Share

Sebuah Kenyataan yang Menyakitkan

#DBn

Bab 2 Sebuah Kenyataan yang Menyakitkan 

Benar, laki-laki yang memberikan sandal jepit pada Hanna itu bernama Hafiz. Yang mana sebetulnya ia adalah calon suami dari Mala. 

Hafiz sendiri sebenarnya tak jauh beda dengan Mala. Dengan tujuan selain beribadah ia juga ingin berbakti pada ibunya, ia terpaksa menerima perjodohan yang diberikan untuknya. Dan karena hal itu lah yang membuat hatinya belum bisa menerima Mala sepenuhnya. Alhasil ia tak bisa mengendalikan perasaannya ketika bertemu dengan Hanna yang telah membuatnya jatuh hati pada pandangan pertama. 

***

Tak terasa hari pernikahan Mala sudah di depan mata. Hanna sebagai sahabat sungguh ikut berbahagia. Meskipun ia tahu jika calon suami dari Mala adalah orang yang pertama kali dalam hidupnya berhasil mencuri perhatiannya. 

Ya, ternyata takdir baik sedang tak berpihak pada Hanna. Laki-laki yang berhasil mencuri perhatiannya di masjid Arrahman kala itu adalah seseorang yang sebentar lagi akan menjadi suami dari sahabatnya sendiri. 

Sedih? Tentu saja. Hanna memang ikut bahagia dengan pernikahan Mala. Akan tetapi ia juga tak bisa memungkiri kalau dirinya juga merasa bersedih atas pernikahan ini. 

Walau begitu Hanna tetap berusaha tersenyum di hari yang sakral untuk sahabatnya itu. Hanna percaya jika Hafiz mungkin memang bukan takdirnya. Melainkan takdir sahabatnya. 

"Gimana, Han? Cantik, kan, aku?" Sambil terus tersenyum bahagia Mala memutar badannya guna memperlihatkan gaun pengantin yang ia kenakan. 

"MasyaaAllah, cantik banget kamu, Mala," balas Hanna seraya tersenyum pada sahabatnya itu. Senyum palsu guna menutupi rasa sakit di hatinya. 

Mala tampak bahagia pada hari ini. Hari dimana yang selalu ia tunggu-tunggu setelah khitbah yang dilakukan Hafiz padanya saat itu. Aura wajahnya pun ikut tampak berbeda. Mungkin memang benar kata orang, jika seseorang hendak menikah maka ada aura tersendiri yang tak biasa ada pada dirinya. Sama hal nya yang saat ini Mala rasakan. 

Disaat Mala masih sibuk bercermin, tiba-tiba Hanna teringat dengan perkataan dari seorang ibu paruh baya yang sempat mengobrol ringan dengannya ketika ia sedang berada di masjid Arrahman beberapa hari yang lalu. Dimana awalnya Hanna dan ibu tersebut hanya berbasa-basi biasa. Sampai pada akhirnya seseibu itu menasihati Hanna perihal jodoh. 

"Kalau kamu udah nemu laki-laki yang sholih, baik agamanya, baik sifatnya dan baik semuanya, langsung aja dilamar. Jangan gengsi karena Bunda Khadijah aja waktu itu yang melamar nabi, kan?" kata seseibu itu. 

Mendengar perkataan dari orang yang baru dikenalnya itu membuat Hanna tersadar dan berniat untuk menyatakan keinginannya untuk melamar laki-laki yang sempat mencuri perhatiannya tersebut. Dengan modal kalau Hanna tahu bahwa laki-laki itu adalah salah satu imam di masjid tersebut. 

Sayangnya, belum sempat niat itu terlaksanakan, beberapa hari menjelang hari pernikahan Mala, Hanna mendapati jika laki-laki itu ternyata adalah Hafiz.

Ya, Hafiz calon suami dari Mala.

Sontak hal itu membuat Hanna kecewa dengan keadaan. Dan di momen itu untuk pertama kali nya dalam hidup Hanna, dirinya merasakan yang namanya patah hati. 

Selain patah hati, kecewa Hanna juga merasa jika dirinya terlalu bod*h lantaran begitu mudahnya jatuh cinta dengan pria yang baru beberapa kali ia lihat. Di titik ini Hanna terus berucap istighfar berulang kali guna bisa menenangkan hatinya. 

"Han? Kamu, kok, nangis?" Mala tiba-tiba sudah berada di depan Hanna. Mencoba menghapus air mata yang ternyata sudah membasahi pipi Hanna. 

Hanna yang tersadar dari lamunannya reflek tersenyum guna menutupi rasa sedihnya yang mendadak muncul itu. 

"Duuh, jadi luntur kan cantiknya," ucap Mala. Maksud hati ingin menghibur sahabatnya itu. 

"Aku gak pa-pa, kok. Aku cuma bahagia aja kamu bisa menikah dengan laki-laki yang kamu cintai," kata Hanna yang lantas membuat Mala memeluknya.

"Terima kasih, Han. Semoga kelak kamu bisa mendapatkan jodoh yang terbaik untukmu," kata Mala. 

Jleb! 

