공유

Bab 6

작가: Zayba Almira
last update 최신 업데이트: 2025-01-31 16:03:32

Clara duduk di ruang kerjanya, menatap layar komputer yang memantulkan cahaya putih yang dingin. Pekerjaan menumpuk di mejanya, tetapi pikirannya jauh dari spreadsheet dan laporan yang harus diselesaikan.

Tatapan matanya kosong, fokusnya terbagi antara pekerjaan yang harus segera selesai dan perasaan yang semakin menguasai dirinya.

'Apa yang saya lakukan?' Clara menggosok wajahnya dengan telapak tangan, mencoba untuk mengusir rasa cemas yang menggelayuti dirinya.

Proyek besar yang diberikan oleh Kieran adalah kesempatan emas yang tidak bisa disia-siakan.

Namun, semakin dia tenggelam dalam pekerjaan, semakin terasa bahwa ada sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih berbahaya yang mengintai di balik semua itu—perasaan yang berkembang untuk Kieran.

Clara menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. 'Ini bukan waktu untuk itu.'

Dia harus tetap fokus, menyelesaikan laporan yang harus diserahkan minggu depan. Namun, di balik pikirannya yang berputar-putar, ada satu hal yang tidak bisa dia hindari: 'hubungan mereka semakin rumit.'

Setiap kali dia bertemu dengan Kieran, setiap kali mereka berbicara tentang pekerjaan atau proyek, ada ketegangan yang tak bisa dijelaskan.

Apakah dia juga merasakannya?' Clara tidak tahu jawabannya. Tapi yang dia tahu adalah, setiap kali Kieran menatapnya dengan mata yang penuh perhatian, hatinya berdebar lebih cepat.

'Kenapa saya merasa seperti ini?' Ada sesuatu yang lebih dari sekadar profesionalisme yang terbangun di antara mereka, dan Clara tidak tahu bagaimana harus menghadapinya.

Ponselnya berbunyi, menariknya keluar dari lamunannya. Sebuah pesan singkat dari Kieran.

"Clara, saya ingin bertemu denganmu untuk membahas kemajuan proyek. Ayo ke ruang rapat jam 2 siang."

Clara menatap pesan itu beberapa detik. 'Jam 2 siang?' Tanpa berpikir panjang, dia langsung menjawab.

"Tentu, Pak. Saya akan siap."

Setelah beberapa jam yang penuh dengan rapat dan pertemuan, Clara berjalan menuju ruang rapat dengan langkah yang terasa lebih berat dari biasanya.

Jantungnya berdebar lebih cepat, dan meskipun dia berusaha untuk tetap fokus pada pekerjaan, perasaan yang semakin kuat terhadap Kieran semakin sulit untuk dihindari.

Di luar ruang rapat, Clara menatap pintu yang seolah-olah menunggu untuk membukakan jalan ke dalam ruangan yang penuh ketegangan.

Dia menarik napas dalam-dalam dan mengetuk pintu dengan hati-hati.

Begitu pintu terbuka, dia langsung melihat Kieran duduk di ujung meja besar, seperti biasa, dengan ekspresi serius yang menghiasi wajahnya.

Tetapi ada sesuatu yang berbeda hari ini. Mata Kieran tampak lebih tajam dari biasanya, seolah-olah dia sedang menunggu Clara untuk mengatakan sesuatu yang lebih dari sekadar laporan.

"Kamu datang tepat waktu," kata Kieran, suaranya tetap tenang, tetapi ada sesuatu yang berbeda dalam nada bicara itu. "Ayo duduk."

Clara duduk di kursi yang disediakan dan membuka laptopnya. Matanya tidak bisa lepas dari Kieran, yang duduk di seberangnya. Ada ketegangan yang terasa begitu nyata di udara, dan Clara merasa seolah-olah dia sedang diuji. 'Apakah saya sudah siap?'

Kieran memulai percakapan, tetapi ada ketegangan yang tak terucapkan antara mereka. "Clara," kata Kieran, matanya yang tajam tetap terfokus padanya, "Saya ingin melihat lebih banyak dari proyek ini.

Kemajuan yang kamu buat sudah bagus, tetapi saya ingin kamu mempercepat semuanya. Waktu kita semakin sempit."

Clara mengangguk, mencoba untuk tetap tenang meskipun jantungnya berdebar kencang. "Tentu, Pak. Saya akan pastikan semuanya berjalan sesuai rencana."

