"Ha! Kenapa aku malah berdandan!"
Ashley dengan cepat menghapus riasannya dan tertawa miris di depan cermin. Sebuah kebiasaan memang benar-benar mengerikan. Selama tiga tahun dia terbiasa berdandan dahulu sebelum bertemu Carlos Montero, dan sekarang, saat berangkat bekerja ke kediaman Montero, tanpa sadar dia berdandan seperti dulu. "Sadar, Ash. Sadar. Kamu bekerja untuk Claython Montero sekarang, bukan Carlos Montero. Mereka sama-sama Montero, tapi berbeda," ucap Ashley, mensugesti dirinya sendiri bahwa dia sekarang berbeda dan tidak harus tampil sempurna meski pergi ke tempat di mana ada Carlos di sana. "Haaa, ini semua gara-gara Carlos yang terus mengganggu beberapa hari terakhir ini," Rumah Montero sepi seperti biasa, hari ini pun tak ada tanda-tanda Carlos di rumah sehingga Ashley mengerjakan tugasnya dengan tenang. Pagi hari berjalan lancar, setelah menyiapkan makan siang untuk Claython, Ashley masuk kamar dan beristirahat. DING DONG! Suara bel pintu gerbang mengganggu tidur Ashley. Wanita yang baru bangun itu segera keluar dari kamar dan menuju pintu depan. "Di mana security? Bagaimana bisa mereka tidak ada di saat seperti ini?" gerutu Ashley sambil menguap. Ashley berjalan ke pintu gerbang untuk melihat siapa yang datang, rupanya seorang kurir paket. "Pakeeet!" Seorang tukang paket berteriak di depan gerbang, Ashley segera membuka pintu gerbang dan mengambil paket, tertulis atas nama Claython Montero di sana. "Hmm, dia rupanya juga seperti manusia biasa, yang membeli paket seperti ini," gumam Ashley saat memegang kotak paket di tangan, tersenyum sendiri. Saking tak pernah keluarnya Claython, Ashley sampai berpikir bahwa mungkin saja dia bukan manusia biasa, sudah seminggu sejak Ashley bekerja di sini dan dia hanya pernah melihat Claython dua kali saja. "Ketampanan yang sia-sia," ucap Ashley sambil geleng-geleng kepala. Dia tak tahu bagaimana dan apa alasan Claython sampai menarik diri dari kehidupan sosial, tapi bagaimana pun juga, Ashley merasa cukup simpati dengan keadaannya. Saat Ashley membuka pintu, seseorang rupanya sudah menunggu di dalam. "Astaga!" Reflek, Ashley berteriak ketika melihat Carlos, yang entah kapan pulang ke rumah, kini berdiri sambil berkacak pinggang di depannya. Senyum sinis tercetak di wajah tampan pria tegap itu. Dia kini memakai kemeja putih dengan lengan digulung, sementara kancing baju atasnya terbuka satu. Penampilan Carlos Montero masih terlihat mulia dan tinggi, tapi tak dipungkiri, aura sensual terpancar begitu kuat darinya. "Habis bertemu siapa?" Carlos bertanya dingin, tatapannya yang tajam seperti membekukan tulang. Ekspresi Carlos saat ini jelas menunjukkan rasa ketidaksukaan. "S-siapa? Aku hanya.... " Tenggorokan Ashley rasanya seperti tersumbat sesuatu sehingga dia bahkan tak bisa berbicara dengan lancar. Terbiasa harus bersih tanpa bertemu pria mana pun saat bersama Carlos, membuat reflek tubuhnya gugup tanpa alasan. Padahal dia baru saja bertemu kurir, orang yang bahkan tak penting sama sekali dan tak harus membuat Ashley gugup seperti ini di depan Carlos. "Siapa?" Carlos mengulangi pertanyaannya dengan raut tak suka, berjalan cepat ke arah Ashley yang tengah memegang paket milik Claython. "T-tukang antar paket! Aku mengambilnya karena tak ada yang muncul di gerbang!" seru Ashley dengan suara gagap saat menyadari keberadaan Carlos yang mendominasi di depannya. Carlos tersenyum sinis, mencengkeram pipi Ashley. "Kurir paket? Lalu kenapa kamu tersenyum-senyum setelah bertemu dia?" Nada suara Carlos menajam, alis ramping pria tampan itu berkerut dalam seakan-akan menyimpan kemarahan membara. "S-siapa yang tersenyum! Aku hanya...!" Kata tak selesai, karena Carlos mencengkeram pipi Ashley lebih erat sehingga wanita itu mengaduh kesakitan. "Sejak kapan senyummu begitu murah, Ash?" Suara Carlos seperti orang yang begitu cemburu, sehingga membuat Ashley kebingungan. "Kenapa kamu seperti ini.... " "Aku tanya, sejak kapan kamu jadi mudah tersenyum ke sembarangan pria!" Nada suara Carlos meninggi, dia mendorong