Hari kedua untuk berjualan donat. Aku mencoba membujuk ibu untuk mau menitipkan donat di kantin sekolahku, dan ibu mensetujuinya. Pagi ini kami membuat adonan donat yang lebih banyak dari kemarin, karna donat yang aku titipkan di warung-warung ludes semua terjual. “Donatnya enak dek. Anak-anak tadi sampai pada kehabisan, usul saja nih dek besok bawa lebih banyak”. Begitulah salah satu respon dari pemilik warung yang aku titipi untuk menjual donatku. Hari ini, aku dan ibuku bangun lebih awal. Mungkin besok, kami akan membuat adonannya malam saja, agar bangunnya tidak sepagi ini.
“Buk, donatnya di titipin sekolah kayaknya seru, coba dulu aja buk 10 pcs dulu” Usulku dengan ibu, ibuku mulai berfikir-fikir.
“Boleh deh kak, kalau gitu kita tambahin bikinnya. Besok kita bikin adonan malam saja kali ya kak, kasian kamu kalau tiap hari harus bangun setengah 3, ngantuk nanti kamu di sekolah” Ucap ibuku sambil menceramahiku.
“Iya sih buk, bener. Lah tadi malam kan kita sama-sama capek kan buk. Maklumlahh buk, jam padat kan kita kemarin, dari pagi sampai malam ga berenti kerja”. Jawabku sambil mengaduk-aduk adonan.
Sambil menunggu adonannya mengembang, aku dan ibu bercerita tentang banyak hal. Dan tiba-tiba bapak bangun dari tidurnya, dengan wajah yang lebih sehat daripada hari kemarin. Bapak ikut bercerita dengan kita. Aku bercerita dengan bapak, bagaimana asyiknya hari kemarin saat pertama kali menitipkan donat ke warung, pergi ke rumah majikan ibu, dan mencoba menitipkan gorengan ke warung mie ayam.
“Gimana respon pemilik warung dari makanannya kak?” Tanya bapak sambil menuangkan air putih ke gelas yang beliau pegang.
“Ibuknya warung yang aku titipin donat, minta tambah pak. Katanya anak-anak disana pada seneng. Makanya hari ini aku sama ibu bikin agak banyak, sekalian mau aku bawa ke sekolah. Terus yang gorengan di warung mie ayam, Cuma laku setengah pak. Tapi kemarin setengah yang masih sisa, aku kasihkan ke bapak-bapak pengemis di dekat gang desa sebelah pak.” Ceritaku dengan ayah.
“Gapapa, nanti rezeki kamu pasti bertambah. Dan kamu pasti bakal bisa kuliah pakai uang kamu sendiri, pokoknya semangat!! Bapak dukung kamu” Bapak mulai mensupport impianku, dan beliau tersenyum ke arahku.
Ibuku yang tadinya sedang memotong sawi, setelah mendengar ucapan ayahku seketika langsung berhenti memotong sawi, dan mencoba mengelak apa yang di ucapkan ayahku.
“Makan aja susah, kok pengen kuliah” Celetuk ibuku dengan muka kusamnya.
“Mimpi gratis kan bu, yang penting kita bantu doa saja, anak kita ini pandai kok buk, pasti punya banyak cara buat ngerubah nasib keluarga kita” Bapak mencoba menjelaskan.
“Mimpi gratis mas, beli beras yang bayar” Ibuku menjawab, tidak mau kalah dengan bapak.
Aku langsung mencoba mengalihkan pembicaraan agar pertengkaran ini tidak semakin memanas. Akhirnya aku bercerita tentang lucunya wulan dan dea ketika kemarin main kesini. Orang tuaku tertawa terpingkal-pingkal mendengar aku bercerita saat wulan terpleset karna kaget saat mendengar tokek di rumah berbunyi. Kasian sekali jika mengingatnya, tapi memang lucu kalau di rasakan.
