya, tergenggam erat sebuah botol kaca tua. Dari dalamnya, cairan berwarna ungu tua memancarkan cahaya redup yang hampir hipnotik—Anggur

  • Dewa Iblis Gerbang Neraka   6.14. Sang Pemusnah Immortal

    Kabut tebal yang menelan seluruh medan pertempuran perlahan-lahan menghilang, bukan karena angin yang meniupnya atau karena kekuatannya telah pudar—melainkan karena semua yang menjadi target kabut itu telah lenyap.Di tanah yang menghitam seperti terbakar, tubuh-tubuh para Immortal membatu dalam keheningan yang mengerikan. Mereka tak lagi hidup, tapi juga belum sepenuhnya mati. Kulit mereka telah mengeras menjadi arang, hitam berkilap seperti obsidian yang retak. Tatapan terakhir mereka membeku dalam rupa yang tak akan pernah dilupakan siapa pun yang melihat—mata terbelalak oleh teror, mulut setengah terbuka oleh ketakjuban, dan alis yang merunduk dalam penyesalan yang tak terselesaikan.Namun, sang pembawa malapetaka belum berhenti. Dewi Racun masih berdiri di tengah medan, jubahnya berkibar pelan oleh hembusan angin beracun yang tersisa. Cahaya dari langit yang lembayung menyorot wajahnya yang tak menunjukkan emosi selain ketenangan dingin.Dari kehampaan, lima cahaya redup mulai be

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status