tubuh Ashley sehingga punggungnya menabrak dinding. Ashley mengaduh kesakitan, sementara Carlos, yang kini memenjara tubuh wanita itu dengan lengannya, tampak tak kasihan sama sekali. "C-Carl. Lepaskan, sakiit.... " Satu tangan Ashley memegang tangan Carlos yang sedang mencengkeram pipinya, mata wanita cantik itu sudah basah oleh air mata. Dia benar-benar kesakitan, cengkraman Carlos tidak main-main. Carlos sendiri tampak berjuang dengan emosinya, dia memejamkan mata dan mendongak untuk menenangkan diri. Beberapa saat kemudian, cengkraman tangan Carlos di pipi Ashley mulai mengendur. "Tidak boleh, Ash." Carlos yang kini menunduk dan menempelkan keningnya di kening Ashley, berkata dengan suara pelan. "Kamu tidak boleh tersenyum dengan siapa pun, dengan pria mana pun, kecuali aku." Kata-kata itu terlontar dengan nada tegas, meski diucapkan dengan pelan. Mata elang Carlos menatap tajam pada Ashley, yang saking ketakutannya, mengangguk cepat. "Iya. Iya, Carl. Aku tidak akan tersenyum pada siapa pun lagi, tolong lepaskan aku," rengek gadis itu dengan badan gemetar. Ekspresi tegang Carlos tampak melunak saat mendengar Ashley mengatakan hal itu, membuat Ashley diam-diam merasa lega. Ashley merasa sedikit bersalah karena berbohong, tapi dia benar-benar takut dengan pria dingin ini. Ashley tak mengerti, kenapa Carlos terus bersikap aneh semenjak hubungan kontrak mereka berakhir? Dia bahkan menunjukkan ke posesifan yang tak wajar. "Janji?" Carlos membisikkan pertanyaan itu di dekat telinga Ashley, yang dibalas Ashley dengan anggukan cepat. "Janji, aku janji!" Bahu lebar Carlos yang tampak tegang kini mengendur, seperti binatang buas yang jinak. Ashley benar-benar yakin bahwa kemarahan pria ini sudah menghilang. Carlos menundukkan kepalanya, menjilat satu bulir air mata di pipi Ashley yang kemerahan. Pandangan mereka bertemu, dan pada saat itu, kelegaan di hati Ashley seketika lenyap saat dia melihat senyum sinis di wajah Carlos. "Beraninya kamu membohongiku sekarang, Ashley?" Kata-kata dingin Carlos, seketika membuat wajah Ashley memucat.Setelah keputusan besar yang diambil oleh Carlos, hidupnya mulai bergerak ke arah yang baru. Meskipun ada perasaan kehilangan dan perpisahan, Carlos merasa ada kedamaian dalam dirinya, meskipun perjalanannya untuk menemukan kebahagiaan belum berakhir. Melihat Clython dan Ashley yang akhirnya bisa bersama dan bahagia, Carlos merasa senang untuk mereka, tetapi dia tahu, itu adalah bagian dari perjalanan hidup mereka yang berbeda dari dirinya. Clython dan Ashley menjalani hubungan mereka dengan penuh cinta dan saling mendukung. Mereka berdua merasa seperti telah melalui banyak hal bersama—dari masa sulit dengan ibu Clython hingga cobaan yang mereka hadapi saat bersama. Kini mereka dapat menikmati kebersamaan mereka, bebas dari rasa cemas dan tertekan, hidup dengan cara mereka sendiri. Clython semakin memahami bahwa ia bisa memilih jalannya sendiri, dan dengan Ashley di sisinya, dia merasa lebih kuat dan lebih siap menghadapi masa depan. Sementara itu, Carlos merasa bahwa mungkin sudah
Carlos akhirnya memutuskan untuk berbicara dengan ibu Clython, meskipun dia tahu ini bukanlah percakapan yang mudah. Dengan hati yang penuh tekad dan niat baik, dia pergi menemui ibunya di rumah keluarga Clython, bertekad untuk membuka mata wanita itu tentang bagaimana perasaannya terhadap anak-anaknya, terutama Clython. Ketika Carlos tiba di rumah, ibu Clython sedang duduk di ruang tamu, wajahnya masih tampak lelah dan cemas setelah peristiwa yang terjadi sebelumnya. Carlos berdiri di depan pintu, menarik napas dalam-dalam, dan kemudian mulai berbicara. "Ibu, saya tahu ini sulit untuk diterima, tapi saya rasa sudah waktunya kita berbicara tentang apa yang terjadi. Tentang Clython, tentang hubungan kalian, dan tentang apa yang sebenarnya terjadi di hati anak-anak kita," kata Carlos dengan nada lembut namun tegas. "Saya tahu Anda hanya ingin yang terbaik untuknya, tapi memaksakan kehendak seperti ini hanya membuatnya semakin tertekan." Ibu Clython menatapnya, terlihat sedikit terke
