Share

Bab 5

Author: Zayba Almira
last update Last Updated: 2025-01-30 15:12:11

Hari-hari setelah pertemuan dengan Kieran semakin terasa panjang bagi Clara. Setiap kali dia memasuki ruang kerjanya, ada perasaan yang semakin sulit untuk diabaikan. Ketegangan antara dia dan Kieran semakin menguat.

Setiap pertemuan, setiap percakapan, terasa lebih intens dari sebelumnya. Clara tahu bahwa hubungan mereka sudah berubah, tetapi dia belum siap untuk menghadapi kenyataan bahwa perasaan ini lebih dari sekadar rasa profesionalisme.

Pagi itu, Clara duduk di kursinya, menatap layar laptopnya yang penuh dengan spreadsheet dan laporan. 'Saya harus fokus,' pikirnya. 'Ini bukan saatnya untuk berpikir tentang Kieran.'

Namun, semakin dia mencoba untuk menyibukkan diri dengan pekerjaan, semakin perasaan itu semakin sulit untuk diabaikan.

Setiap kali dia menatap layar, pikirannya selalu kembali kepada Kieran—kepercayaan yang diberikan padanya, kata-kata yang terus berputar di kepala Clara, dan yang terpenting, tatapan mata Kieran yang penuh perhatian, yang selalu membuat hatinya berdebar lebih cepat.

Clara menghela napas panjang dan mengalihkan pandangannya ke jendela besar di ruang kerjanya.

Dari sana, dia bisa melihat kota yang sibuk, dengan orang-orang yang berjalan cepat, mobil-mobil yang berlalu-lalang, dan gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi.

Dunia di luar sana tampak begitu sibuk, begitu penuh dengan tujuan, sementara Clara merasa terjebak dalam perasaan yang semakin rumit.

'Apa yang saya rasakan sebenarnya?' Clara bertanya-tanya. 'Apa yang sebenarnya terjadi di antara kami?'

Dia tahu bahwa hubungan profesional mereka sudah mulai kabur, tetapi dia tidak tahu bagaimana harus menghadapinya. Ada rasa cemas yang terus menghantui dirinya—apakah ini hanya perasaan sementara atau sesuatu yang lebih besar yang sedang berkembang?

Ponselnya berbunyi, menariknya dari lamunannya. Sebuah pesan dari Kieran.

"Clara, saya ingin bertemu denganmu setelah jam kerja untuk membahas proyek. Pastikan kamu siap."

Clara menatap pesan itu sejenak, merasa sedikit cemas. Apa yang dia inginkan dariku kali ini?

Semakin ia berusaha untuk fokus pada pekerjaan, semakin sulit untuk menghindari kenyataan bahwa Kieran selalu hadir dalam pikirannya. 'Apa yang saya lakukan?'

Setelah jam kerja berakhir, Clara berjalan dengan langkah berat menuju ruang kerja Kieran.

Pikirannya berputar, dan perasaan cemas yang semula ia coba tahan kini semakin kuat. 'Apa yang akan terjadi setelah ini?'

Clara tidak tahu, tetapi dia tahu satu hal—setiap kali dia berhadapan dengan Kieran, sesuatu yang lebih besar mulai terungkap. Ada ketegangan yang tak bisa diabaikan lagi.

Saat Clara mengetuk pintu ruang kerja Kieran dan masuk, Kieran sedang duduk di meja kerjanya, menatap layar laptopnya dengan serius.

Namun, begitu Clara masuk, dia langsung menoleh, dan senyum tipis muncul di wajahnya.

Senyum itu selalu membuat Clara merasa seperti ada sesuatu yang lebih antara mereka—sesuatu yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, tetapi terasa begitu jelas dalam setiap pertemuan mereka.

"Kamu datang tepat waktu," kata Kieran, suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya. "Ayo, duduklah."

Clara duduk di kursi yang disediakan, merasa sedikit canggung. Meskipun mereka sudah bekerja bersama selama beberapa waktu, ada sesuatu yang berbeda dalam suasana ini.

Kieran tidak langsung memulai percakapan, dan suasana hening di antara mereka terasa semakin tebal.