Mendengar doa yang diberikan sahabatnya itu membuat Hanna kembali tersadar. Bukan hanya tak berjodoh, mungkin Hafiz memang bukan yang terbaik untuknya. Tapi Hafiz bisa jadi yang terbaik untuk sahabatnya. 

***

"Sah!"

"Alhamdulillah .... "

Serentak para tamu undangan berucap syukur dengan dilancarkannya ijab qobul yang diucapkan Hafiz untuk Mala. Sah sudah lah dua insan yang bertemu atas izin Allah itu. 

Dari kejauhan Hanna mencoba menahan perih dihatinya. Sekeras apapun ia berusaha melupakan Hafiz, tapi nyatanya hal itu tak mudah baginya. Hanna tetap saja meneteskan air matanya melihat Mala bersanding dengan Hafiz. 

"Astaghfirullah ... Aku gak boleh kayak gini," batin Hanna sembari mengusap air matanya. Ia tak ingin dilihat banyak orang karena menangis di hari bahagia ini. 

"Aku gak boleh sedih. Gak boleh!" gumam Hanna lalu berusaha tersenyum kembali melihat kebahagiaan yang memenuhi acara pagi ini. 

"Terima kasih, Nak kamu sudah legowo dengan pernikahan ini."  Hanna dibuat tersentak mendengar suara seseibu yang tiba-tiba muncul di sampingnya. 

Benar, seseibu itu adalah Bu Sari. Ibu dari Hafiz yang mana Hanna sendiri baru saja mengetahuinya setelah seseibu itu memperkenalkan diri. Pantas saja sejak Hanna melihat seseibu itu di pernikahan Mala hari ini ia merasa tidak asing. Namun, ia juga tak tahu jika ternyata seseibu itu adalah ibu dari sang pengantin pria. Sebab, awalnya Hanna berpikir kalau kedatangan Bu Sari hanya sebatas tamu undangan saja. 

"Ibu?" Hanna menyadari jika Bu Sari adalah seseibu yang menasihatinya di masjid waktu itu. 

Bu Sari tersenyum. "Kamu gadis yang baik. Allah pasti kasih kamu jodoh yang juga baik. Bahkan mungkin lebih baik dari anak Ibu," kata bu Sari yang membuat Hanna tak paham. 

Meski tak paham dengan arah tujuan ucapan Bu Sari barusan, namun sebagai sikap sopan santun Hanna pun membalas dengan lembut. 

"Aamiin. Terima kasih doa baiknya, Bu," kata Hanna sambil tersenyum. 

Bu Sari lantas mengatakan sesuatu yang membuat hati Hanna seketika merasa perih. Dimana Bu Sari dengan terang-terangan menyampaikan jika beliau tahu bahwa anak lelakinya alias Hafiz pernah bercerita jika dirinya merasa jatuh cinta dengan gadis selain Mala. Ya, gadis yang pernah Hafiz berikan sepasang sandal jepit karena gadis tersebut telah kehilangan sepatunya. 

Mendengar hal itu Hanna semakin sesak dibuatnya. Baru beberapa jam yang lalu Hanna bertekad ingin melupakan Hafiz, tapi sekarang mengapa ia malah mendapati kenyataan jika sebetulnya cintanya tak bertepuk sebelah tangan. 

"Ibu tau gadis itu kamu. Dan ketika kita ngobrol pertama kali itu, Ibu juga tau kalau kamu punya perasaan yang sama dengan anak Ibu. Tapi maaf ya, Nak ... Semua ini kembali lagi kepada Sang Pencipta. Hafiz mungkin bukan jodohmu, tapi percayalah pasti Allah akan kasih yang terbaik. Bahkan lebih baik dari anak Ibu," tutur Bu Sari lembut. 

Meski begitu entah mengapa hati Hanna tetap merasa perih mendengarnya. Sampai-sampai ia tak kuasa lagi menahan air matanya. 

"Semua yang terjadi pada hidup kita sudah menjadi ketetapan–Nya, bukan? Jadi, lupakan Hafiz dan berbahagia lah atas pernikahan sahabatmu itu," kata Bu Sari lagi dengan raut wajah penuh harap. 

Hanna menghela napasnya. Sekuat tenaga ia mengulas senyum untuk Bu Sari. Lalu dengan suara lirih ia menjawab, "Iya, Bu."

Bu Sari pergi meninggalkan Hanna. Dan dititik ini pula lah Hanna melangkah keluar masjid guna menenangkan hatinya. Ia sudah berusaha ikhlas dan legowo tetapi rasa sakit tetaplah masih ada. Begitu juga dengan tetesan air matanya yang kini tak bisa ia kontrol.

Hanna menangis menahan perih sambil berlari meninggalkan acara. 

"Astaghfirullah!" Karena terburu-buru Hanna tak sengaja menabrak seseorang. 

"Maaf," ucap Hanna tanpa melihat siapa yang ia tabrak. Dalam keadaan masih terisak Hanna pun berlari meninggalkan orang itu tanpa menunggu respon darinya. 

Kim Yoongi. Nama lelaki yang barusan Hanna tabrak tanpa sengaja itu memperhatikan langkah Hanna yang pergi begitu saja. Tanpa banyak berpikir Yoongi –nama panggilan Kim Yoongi– mengejar Hanna yang lebih dulu pergi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status