Setelah menunggu adonan mengembang yang lumayan cukup lama. Aku, ibu, dan bapak langsung bekerja sama untuk mencetak adonanya. Sambil mencetak adonan, aku tidak henti-hentinya bercerita tentang teman-temanku, dan aku bercerita saat bapak di kejar ayam tetangga, karna bapak mencoba mengusili anak ayamnya. Ibuku tertawa kencang sekali, sepertinya lega mendengar ceritaku.
“Bukan begitu caranya mas! Mas pipihkan dulu adonannya baru mas lubangin tengahnya pakai tutup botol ini”Ibuku mencoba mengajari bapak.
“Tapi ini bagus, tidak usah di lubang tengahnya. Cukup begini saja, nanti atasnya tinggal di kasih meisis warna-warni”. Bapak mencoba membantah ibu, bapak bersikeras dengan bentuk donatnya yang tidak memiliki lubang itu.
Aku mendengar orang tuaku beradu bentuk donat, akhirnya aku menengok ke belakang, saat itu aku sedang membuat glaze untuk varian rasa donatku.
“Loh, ini bagus nih buk donatnya bapak, inovasi bentuk ini”. Ucapku ke orang tua, sambil memegang donat milik bapak.
“Sudah ku bilang kan buk, bagus” Ejek bapakku ke ibu.
Muka ibuku menjadi kusam lagi. Aku yang melihat tingkah orang tuaku, merasa gemas dan akhirnya aku memeluk orang tuaku.
“Sayang bangett sama bapak sama ibuk”Ucapku sambil memeluk beliau dan menciumnya.
“Ibuk juga sayang sama kamu” Ibuku sambil mencium pipiku.
“Sekolah yang rajin ya kak. Bapak dukung cita-cita kamu”Tambah bapak, sambil mencium pipiku juga.
Pagi ini suasana sangat campur aduk, yang awalnya ada sedikit perdebatan karna perbedaan pendapat, kini menjadi kasih sayang yang benar-benar nyata.
Setelah beperlukan yang cukup lama, kami melanjutkan untuk membentuk adonan donat, lalu ibu segera menggorengnya, aku membantu ibu untuk memberikan glaze pada donatku, dan bapak menyapu dan menyiram pohon di belakang rumah. Pukul setengah 6 semua pekerjaan sudah selesai. Saatnya aku mandi dan bergegas untuk pergi ke sekolah sambil membawa donatku.
“Bu kantin, clara nitip donat boleh?” Tanyaku dengan ibu kantin yang sedang memasak di balik jendela.
Setelah menitipkan donat di kantin, aku langsung bergegas masuk ke kelas untuk mengikuti pelajaran. Ketika jam pelajaran berakhir, aku tidak lupa untuk mengambil box donat dan uangku di ibu kantin, tidak lupa juga untuk meminta pendapat dari beliau.
Hari ini, aku dan teman-teman berencana untuk pergi ke pantai parangtritis untuk sekedar refreshing dan mencari suasana baru. Kita berangkat pukul setengah 6 pagi, naik sepeda. Karna rumah ke pantai hanya 45 menit jika menggunakan sepeda. Sekalian kita berolahraga, karna sudah lama tidak sepedaan bersama-sama. Pagi ini kami pergi ber 8. Aku, dea, wulan, ria, aryo, reno, tasya dan doni.“Ra...clara, udah siap belum?”Teriak aryo dari luar rumah sambil mengetok pintu.Aryo menunggu cukup lama, karna suaranya tidak terdengar sampai dalam rumah. Aryo mengulangi untuk mengetok pintu lagi.“Claraaaa!!! Udah siap belum!!” Teriak aryo lagi.Aku yang mendengar suara aryo langsung berlari ke pintu depan untuk membukakan pintu. Sambil menyambut aryo.“Selamat pagi putra kesayangan pak lurah! Saya clara arlita xenasya, sudah siap menjadi beban sepedaan anda” Ucapku dengan aryo setelah aku membuka pintu.“Hayukkk.