Setelah beberapa detik yang terasa panjang, Kieran akhirnya berbicara. "Clara," katanya, matanya tetap pada Clara, namun ada kehangatan yang tak biasa di dalamnya.

"Saya ingin membahas lebih lanjut tentang proyek ini. Saya tahu kamu merasa tertekan dengan semua tanggung jawab ini, tapi saya percaya kamu bisa melakukannya."

Clara menelan ludah, berusaha untuk tidak menunjukkan kecemasannya. 'Bagaimana dia bisa tahu?'

"Saya akan berusaha sebaik mungkin, Pak," jawab Clara, meskipun hatinya berdebar kencang.

Kieran mengangguk, tetapi kali ini, ekspresinya lebih lembut. "Clara, kamu sudah menunjukkan kemampuan yang luar biasa.

Tapi, saya ingin kamu lebih percaya pada dirimu sendiri. Saya tahu kamu bisa lebih dari ini. Jangan ragu untuk mengambil kendali. Kamu tidak perlu takut gagal."

Clara menatap Kieran, mencoba untuk memahami apa yang sebenarnya ingin dia katakan. Ada kehangatan dalam suaranya, namun kata-kata itu juga menambah beban dalam hatinya.

'Lebih dari ini?' 'Ambisi saya?' Apa yang sebenarnya diinginkan Kieran darinya? Apakah ini hanya tentang pekerjaan? Atau ada sesuatu yang lebih?

"Terima kasih, Pak," jawab Clara, mencoba untuk tetap terdengar tenang meskipun perasaannya mulai kacau. "Saya akan memastikan semuanya berjalan sesuai rencana."

Kieran duduk lebih dekat, matanya yang tajam memandang Clara dengan penuh perhatian.

"Clara," katanya dengan suara yang lebih dalam, lebih serius, "Saya ingin kamu tahu bahwa saya tidak hanya percaya padamu karena pekerjaan ini. Saya melihat potensi dalam dirimu, jauh lebih dari sekadar asisten.

Jangan biarkan keraguan menghalangi kamu."

Mendengar kata-kata itu, Clara merasa seperti ada sesuatu yang menghentikan napasnya. Apa maksudnya?

Clara ingin mengatakan sesuatu, tetapi kata-kata itu tidak keluar. Hanya ada keheningan di antara mereka, yang terasa begitu berat.

Setelah beberapa detik yang penuh ketegangan, Kieran akhirnya berbicara lagi, dengan suara yang lebih tenang.."Kamu sudah bekerja sangat keras, Clara.

Dan saya tahu ini bukan hal yang mudah. Tapi saya ingin kamu tahu bahwa saya ada di sini untuk mendukungmu."

Clara merasa terombang-ambing antara perasaan yang semakin kuat dan rasionalitas yang berusaha ia pertahankan. 'Dukungan?'

"Terima kasih, Pak. Saya... saya akan berusaha lebih baik lagi," jawab Clara, meskipun ada perasaan yang semakin tak terkontrol di dalam dirinya.

Kieran hanya tersenyum tipis, lalu bangkit dari kursinya. "Baiklah, saya rasa kamu sudah cukup tahu apa yang perlu dilakukan. Jangan ragu untuk menghubungi saya jika ada yang perlu dibahas."

Clara mengangguk, meskipun perasaan di dalam dirinya semakin membingungkan. 'Apa yang sebenarnya saya rasakan?'

Meskipun dia berusaha untuk tetap fokus pada pekerjaan, perasaan itu semakin kuat—perasaan yang tak bisa dia jelaskan. 'Apa yang terjadi jika saya mulai merasa lebih dari sekadar asisten untuk Kieran?'

Setelah pertemuan dengan Kieran, Clara pulang ke rumah dengan perasaan yang semakin kacau. Setiap langkah yang ia ambil terasa berat, dan meskipun dia tahu bahwa pekerjaan menunggu, perasaan yang datang begitu menguasainya. 'Apa yang sedang saya lakukan?'

Clara tahu bahwa semakin lama dia dekat dengan Kieran, semakin sulit untuk menjaga batas antara perasaan dan profesionalisme.

