Nicholas tidak menghiraukan pertanyaan Edisa.Nicholas beranjak maju, lalu tersenyum dan berkata, "Bi, aku pergi dulu. Aku tidak diterima di tempat ini."Khaliza mengangkat kedua alisnya dan bertanya, "Di mana undangan yang aku berikan?""Ada, kok. Aku sudah bilang, aku ada undangan, tapi mereka tidak percaya dan langsung mengusirku," Nicholas menjelaskan sambil mengeluarkan selembar undangan berwarna emas.Begitu melihat undangan ini, kepala Edisa langsung berdengung dan hampir pingsan. Edisa yang mencetak dan mengantar semua undangannya, tapi Samantha memang meminta satu undangan berwarna emas yang ingin diantarkan secara pribadi. Hanya ada satu undangan emas, Edisa tidak mungkin salah.Bagaimana Nicholas bisa memiliki undangan ini? Berdasarkan kata Colin, pemuda ini adalah pria miskin yang berasal dari keluarga biasa. Untuk makan saja susah, mana mungkin dia mengenal Samantha?Kenapa Samantha memberikan undangan ini kepada seorang pria miskin?Dalam sekejap, semua pandangan pun tert
"Tidak perlu." Nicholas tersenyum sambil berjalan ke luar. "Aku tidak mau merepotkan kalian, aku akan pergi."Setika, wajah Edisa langsung membeku, wajahnya terlihat pucat dan ketakutan.Ucapan Nicholas jelas sedang menyindir Edisa. Kalau tahu seperti ini, Edisa tidak mungkin berani menyinggung Nicholas."Tuan Nicholas, masalah ini ...." Edisa berencana untuk memohon kepada Nicholas."Pergi!" Nicholas memelototi sambil memarahinya, "Memangnya aku apa? Bisa diusir dan disuruh-suruh sesukamu?"Tubuh Edisa bergetar, dia pun jatuh dan berlutut di lantai. Namun, hati Nicholas tidak luluh, dia menggandeng Karen dan pergi.Melihat reaksi Nicholas, Khaliza mengerutkan alisnya dan berkata, "Maaf, Keluarga Tansil sudah tidak bekerja sama dengan Mondial Jewelry."Begitu mendengar pernyataan Khaliza, Edisa langsung tersungkur di lantai. "Bu Khaliza, tolong berikan aku satu kesempatan lagi. Aku mohon, berikan aku satu kesempatan lagi. Aku berjanji, aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.""A
"Baik!" Edisa bergegas menjawab Mario. Tak hanya Mario, Edisa pun sangat marah, dia merasa sangat bodoh, untuk apa mendengarkan bocah itu?Kemudian, Edisa mengangkat kepalanya dan menatap Colin yang pucat.Perasaan Colin terasa bercampur aduk, seluruh tubuhnya lemas sampai gemetaran. "Bibi ....""Plak!" Edisa mengangkat tangannya dan menatap Colin di depan umum.Meskipun ayahnya Colin adalah pemilik Mondial Jewelry, Edisa memiliki jabatan yang cukup tinggi. Bisa dibilang, Edisa adalah orang kedua setelah Mario. Ketika menampar Colin, Edisa tidak memiliki beban moral. Anak ini memang pantas dihajar."Semua gara-gara kebodohanmu!" Edisa menggertakkan giginya sambil meraung kecil. "Apa yang sebenarnya terjadi?""Aku ...." Colin berbicara terbata-bata, dia tidak tahu harus bagaimana menjelaskannya."Kalau kamu tidak mau mengatakannya, aku akan pergi sekarang juga. Biar kamu saja yang membereskan kekacauan di sini. Jangan mencariku lagi!" Edisa melepaskan kartu tanda pengenal, lalu memberik
Nicholas menoleh sambil mengerutkan alis."Tuan Nicholas, semua salahku, tolong maafkan aku. Kita bisa membicarakan semuanya, aku mohon, ampuni aku!" Ekspresi Colin terlihat memelas.Raut wajah Nicholas terlihat dingin. Dia menatap Colin dan menjawab, "Mengampuni kalian?""Iya, aku yang buta, aku tidak pintar menilai orang dan terlalu bodoh. Aku mohon, ampuni aku!" Meskipun terpaksa, Colin tetap berusaha untuk menunjukkan senyuman tulus.Ketika melihat ke sekeliling, tiba-tiba Nicholas teringat kejadian pada hari itu. Nicholas juga berdiri di tempa ini saat Felita dan Colin mempermalukannya.Terkadang, takdir memang konyol. Dalam sekejap mata, mereka pun kembali ke tempat ini."Kalian pulang duluan." Nicholas memandang Karen dan Sandy, lalu melambaikan tangan.Karen hanya menundukkan kepala, dia tidak tahu harus berkata apa. Hingga saat ini, kepala Karen masih dipenuhi kebingungan. Dia hanya tahu bahwa Nicholas telah memainkan sebuah lagu yang sangat merdu. Selain itu, Karen sama sekal