Kieran mengamati Clara sejenak, seolah ingin melihat reaksi lebih dalam darinya.

"Saya tahu kamu bisa melakukannya, Clara," katanya dengan nada yang lebih lembut. "Kamu sudah menunjukkan banyak kemajuan, dan saya percaya padamu."

Kata-kata itu—'Saya percaya padamu'—terasa berat di hati Clara.

'Mengapa rasanya seperti ini?' Setiap kali Kieran berbicara seperti itu, Clara merasa semakin terjebak antara rasa hormatnya kepada Kieran dan perasaan lain yang semakin sulit untuk ditekan.

"Terima kasih, Pak," jawab Clara, berusaha untuk tidak menunjukkan perasaan yang semakin menguasai dirinya.

"Saya akan bekerja lebih keras untuk memastikan kita bisa menyelesaikan proyek ini tepat waktu."

Kieran tersenyum tipis, senyum yang selalu membuat Clara merasa seperti ada lebih banyak yang tersembunyi di balik ekspresi wajahnya. "Saya tahu kamu bisa, Clara. Tapi ingat, jangan hanya bekerja keras—bekerjalah dengan cerdas."

Setelah beberapa detik yang penuh ketegangan, Kieran berdiri, menatap Clara dengan penuh perhatian.

"Saya ingin kamu memimpin tim ini dengan lebih percaya diri. Kamu punya kemampuan itu, Clara. Jangan biarkan keraguan menghalangi kamu."

Clara menelan ludah, mencoba untuk menjaga ekspresi wajahnya tetap netral. 'Lebih percaya diri?'

Kata-kata itu terus terngiang di kepalanya, dan meskipun dia berusaha untuk tetap fokus pada pekerjaan, perasaan yang semakin kuat untuk Kieran tak bisa dia hindari.

'Apakah dia melihat saya hanya sebagai profesional, atau ada sesuatu yang lebih?'

Setelah rapat selesai, Clara kembali ke ruang kerjanya dengan langkah yang lebih berat dari biasanya.

Pekerjaan menumpuk di mejanya, tetapi pikirannya terus kembali pada pertemuan tadi. Kata-kata Kieran terus berputar dalam kepalanya, "Saya percaya padamu."

Dan meskipun Clara berusaha menenangkan dirinya, perasaan itu semakin kuat. 'Kenapa dia mempercayai saya begitu banyak? Apa yang sebenarnya dia lihat dalam diri saya?'

Clara mencoba untuk menenangkan diri, tetapi perasaan yang semakin menggelayuti dirinya terus mengganggu fokusnya.

'Dia melihat saya lebih dari sekadar asisten, kan?' Setiap kali mereka berbicara, setiap kali mereka bertemu, ada ketegangan yang semakin sulit untuk diabaikan.

'Apakah ini hanya saya yang merasa seperti ini, atau adakah sesuatu yang Kieran rasakan juga?'

Ponselnya berbunyi lagi, menariknya keluar dari lamunannya. Sebuah pesan singkat dari Kieran.

"Clara, kita perlu berdiskusi lebih lanjut tentang proyek ini. Bisakah kita bertemu setelah jam kerja?"

Clara menatap pesan itu sejenak, perasaan cemas kembali datang menghampiri. 'Apa yang dia inginkan sebenarnya?'

Meskipun dia berusaha untuk tetap fokus pada pekerjaan, perasaan yang semakin kuat untuk Kieran tidak bisa dihindari.

Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk menenangkan dirinya. 'Tidak ada waktu untuk ragu.'

Clara tahu bahwa proyek ini adalah kesempatan besar, dan dia harus membuktikan dirinya. Namun, semakin dia berusaha untuk menahan perasaan itu, semakin perasaan itu semakin menguasai dirinya.

Setelah jam kerja berakhir, Clara kembali berjalan menuju ruang kerja Kieran. Setiap langkah terasa semakin berat, seolah-olah dia sedang menuju ke sesuatu yang lebih besar dari dirinya.

Ketegangan di dalam dirinya semakin meningkat. *Apa yang akan terjadi kali ini?*

Ketika Clara mengetuk pintu dan memasuki ruang kerja Kieran, dia melihat Kieran berdiri di dekat jendela besar yang menghadap ke kota.

Pemandangan luar ruangan terlihat indah, tetapi Clara tahu bahwa apa yang sedang terjadi di dalam ruangan ini jauh lebih rumit.