Sesampainya di rumah, Clara melemparkan tas kerja ke meja, dan duduk di sofa dengan pandangan kosong. '

Apa yang saya rasakan sebenarnya?' Pikirannya berputar-putar, mencoba memahami semua yang terjadi.

Setiap kali dia melihat Kieran, ada perasaan yang lebih kuat dari sekadar rasa hormat atau kekaguman. Ada sesuatu yang lebih dalam, yang semakin sulit untuk dihindari.

Dia menatap layar ponselnya, mencari sesuatu untuk mengalihkan pikirannya. Namun, pikirannya selalu kembali pada Kieran—pada kata-kata yang diucapkan Kieran, pada tatapan mata yang penuh perhatian.

'Dia percaya padaku,' Clara berpikir. 'Dia melihat potensi dalam diriku. Tapi apakah itu hanya tentang pekerjaan?'

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 204

    Pagi itu, langit bersih tak berawan. Clara berdiri di depan cermin, merapikan rambutnya dengan jepit bunga kecil yang pernah diberikan Luna. Gaun putih polos yang ia kenakan melambai pelan tertiup angin dari jendela yang terbuka. Di luar, terdengar suara tawa anak-anak dan gesekan sapu dari halaman.Kieran muncul di ambang pintu, mengenakan kemeja linen abu-abu dan celana panjang krem. Wajahnya teduh, matanya tak lepas dari sosok istrinya.“Kau masih secantik hari pertama kita bertemu,” ucapnya.Clara berbalik dan tersenyum. “Dan kau masih pandai membuatku lupa bagaimana caranya merasa takut.”Hari itu bukan hari biasa.Hari itu, mereka akan meninggalkan sesuatu yang lebih besar dari rumah pesisir mereka: sebuah nama, sebuah harapan, sebuah warisan.1. Simposium PerdamaianTenda besar didirikan di lapangan terbuka, tak jauh dari rumah mereka. Bangku-bangku kayu disusun rapi, dihiasi bunga kering dan anyaman daun.Orang-orang dari berbagai komunitas netral datang: dari barat yang pern

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 203

    Fajar menyelinap di sela tirai linen, menorehkan cahaya emas ke dinding rumah kayu mereka. Clara sudah terjaga, duduk di meja kecil menghadap jendela, menggambar dengan pensil arang di buku sketsanya. Di halamannya, tergambar wajah Luna yang sedang tertawa sambil memeluk tanaman rosemary.“Sudah pagi?” suara Kieran serak dari belakang.“Sudah,” jawab Clara tanpa menoleh. “Dan aku tak ingin melewatkan satu pun pagi bersamamu.”Ia menutup buku sketsa pelan. “Kita pernah hidup dalam hari-hari yang penuh bahaya. Tapi sekarang, setiap pagi seperti surat cinta dari semesta.”Kieran menarik kursi dan duduk di sampingnya. Ia mengambil tangan Clara dan mengecupnya dengan tenang.“Dan surat itu,” bisiknya, “kutulis ulang setiap hari... dalam detak jantungku.”1. Panggilan dari KotaDi tengah kesederhanaan itu, Aretha muncul dalam bentuk hologram kecil di ruang tamu.“Ada komunikasi dari Pusat Penyelaras Sipil. Mereka ingin mengundang Tuan dan Nyonya untuk berbicara dalam simposium tentang rek

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 202

    Langit di atas rumah pesisir itu bersih tak berawan, hanya sapuan tipis putih awan yang mengambang seperti mimpi yang tak ingin pergi. Clara berdiri di tepi tebing kecil yang menghadap langsung ke laut lepas, mengenakan gaun linen putih yang berkibar lembut ditiup angin. Di tangannya sebuah surat tua yang mulai menguning, ditulis tangan oleh Ayla—teman mereka yang telah pergi, namun meninggalkan warisan kenangan yang tak ternilai.“Dia menulisnya dua hari sebelum pengkhianatan terakhir di pusat markas,” ucap Kieran, yang berdiri beberapa langkah di belakangnya, membawa dua cangkir teh jahe hangat.Clara menoleh, menerima cangkirnya, dan tersenyum tipis. “Isi surat ini bukan sekadar perpisahan. Ini... seperti mandat untuk kita melanjutkan sesuatu.”Mereka duduk di bangku kayu yang menghadap laut, tempat favorit mereka setiap pagi. Angin membawa aroma garam, suara debur ombak, dan kicau burung camar—simfoni kehidupan baru yang jauh dari suara ledakan dan sandi-sandi perang.1. Rencan