Sepagi ini bapak sudah mengayuh sepedanya yang sudah rusak untuk pergi ke kota. Saat matahari masih belum muncul, bahkan langit masih sangat gelap. Suasana desa masih sunyi, belum ada suara orang-orang menyapu halamannya. Dua minggu lagi adalah ulang tahunku yang ke 17, bapak menjajikanku sebuah kado yang tidak akan aku duga sama skali. Berkali-kali aku menolak untuk diberikan kado oleh beliau, akan tetapi bapak selalu berkata “Bapak akan kasih kado buat kamu, kakak harus terima pemberian bapak”.Bapak, sosok laki-laki cinta pertamaku yang tidak pernah menyakiti hatiku, walaupun aku selalu mengelak, tapi beliau selalu menganggapku sebagai putri sematawayangnya yang masih belajar merangkak. Belum di izinkan untuk pergi jauh sendirian ataupun hanya sekedar tidak diizinkan untuk memiliki pacar. 27 Desember 2004 adalah angka kelahiranku, begitupula di hari itu, orang tuaku resmi mendapat sebutan bapak dan ibu.“Ehh.. pak budi.. pagi-pagi begin
3 tahun aku menjadi murid di SMK N 2 Adiyata, detik-detik semester akhir sudah ada di depan mata. Murid-murid kelas 3 sudah sibuk mempersiapkan diri untuk mencari perguruan tinggi, dan mencari info tentang lowongan pekerjaan. Tidak berbeda denganku, di sela-sela kesibukanku menjual donat, aku juga selalu berusaha mencari info tentang beasiswa untuk masuk kampus. Aku memang bemimpi masuk di UGM tapi, jika memang rezeki beasiswaku tidak di UGM, aku tidak mempermasalahkan itu, yang paling utama aku tetap bisa melanjutkan impianku."Clara, tolong bentuk panitia untuk pensi setelah Ujian Akhir Semester 5 ya" Ibu wakil kesiswaan meminta tolong kepadaku."Baik bu, nanti saya infokan dengan teman-teman" Jawabku dengan cepat sambil menganggukan kepala, pertanda aku menerima perintah beliau dengan jelas.Di sekolah, aku memanglah pribadi yang sangat aktif di organisasi osis. Aku menjabat sebagai wakil ketua osis untuk mendampingi ardan,ketua osisku. Di kelas a
Pembelajaran sehari ini sudah selesai, bel sudah berbunyi pertanda jam pelajaran telah selesai. "Okay, kita sambung pelajaran besok kamis ya" Ucap Guru bahasa Indonesia sambil membereskan buku-bukunya. " Baik bu" Jawab sekelas. Sebelum mengakhiri pelajaran kami sekelas berdoa terlebih dahulu. "Duduk siap grak!!" Ucapku memberikan aba-aba kepada semua anak kelas. Aku menengok kanan-kiri dan belakang, memastikan semua teman-teman ku sudah siap untuk berdoa. "Sebelum kita pulang, berdoa menurut agama masing-masing, berdoa mulai" lanjutku. Kita berdoa dengan sungguh-sungguh. "Selesai, istirahat di tempat grak!!" Aku mengakhiri doa sebelum pulang. "Terimakasih untuk hari ini, hati-hati di jalan, jangan ngebut-ngebut, kalau mau main ganti baju dulu atau sragamnya di tutupin jaketnya. Sampai jumpa hari kamis dengan semangat ikut kuis, jangan lupa belajar ya" Ucap guruku sebelum meninggalkan ruangan, dan memberi wejangan