"Kamu datang tepat waktu," kata Kieran, suaranya lebih lembut kali ini, meskipun tetap ada wibawa dalam nada bicaranya. "Ayo duduk."

Clara duduk di kursi yang disediakan, tetapi kali ini ada perasaan yang semakin kuat. *Ini bukan hanya tentang pekerjaan lagi, kan?*

Kieran menatapnya dengan serius, tetapi ada kehangatan yang tak biasa dalam tatapannya. "Clara," katanya, "Saya ingin kamu tahu bahwa saya tidak hanya melihatmu sebagai asisten. Saya percaya kamu bisa lebih dari itu."

Clara menelan ludah, berusaha untuk menjaga ketenangannya. "Terima kasih, Pak," jawab Clara dengan suara yang sedikit gemetar. "Saya akan berusaha lebih baik lagi."

Kieran melangkah lebih dekat, dan Clara bisa merasakan jarak di antara mereka yang semakin dekat. "Saya tahu kamu bisa," katanya lagi, dengan suara yang lebih dalam, lebih serius. "Saya ingin kamu tahu bahwa saya ada di sini untuk mendukungmu, Clara."

Clara merasa perasaan yang semakin tak terkendali. 'Apa yang terjadi antara kami?'

'Apa yang sebenarnya saya rasakan?' Tetapi meskipun dia berusaha untuk menahan perasaan itu, dia tahu satu hal—'semakin lama dia berada di dekat Kieran, semakin sulit untuk menjaga jarak antara pekerjaan dan perasaan yang semakin berkembang.'

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 204

    Pagi itu, langit bersih tak berawan. Clara berdiri di depan cermin, merapikan rambutnya dengan jepit bunga kecil yang pernah diberikan Luna. Gaun putih polos yang ia kenakan melambai pelan tertiup angin dari jendela yang terbuka. Di luar, terdengar suara tawa anak-anak dan gesekan sapu dari halaman.Kieran muncul di ambang pintu, mengenakan kemeja linen abu-abu dan celana panjang krem. Wajahnya teduh, matanya tak lepas dari sosok istrinya.“Kau masih secantik hari pertama kita bertemu,” ucapnya.Clara berbalik dan tersenyum. “Dan kau masih pandai membuatku lupa bagaimana caranya merasa takut.”Hari itu bukan hari biasa.Hari itu, mereka akan meninggalkan sesuatu yang lebih besar dari rumah pesisir mereka: sebuah nama, sebuah harapan, sebuah warisan.1. Simposium PerdamaianTenda besar didirikan di lapangan terbuka, tak jauh dari rumah mereka. Bangku-bangku kayu disusun rapi, dihiasi bunga kering dan anyaman daun.Orang-orang dari berbagai komunitas netral datang: dari barat yang pern

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 203

    Fajar menyelinap di sela tirai linen, menorehkan cahaya emas ke dinding rumah kayu mereka. Clara sudah terjaga, duduk di meja kecil menghadap jendela, menggambar dengan pensil arang di buku sketsanya. Di halamannya, tergambar wajah Luna yang sedang tertawa sambil memeluk tanaman rosemary.“Sudah pagi?” suara Kieran serak dari belakang.“Sudah,” jawab Clara tanpa menoleh. “Dan aku tak ingin melewatkan satu pun pagi bersamamu.”Ia menutup buku sketsa pelan. “Kita pernah hidup dalam hari-hari yang penuh bahaya. Tapi sekarang, setiap pagi seperti surat cinta dari semesta.”Kieran menarik kursi dan duduk di sampingnya. Ia mengambil tangan Clara dan mengecupnya dengan tenang.“Dan surat itu,” bisiknya, “kutulis ulang setiap hari... dalam detak jantungku.”1. Panggilan dari KotaDi tengah kesederhanaan itu, Aretha muncul dalam bentuk hologram kecil di ruang tamu.“Ada komunikasi dari Pusat Penyelaras Sipil. Mereka ingin mengundang Tuan dan Nyonya untuk berbicara dalam simposium tentang rek

