Share

Di Antara Keajaiban
Di Antara Keajaiban
Author: frianniya

Gadis Desa

Derasnya air sungai yang mengalir saat musim hujan. Sawah-sawah mulai penuh dengan air. Suasana  pedesaan yang masih asri, dikala fajar tiba burung bersaut-sautan. Saat senja, pemandangan di ujung desa sangatlah tidak ada duanya.  Namaku Clara Arlita Xenasya, mereka memanggilku ara. Aku lahir di tengah keluarga sederhana, orang tuaku hanyalah seorang buruh harian lepas, dan ketika beliau tidak ada panggilan kerja, biasanya beliau menggarap sawah milik pak lurah. Hidup di pedesaan yang masih jauh dari kata tercukupi.  Listrik masih sering mati ketika hujan, tabung gas LPG pun tidak semua kebagian, sinyal hanya ada di beberapa titik saja, dan jalan pedesaan yang masih belum di aspal. Akan tetapi desaku kaya akan air yang jernih, dan pemandangan yang indah. Berbeda dengan kota, semua tercukup tapi untuk  mendapatkan air bersih saja mereka harus membeli.

Teman-temanku selalu berkata bahwa anak desa sepertiku tidak perlu bermimpi tinggi untuk hidup di tengah perkotaan, bahkan mereka selalu menggosibkanku karna impianku yang tinggi, karna ingin melanjutkan pendidikan di universitas. Teman-temanku selalu bilang, untuk apa bermimpi tinggi, karna itu tidak akan mengubah nasib orang tuaku. Hidup bertolak belakang dengan apa yang selalu di ucapkan mereka membuatku tidak memiliki teman untuk saling bertukar mimpi, entahlah mengapa teman-temanku tidak percaya dengan mimpi, padahal aku sendiri percaya bahwa mimpi itu akan datang kepada seseorang yang mau berusaha.

***

Menjadi putri dari seorang buruh di desa terpencil yang jauh dari jangkauan pemerintah kota Yogya. Membuatku selalu bermimpi bisa duduk di kursi pemerintahan. Mengikuti sidang, dan membawa nama desaku agar bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah. Desa yang sangat terpencil, membuat semua masyarakatnya juga memiliki pola pikir yang sempit. Mereka selalu mengira, bahwa hidup di kota adalah musibah, dan bermimpi tinggi adalah hal yang mustahil. Akan tetapi, semangat jiwanya untuk bertani tidak bisa di pungkiri.

“Ara, kalau udah lulus mau kuliah di kota ya bu, itha pengen kuliah hukum di UGM” Pintaku dengan ibuku.

“Kita ini keluarga miskin, untuk makan saja susah. Tidak usahlah kamu kuliah, nanti juga bakal jadi ibu rumah tangga” Jawab ibuku menolak.

“Bu, tapi impian ara tinggi bu” Jawabku sambil menunduk

“Lupakan saja mimpimu, untuk apa kamu sekolah tinggi-tinggi kalau orang tuamu tetap menjadi seorang buruh” Tegas ibuku

“Bu...” Keluhku

“Cukup, antarkan makanan ini ke bapakmu, beliau ada di sawah pinggir desa. Di sawah pak darman” Perintah ibuku memotong pembicaraanku

ibuku adalah orang yang paling pertama menentang impianku, mungkin karna beliau sama skali tidak pernah merasakan bangku sekolah, sehingga beliau selalu berfikir untuk apa bermimpi, kalau nasib tidak akan berubah.

Aku langsung mengambil makanan yang sudah di siapkan oleh ibuku. Memang betul, makanan keseharian kami hanyalah menu-menu yang mudah di dapatkan di kebun belakang rumah, seperti daun papaya, buah papaya, dan jantung pisang. Ibuku jarang sekali berbelanja, kami hanya makan dari apa yang kami tanam. Aku berpamitan dengan ibuku dan langsung berjalan ke sawah ujung desa. Sepanjang perjalanan aku selalu berhayal tentang mimpiku, aku selalu berusaha untuk mencari informasi tentang beasiswa, tapi nyatanya tetap sulit karna di desaku belum ada koneksi internet yang lancar, sedangkan jika hanya mengandalkan informasi dari sekolah, itupun belum tentu ada.

“Bapak, ini makan siangnya ya. ara taruh disini” Ucapku dengan bapak yang sedang mencangkul.

“Terimakasih ya kak. Kamu duduk dulu disitu ya. Kamu mau kelapa muda?” Tanya bapak kepadaku.

“Mau pak, lama sekali ara nggak minum kelapa muda sama bapak di pinggir sawah begini” Jawabku.       

Bapak langsung menepi dan menaruh cangkulnya di tepi sawah. Beliau mencuci kakinya di sungai sebelah sawah, lalu memanjat pohon kelapa. Di desaku pohon kelapa memang banyak, hampir di setiap tepi sawah selalu ada pohon kelapa, dan itu menjadi minuman favoritku. Karna untuk membeli minuman di warung, aku tidak memiliki cukup uang.

“Blukk...Blukkk” Suara kelapa yang di jatuhkan bapakku dari atas pohon.

Spontan kepalaku menengok ke arah suara, dan langsung mengacungkan kedua jempolku ke arah bapak yang masih ada di atas pohon kelapa, untuk mengintrupsikan kepada bapak. Bapak yang melihatku langsung turun ke bawah hati-hati, dan aku langsung mengambil buah kelapa yang di jatuhkan tadi.  Setelah sudah turun bapak langsung mengambil parang untuk membuka kelapa, dan memberikannya kepadaku. Kami berbincang-bincang banyak hal, sesekali bapak juga menanyakan tentang mimpiku setelah lulus nanti, dan apa saja planning-planningku untuk kedepannya.

“Saya pengen kuliah di UGM pak, saya pengen kuliah dengan mencari beasiswa agar bapak dan ibu tidak keberatan untuk membayar kuliah. Saya berjanji pak, saya akan serius kuliah, dan saya juga akan mencari kerja sampingan pak ” Ucapku lirih.

“Bapak tahu, mimpimu sungguh luar biasa, tapi kak kamu juga harus tahu, orang tuamu ini siapa, kamu anak siapa, dan jangan terlalu berharap dengan mimpimu, walaupun bapak tau, suatu saat mimpimu akan terwujud” Jawab bapak.

“Pak, bukankah nasib itu bisa berubah kalau kita mau berusaha? Ara yakin kalau suatu saat ara bisa kuliah di UGM tanpa bapak dan ibu mengeluarkan biaya” tanyaku mengelak.

“Kita berdoa saja ya kak, semoga nasib baik tertuju untuk keluarga kita” Ucap bapak.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status