Hari minggu, hari yang selalu di tunggu-tunggu oleh pelajar maupun pekerja kantoran. Hari dimana bisa menghabiskan waktu bersama keluarga, lebih lama dibandingkan hari-hari lainnya. Itu untuk mereka, berbeda dengan keluarga. Mau hari senin,selasa, rabu, maupun minggu, semuanya sama saja. Bangun pagi, mengerjakan tugas masing-masing dan pergi ke tempat tujuan masing-masing. Pagi ini seperti biasa, bangun pukul 4 pagi dan langsung pergi ke dapur, membantu ibuku memasak dan mencetak adonan donat. Hari ini aku mencoba menjual donatku di pasar dekat rumahku, juga menitipkannya di warung-warung."Aku nanti nyoba jual di pinggir jalan dekat pasar ya buk" Izinku dengan ibu yang sedang memasukkan kayu bakar agar api makin membesar. Di rumahku, kami memasak memang masih menggunakan tungku api, tapi bukan berarti kami tidak memiliki kompor LPG. Kompor di rumahku hanya di gunakan saat menggoreng donat, maupun saat sedang terburu-buru. Agar lebih hemat saja, kata ibuku."Tapi hati-
Menjalani hari demi hari dengan segala kejutan, membuatku semakin tidak menyerah untuk menggapai semua mimpiku dan memwujudkan semua kehaluanku. Hidup di tengah keluarga yang harmonis, membuatku selalu bersyukur atas semua yang di berikan Tuhan kepadaku, walaupun memang masih ada tantangan yang harus selalu siap ku hadapi kedepannya.“Baru jam 4 kok sudah pulang pak?” Tanyaku kepada laki-laki cinta pertamaku, bapak.“Bapak pusing kak, dari pada nanti pingsan lagi makanya bapak izin pulang dulu” Jelas bapak.Aku terdiam dan mulai panik, aku langsung pergi ke dapur untuk mengambil obat dan membuatkan teh hangat untuk bapak, dan membawakan beliau nasi serta lauknya.“Bapak, ini di makan dulu, di minum obatnya” Perintahku ke bapak agar beliau cepat sembuh.“Bapak nggakpapa sayang, cuman capek aja, ini di pijitin doang sembuh” Jawab bapak tersenyum.“Ini bapak makan dulu, habis makan kakak pij
Setelah melewati hari minggu yang cukup semangat dan sedikit membuat galau karna bapak tiba-tiba sakit. Pagi ini aku siap menyambut hari senin dengan lebih semangat lagi. Aku yakin, Tuhan selalu memberikan kejutan di setiap harinya, kejutan yang beranekaragam yang selalu di luar dugaan hambanya. Pagi ini aku bertemu aryo di parkiran sepeda, kebetulan pagi ini aku berangkat sekolah naik sepeda, karna akan ada rapat lagi untuk membahas pensi sekolah.“Pagi aryo” Sapaku sambil menuntun sepedaku dan memarkinkannya di dekat sepeda aryo.“Eh.. Pagi ra” Jawab aryo sambil mencari suara yang menyapanya.“Gimana yo? Jadi kita ke UGM?” Tanyaku pelan-pelan agar tidak ada yang mendengar.“Jadi, besok sore bisa? Kalau sore gapapa kan? Nunggu motornya bapak dulu” Aryo menjelaskan.Kita bercakap-cakap cukup lama sampai akhirnya aryo masuk ke dalam kelasnya. Kebetulan kelasku dan kelas aryo tidak terlalu jauh, hanya s
Selasa, selalu ada rasa. Seperti janji aryo beberapa waktu lalu saat di pantai. Sore ini aku dan dia akan pergi ke kota, hanya sekedar ingin melihat kampus UGM dari dekat, juga untuk melihat kota saat malam hari. Aryo janji denganku akan menjemputku pukul setengah 4 sore, aku sesegera mungkin bersiap-siap agar jika aryo sampai, tidak tidak marah-marah lagi karna menungguku cukup lama. Sudah menjadi hobbi dia sejak dulu, marah-marah tidak jelas jika bersamaku, padahal jika dengan teman lain, dia hemat bicara.“Aduuhhh... udah jam 3 nih, mandi dululah aku” Ucapku sambil melihat jam yang jarum pendekanya hampir di angka 3, dan jarum panjangnya di angka 11.Aku bergegas mengambil handuk yang aku jemur di belakang rumah, mengunci pintu depan dan pintu belakang, agar tidak ada tetangga yang datang saat aku sedang mandi. Aku mengambil baju di kamar dan membawanya masuk ke kamar mandi. Menghidupkan pompa air, dan air mengalir dari sumur masuk ke dalam bak mandiku.