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 202

    Langit di atas rumah pesisir itu bersih tak berawan, hanya sapuan tipis putih awan yang mengambang seperti mimpi yang tak ingin pergi. Clara berdiri di tepi tebing kecil yang menghadap langsung ke laut lepas, mengenakan gaun linen putih yang berkibar lembut ditiup angin. Di tangannya sebuah surat tua yang mulai menguning, ditulis tangan oleh Ayla—teman mereka yang telah pergi, namun meninggalkan warisan kenangan yang tak ternilai.“Dia menulisnya dua hari sebelum pengkhianatan terakhir di pusat markas,” ucap Kieran, yang berdiri beberapa langkah di belakangnya, membawa dua cangkir teh jahe hangat.Clara menoleh, menerima cangkirnya, dan tersenyum tipis. “Isi surat ini bukan sekadar perpisahan. Ini... seperti mandat untuk kita melanjutkan sesuatu.”Mereka duduk di bangku kayu yang menghadap laut, tempat favorit mereka setiap pagi. Angin membawa aroma garam, suara debur ombak, dan kicau burung camar—simfoni kehidupan baru yang jauh dari suara ledakan dan sandi-sandi perang.1. Rencan

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 201

    Mentari pagi menyembul perlahan dari balik bukit, membasuh langit dengan semburat keemasan. Clara membuka jendela besar di rumah pesisir yang mereka bangun bersama—sebuah rumah kecil bercat putih dengan atap biru laut, menghadap langsung ke samudra yang berkilauan.Angin membawa harum garam dan bunyi debur ombak ke dalam ruangan, membelai rambutnya yang tergerai. Kieran muncul dari belakang, mengenakan sweater tipis, lalu melingkarkan kedua lengannya ke pinggang Clara.“Tempat ini seperti mimpi,” bisik Clara.“Bukan mimpi lagi,” sahut Kieran pelan. “Ini kenyataan yang kita bangun sendiri.”1. Hari Tanpa TugasUntuk pertama kalinya sejak sekian lama, mereka tidak diburu jadwal, tidak ada sistem yang harus diperbaiki, tidak ada kode berbahaya yang perlu dibongkar. Hanya mereka berdua, dan waktu yang terasa melambat.Kieran membuatkan sarapan: roti panggang, telur mata sapi, dan teh herbal yang dulu biasa mereka minum di tengah operasi markas. Clara tertawa kecil saat Kieran berjuang

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 200

    Keterang hijau dawn lampu kota memudar perlahan ketika Clara dan Kieran menutup pintu ruang komando untuk malam terakhir mereka. Dua raga yang lelah, dua hati yang penuh luka—namun juga dua jiwa yang tumbuh lebih kuat oleh cinta dan persatuan.Mereka berjalan bergandengan menuju balkon atap, tempat bintang dan langit pagi menyambut. Aroma kopi hangat dan uap hujan semalam masih terasa, menambah kesyahduan momen."Kita berhasil," ucap Clara pelan, menatap wajah Kieran yang terpantul oleh kilau lampu jalan."Ya," jawab Kieran sambil membelai rambut Clara. "Ini hari terakhir konflik besar yang kita hadapi bersama. Sekarang kita punya kehidupan baru."1. Lambang Cincin Batu LautClara mengeluarkan kotak kecil berisi sepasang cincin sederhana: cincin Kieran terukir peta pulau tempat mereka berbulan madu, cincin Clara berhiaskan kelopak bunga liar yang mereka kumpulkan di dermaga malam itu."Ini lambang kisah kita," Clara berkata sambil menyematkan cincin pada jari Kieran. "Petualangan, ba

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 199

    Senja malam merayap cepat di cakrawala ketika Kieran, Clara, dan Samantha kembali ke ruang komando. Peta tiga dimensi Veritas terpancar di layar hologram—jalur pelayaran, lokasi gudang distribusi, dan rute pengiriman vektor biologis. Aretha mengatur status pra-serangan."Data Samantha sangat akurat," ucap Clara sambil menunjuk titik koordinat pelabuhan gelap. "Jika kita potong jalur itu, kita hentikan penyebaran sebelum dimulai."Kieran memekikkan jempol. "Kita butuh tim laut dan tim darat bekerja serentak. Clara, kamu dan Samantha tangani tanah: infiltrasi gudang distribusi. Aku pimpin tim laut ke kapal yang akan dipakai Veritas."Samantha menarik napas dalam. "Aku akan bawa logistik. Aku tahu rutenya—dari gudang mereka ke kapal selam kecil yang tersembunyi di Teluk Barat."1. Persiapan Dua FronDua tim bergerak:Tim Darat (Clara & Samantha): Menyusup ke gudang tersembunyi di pelabuhan tua, mengambil sample vektor, dan menanam perangkat remote dieback.Tim Laut (Kieran): Mengikuti

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status