Setelah percakapan yang sangat emosional dan penuh ketegangan dengan ibunya, Clython merasa tidak ada lagi jalan lain selain pergi. Hatinya yang sudah terlalu lama terkekang, akhirnya meledak, dan dia mengambil keputusan besar untuk kabur dari rumah. Tanpa memberi tahu siapa pun, dia meninggalkan mansion keluarga dengan membawa sedikit barang, hanya untuk mencari kebebasan yang dia yakini akan membawanya ke kebahagiaan—bersama Ashley. Ibunya yang terkejut dan marah, tidak tahu harus berbuat apa. Dia tidak pernah membayangkan bahwa Clython akan sampai sejauh ini, meninggalkan rumah tanpa memberi tahu siapa pun. Setelah beberapa jam mencoba menghubungi Clython tanpa hasil, ibu Clython merasa cemas dan panik. Dalam keadaan putus asa, dia akhirnya memutuskan untuk menelepon seseorang yang dia pikir bisa membantu—Carlos. Carlos yang baru saja menghabiskan waktu sendiri, merasa terkejut ketika mendengar telepon dari ibu Clython. Meskipun hubungan mereka pernah tegang dan penuh ketidakpas
Setelah mendengar kabar bahwa Clython berpacaran dengan Ashley, ibu Clython merasa sangat terganggu dan kecewa, merasa bahwa status sosial mereka bisa terancam karena hubungan tersebut. Ketakutannya akan dampak reputasi keluarga dan bagaimana orang lain akan melihatnya membuatnya mengambil langkah drastis. Suatu pagi, ibu Clython memanggil Ashley untuk berbicara di ruang kerjanya. Suasana terasa sangat tegang. Ketika Ashley memasuki ruangan, ibu Clython memandangnya dengan tatapan dingin. "Ashley, aku ingin berbicara denganmu tentang sesuatu yang sangat serius," kata ibu Clython dengan nada tegas. "Aku baru saja mengetahui bahwa kamu sedang menjalin hubungan dengan putraku, Clython." Ashley merasa gugup, namun berusaha tetap tenang. "Ibu, saya... saya hanya ingin yang terbaik untuk Clython. Kami berdua saling mencintai, dan saya tidak ingin ada masalah." Namun, ibu Clython tidak menunjukkan tanda-tanda memahami. Wajahnya semakin serius dan kaku. "Tidak ada tempat untukmu di sini
Clython menatap Ashley dengan serius, sebuah rencana yang sudah dia pikirkan matang-matang di benaknya. "Ashley," katanya dengan suara penuh keyakinan, "Aku merasa kita harus memberitahu ibuku. Aku ingin dia tahu bahwa kita sekarang bersama, bahwa aku berkomitmen padamu. Aku rasa ini saat yang tepat." Ashley menundukkan kepalanya sejenak, memikirkan kata-kata Clython. Dia tahu betapa pentingnya ini bagi Clython, tetapi dalam dirinya, ada perasaan ragu yang mengganjal. Mengungkapkan hubungan ini, terutama kepada ibunya yang juga majikan Ashley, terasa seperti langkah besar, dan dia merasa belum sepenuhnya siap. "Aku paham, Clython," jawab Ashley dengan suara lembut, "Tapi aku... aku belum siap. Ini semua terasa begitu cepat, dan aku merasa perlu waktu untuk benar-benar merasa nyaman dengan langkah itu." Clython terdiam sejenak, melihat ekspresi cemas di wajah Ashley. Dia tahu bahwa meskipun dia ingin segera memperkenalkan hubungan mereka, dia tidak ingin memaksakan apa pun pada Ash
Setelah ciuman itu, suasana antara Ashley dan Clython terasa begitu intens, penuh dengan perasaan yang belum pernah mereka ungkapkan sebelumnya. Namun, di tengah kehangatan pelukan mereka, Ashley merasa ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya, sesuatu yang tiba-tiba muncul. Dia menarik napas dalam-dalam, seakan ingin memastikan dirinya terlebih dahulu sebelum bertanya. Clython, yang merasakan perubahan kecil dalam sikap Ashley, melepaskan pelukan mereka perlahan dan menatapnya dengan penuh perhatian. "Ada apa, Ashley?" tanya Clython, suaranya lembut, namun penuh dengan rasa ingin tahu. Ashley menghela napas, sedikit ragu, namun dia tahu dia harus bertanya. "Clython, aku... aku ingin bertanya sesuatu. Ini mungkin terdengar aneh, tapi... siapa pacarmu sebelum aku?" matanya menatapnya dengan jujur, namun ada sedikit kecemasan di sana. Clython terdiam sejenak, tampaknya terkejut dengan pertanyaan itu. Dia mengamati wajah Ashley, dan kemudian mengangguk pelan. "Kamu tahu, sebelum kit