"Harusnya kamu bersyukur Tuan Nicholas masih memandangmu! Jangan berlagak suci di sini!" Colin menarik rambut Felita dan menjambaknya. "Masih berani membangkang?"Nicholas tidak nyaman melihat Colin yang memperlakukan Felita secara kasar.Gadis yang dulu sangat dicintai dan dilindungi Nicholas, malah diperlakukan seperti sampah oleh orang lain. Seketika, perasaan Nicholas terasa campur aduk.Felita mengangkat kepalanya, tatapannya dipenuhi dengan ketakutan."Cukup." Nicholas melambaikan tangan sambil menggelengkan kepala."Tuan Nicholas, apakah kamu sudah memaafkanku?" Wajah Colin terlihat berseri-seri.Wajah Nicholas terlihat sangat masam, tapi tidak ada yang bisa menebak isi hatinya."Tuan Nicholas, kalau kamu masih tidak puas, aku ...." Colin bergegas membujuknya."Tidak perlu." Nicholas melambaikan tangan sambil memandang Felita. "Rapikan dirimu.""Tunggu Tuan Nicholas di Hotel Hilton," Colin memerintahkan Felita.Nicholas mengerutkan alis, ekspresinya terlihat muram. Dia hanya ing
Colin ketakutan sampai meringkuk. "Ayah, dengarkan aku, ini bukan salahku! Nicholas yang selalu mencari masalah, dia bahkan mau merebut pacarku. Ayah, aku sudah mengalah dan memberikan Felita kepadanya.""Orang seperti apa yang telah kamu singgung?" Tangan dan tubuh Mario terlihat gemetaran."Ayah, dia bukan siapa-siapa, cuma pemuda miskin yang mengembalikan dompet yang jatuh dan diberi imbalan oleh pemiliknya. Aku curiga, jangan-jangan dompet itu adalah milik Keluarga Tansil, makanya Nicholas diundang ke sini. Kalau tidak, bagaimana mungkin Keluarga Tansil mengundang seorang pemuda miskin?" Colin menjelaskan secara cepat karena takut dihajar."Mengembalikan dompet yang jatuh?" Mario agak lega setelah mendengarnya. Setidaknya, Nicholas dan Keluarga Tansil tidak mempunyai hubungan yang terlalu erat.Pemuda itu hanya menemukan dompet Keluarga Tansil, bukan orang yang terlalu penting. Mungkin Keluarga Tansil hanya ingin balas budi. Keluarga Tansil hanya ingin menunjukkan kebaikan, anggap
Hotel Hilton ada hotel mewah yang terletak di dekat Universitas Bahasa Asing Mano.Banyak pasangan muda yang berkencan di Hotel Hilton, bukan hanya karena hotelnya yang murah, tapi juga pelayanannya yang bagus.Setibanya di hotel, Nicholas langsung masuk ke dalam lift dan naik ke atas.Ting tong ....Setelah pintu lift terbuka, Nicholas melihat kedua kamar yang berada di hadapannya. Kedua kamar ini adalah kamar VIP, hanya tamu khusus yang boleh memesan kamar ini.Nicholas berdiri dan melamun selama beberapa menit. Kemudian, dia maju dan membuka pintu kamar secara perlahan-lahan. Ternyata, pintu kamar tidak dikunci. Jadi, Nicholas langsung beranjak masuk.Sesampainya di dalam kamar yang gelap, Nicholas melihat Felita yang berdiri di tepi jendela dan membelakanginya. Felita hanya mengenakan sehelai handuk, bahu dan kakinya yang indah terpampang jelas. Rambut Felita masih basah, dia pasti baru selesai mandi.Saat mendengar suara, Felita sontak menoleh. Dia memandang Nicholas dengan tatapa
Nicholas berhenti, lalu menoleh ke belakang."Aku sudah menyadari kesalahanku, aku masih menyukaimu. Kamu juga masih menyukaiku, 'kan?" tanya Suzy dengan nada memelas. "Nic, kamu masih mencintaiku, 'kan? Emm, kamu belum pernah melihatku mandi. Apakah kamu mau melihatnya?"Tiba-tiba, Nicholas pun merasa jijik. "Felita, jangan sikapmu. Aku jijik melihatnya!""Nic, jangan pergi ...." Felita berusaha menahan Nicholas.Nicholas berjalan ke luar tanpa memedulikan Felita."Nicholas!" Felita berlutut sambil menangis tersedu-sedu. "Nic, aku tahu, kamu pasti dendam, tapi aku juga nggak punya pilihan lain. Aku memang matrealistis, aku menyukai kekayaan, apa ada yang salah? Di dunia ini, ada banyak orang yang seperti aku, apakah kami salah? Aku mohon, tolong bantu aku ...."Nicholas mengerutkan alisnya. Meskipun sudah memegang gagang pintu, dia tidak buru-buru pergi."Nic, Colin baru saja meneleponku, dia menyuruhku untuk menggodamu. Dia mau menggerebek kita yang sedang bermesraan. Kalau aku melak