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 201

    Mentari pagi menyembul perlahan dari balik bukit, membasuh langit dengan semburat keemasan. Clara membuka jendela besar di rumah pesisir yang mereka bangun bersama—sebuah rumah kecil bercat putih dengan atap biru laut, menghadap langsung ke samudra yang berkilauan.Angin membawa harum garam dan bunyi debur ombak ke dalam ruangan, membelai rambutnya yang tergerai. Kieran muncul dari belakang, mengenakan sweater tipis, lalu melingkarkan kedua lengannya ke pinggang Clara.“Tempat ini seperti mimpi,” bisik Clara.“Bukan mimpi lagi,” sahut Kieran pelan. “Ini kenyataan yang kita bangun sendiri.”1. Hari Tanpa TugasUntuk pertama kalinya sejak sekian lama, mereka tidak diburu jadwal, tidak ada sistem yang harus diperbaiki, tidak ada kode berbahaya yang perlu dibongkar. Hanya mereka berdua, dan waktu yang terasa melambat.Kieran membuatkan sarapan: roti panggang, telur mata sapi, dan teh herbal yang dulu biasa mereka minum di tengah operasi markas. Clara tertawa kecil saat Kieran berjuang

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 200

    Keterang hijau dawn lampu kota memudar perlahan ketika Clara dan Kieran menutup pintu ruang komando untuk malam terakhir mereka. Dua raga yang lelah, dua hati yang penuh luka—namun juga dua jiwa yang tumbuh lebih kuat oleh cinta dan persatuan.Mereka berjalan bergandengan menuju balkon atap, tempat bintang dan langit pagi menyambut. Aroma kopi hangat dan uap hujan semalam masih terasa, menambah kesyahduan momen."Kita berhasil," ucap Clara pelan, menatap wajah Kieran yang terpantul oleh kilau lampu jalan."Ya," jawab Kieran sambil membelai rambut Clara. "Ini hari terakhir konflik besar yang kita hadapi bersama. Sekarang kita punya kehidupan baru."1. Lambang Cincin Batu LautClara mengeluarkan kotak kecil berisi sepasang cincin sederhana: cincin Kieran terukir peta pulau tempat mereka berbulan madu, cincin Clara berhiaskan kelopak bunga liar yang mereka kumpulkan di dermaga malam itu."Ini lambang kisah kita," Clara berkata sambil menyematkan cincin pada jari Kieran. "Petualangan, ba

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 199

    Senja malam merayap cepat di cakrawala ketika Kieran, Clara, dan Samantha kembali ke ruang komando. Peta tiga dimensi Veritas terpancar di layar hologram—jalur pelayaran, lokasi gudang distribusi, dan rute pengiriman vektor biologis. Aretha mengatur status pra-serangan."Data Samantha sangat akurat," ucap Clara sambil menunjuk titik koordinat pelabuhan gelap. "Jika kita potong jalur itu, kita hentikan penyebaran sebelum dimulai."Kieran memekikkan jempol. "Kita butuh tim laut dan tim darat bekerja serentak. Clara, kamu dan Samantha tangani tanah: infiltrasi gudang distribusi. Aku pimpin tim laut ke kapal yang akan dipakai Veritas."Samantha menarik napas dalam. "Aku akan bawa logistik. Aku tahu rutenya—dari gudang mereka ke kapal selam kecil yang tersembunyi di Teluk Barat."1. Persiapan Dua FronDua tim bergerak:Tim Darat (Clara & Samantha): Menyusup ke gudang tersembunyi di pelabuhan tua, mengambil sample vektor, dan menanam perangkat remote dieback.Tim Laut (Kieran): Mengikuti

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status