Home / Young Adult / Di Balik Tirai / Bab 15 Permainan Dimulai

Share

Bab 15 Permainan Dimulai

Author: A. Rani
last update Last Updated: 2025-09-04 10:50:14

Maria menemukan surat itu di pagi yang cerah, terselip di bawah pintu rumahnya seperti undangan tak diinginkan yang datang tanpa pemberitahuan. Ia hampir tidak memperhatikan amplopnya, putih polos tanpa nama atau alamat pengirim. Namun, saat ia membukanya, darahnya seakan membeku. Hanya satu kalimat di sana, dengan tulisan tangan yang tegas dan dingin: “Aku tahu di mana kau tinggal.”

Jemarinya gemetar saat memegang kertas itu. Ia mencoba menenangkan napasnya, tetapi suara detak jantungnya terasa begitu keras di telinganya. Seisi ruangan yang tadi terasa hangat kini seolah mencekam. Maria berusaha berpikir rasional. Mungkin ini hanya lelucon bodoh dari seseorang yang iseng. Mungkin ini bukan seperti yang aku pikirkan, ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri, meskipun suara kecil di dalam kepalanya berteriak sebaliknya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Di Balik Tirai    Bab 20 Kau Milik Kami

    Dengan langkah pelan dan hati-hati, Maria keluar melalui pintu belakang, memastikan tidak ada suara yang bisa menarik perhatian. Angin malam terasa dingin di kulitnya, tetapi ia tidak peduli. Ia menemukan tangga di gudang, menariknya dengan cepat, dan membawanya ke dinding rumah. Ia mendirikan tangga itu di bawah atap dengan cermat, memastikan tidak ada suara keras.Langkah di atas atap terdengar lagi, kali ini lebih jelas. Jantung Maria berdegup begitu keras hingga ia merasa seluruh tubuhnya bergetar. Ia mulai memanjat, satu tangan memegang erat tangga sementara tangan lainnya tetap menggenggam pisau. Ketika ia mencapai puncak, ia melongokkan kepalanya dengan hati-hati, mencoba melihat siapa yang ada di atas sana.Cahaya bulan menerangi sebagian atap, dan Maria melihatnya. Seorang pria dengan tubuh tinggi dan jaket hitam berdiri di ujung atap, membelakangi dirinya. Kepala pria itu ber

  • Di Balik Tirai    Bab 19 Naik ke Atap

    Maria duduk di ruang tamu hingga larut malam, tidak membiarkan dirinya tertidur. Pisau dapur masih berada di tangannya, seolah-olah itu satu-satunya hal yang membuatnya merasa memiliki kendali. Di luar, angin berdesir pelan, membawa suara daun-daun yang bergesekan seperti bisikan. Tetapi Maria tahu lebih baik daripada mengabaikannya. Setiap suara bisa menjadi ancaman. Setiap bayangan bisa menjadi seseorang.Ketika Maria membuka pintu belakang rumahnya di pagi hari untuk memastikan semuanya aman, ia menemukan sesuatu yang membuat darahnya berhenti mengalir. Sebuah rekaman video ditinggalkan di depan pintu. Ketika ia memainkannya, itu adalah rekaman dirinya dan anak-anaknya di ruang tamu malam sebelumnya, diambil dari sudut luar jendela.Maria membuka pintu belakang dengan hati-hati, tangan kanannya masih menggenggam pisau dapur yang sejak malam tadi tak pernah ia lepaskan. Udara pagi te

  • Di Balik Tirai    Bab 18 Kau Tak Bisa Melarikan Diri

    Maria ingin berteriak, tetapi suaranya tertahan di tenggorokan. Ia tahu polisi tidak akan memberikan jawaban yang ia butuhkan. Jawaban itu harus ia temukan sendiri.Setelah polisi pergi, Maria duduk di kursi ruang tamu, memandang amplop dan foto itu yang sekarang tergeletak di meja di depannya. Pikirannya berpacu dengan kecepatan penuh, mencoba memahami bagaimana semuanya bisa sampai ke titik ini. Ancaman ini bukan lagi sekadar bayangan atau permainan pikiran. Ini adalah bukti bahwa seseorang telah melangkah ke dalam hidupnya, ke dalam ruang yang seharusnya tak tersentuh.Dewi datang beberapa menit kemudian, wajahnya tegang setelah mendengar kabar dari salah satu polisi yang ia kenal. “Maria, apa yang mereka temukan?” tanyanya, suaranya penuh kekhawatiran.Maria tidak menjawab. Ia hanya menunjuk ke arah foto di meja, dan Dewi se

  • Di Balik Tirai    Bab 17 Tak Ada Lagi Batas Aman

    Maria masuk kembali ke dalam rumah, mengunci semua pintu dengan panik. Namun, ketika ia memeriksa kamar anak-anaknya, ia menemukan sesuatu yang membuat darahnya berhenti mengalir—selembar kertas kecil yang tergeletak di atas bantal Putri, dengan tulisan yang sama: “Selalu.”Maria berdiri di ambang pintu kamar anak-anaknya, tubuhnya kaku seperti batu. Matanya terpaku pada selembar kertas kecil yang tergeletak di atas bantal Putri. Kertas itu, dengan tulisan yang sama seperti di belakang foto, seolah-olah berteriak dalam keheningan: “Selalu.”Tangannya meraih kertas itu dengan gemetar. Jantungnya berdetak begitu kencang hingga ia merasa akan kehilangan keseimbangan. Bagaimana mungkin ini bisa berada di sini? Ia telah memeriksa setiap pintu dan jendela, memastikan semuanya terkunci

  • Di Balik Tirai    Bab 15 Permainan Dimulai

    Maria menemukan surat itu di pagi yang cerah, terselip di bawah pintu rumahnya seperti undangan tak diinginkan yang datang tanpa pemberitahuan. Ia hampir tidak memperhatikan amplopnya, putih polos tanpa nama atau alamat pengirim. Namun, saat ia membukanya, darahnya seakan membeku. Hanya satu kalimat di sana, dengan tulisan tangan yang tegas dan dingin: “Aku tahu di mana kau tinggal.”Jemarinya gemetar saat memegang kertas itu. Ia mencoba menenangkan napasnya, tetapi suara detak jantungnya terasa begitu keras di telinganya. Seisi ruangan yang tadi terasa hangat kini seolah mencekam. Maria berusaha berpikir rasional. Mungkin ini hanya lelucon bodoh dari seseorang yang iseng. Mungkin ini bukan seperti yang aku pikirkan, ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri, meskipun suara kecil di dalam kepalanya berteriak sebaliknya.

  • Di Balik Tirai    Bab 16 Kepercayaan Terakhir

    Maria masuk ke dalam rumah, masih memegang boneka itu, dan meletakkannya di meja ruang tamu. Ia tidak bisa mengalihkan pandangannya darinya, seolah-olah boneka itu adalah simbol dari semua ketakutannya yang kini memiliki bentuk fisik.Putri dan Arif muncul dari kamar mereka, menggosok mata mereka yang masih mengantuk. “Ibu, ada apa?” tanya Putri dengan suara kecil.Maria memaksa tersenyum, menyembunyikan boneka itu dengan cepat di balik tubuhnya. “Tidak apa-apa, sayang. Hanya ada sesuatu di luar. Ibu sudah membereskannya.”“Tapi kenapa Ibu kelihatan takut?” Arif menatap ibunya dengan tatapan penuh rasa ingin tahu.Maria berlutut di depan mereka, menyentuh pipi mereka dengan lembut. “Ibu baik-baik saja,” katanya pelan, mencoba menenangkan anak-anakn

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status