Share

Di Bawah Ketetapan-Nya (Ketika Dia Bukanlah Takdirku)
Di Bawah Ketetapan-Nya (Ketika Dia Bukanlah Takdirku)
Author: OptimisNa_12

Satu Insan yang Memikat Dua Hati

#DBN

Di bawah Ketetapan-Nya (Ketika Dia Bukanlah Takdirku) 

Bab 1 Satu insan yang memikat dua hati

"Hanna!" teriak Mala dari kejauhan tepat setelah Hanna keluar dari kereta.  

Hanna menoleh kearah sumber suara. Dengan senyum mengembang ia membalas panggilan sahabatnya dengan lambaikan tangan. 

Ketika kedua netra dari dua insan itu saling bertemu, Hanna dan Mala pun dengan sedikit berlari kecil akhirnya bersatu dan berpelukan guna melepas rindu yang teramat besar. Sebab, bertahun-tahun sudah mereka tak berjumpa karena kala itu Mala terpaksa harus ikut dengan kedua orang tuanya yang sudah pensiun dari pekerjaannya dan ingin kembali ke kota kelahiran mereka yakni di kota Solo. 

Sebuah kota kecil yang memiliki budaya jawa cukup kental. Selain itu kota ini pula lah yang nantinya akan menjadi tempat tinggal sekaligus tempat bekerja Hanna selama kontrak mengajarnya di sebuah sekolah menengah pertama berbasis islam berlangsung. 

"Assalamualaikum sahabatku," ucap Hanna sembari melepas pelukannya dengan Mala. 

"Wa'alaikumussalam warrohamtullahi wabaarokaatuh," balas Mala dengan senyum yang sumringah. Tampak jelas kebahagiaan melekat di hatinya. 

"Makin cantik aja kamu, Han. Gemes aku!" ujar Mala sambil mencubit gemas pipi Hanna.

 "Gimana kabarmu?" tanya Mala kemudian. 

"Alhamdulillah aku baik, kok. Gimana kamu?" tanya Hanna balik dengan senyum manis yang menghiasi wajahnya. 

"Aku juga baik, alhamdulillah."

Sedikit obrolan ringan pun terjadi. Lalu Mala yang lebih mengetahui bagaimana situasi kota Solo akhirnya mengajak Hanna untuk mencari makan supaya lebih banyak punya waktu untuk saling melepas rindu. 

"Gimana? Di jalan ketemu apa gitu gak?" tanya Mala yang betul-betul menunjukkan raut wajah bahagianya. 

"Ketemu apa?" Hanna pura-pura berpikir sebab ia tahu kalau sahabatnya itu hanya sedang mencoba mengodanya saja. 

"Jodoh kali. Ha ha ha!" Dan rupanya benar tebakan Hanna. Dengan recehnya Mala menjawab pertanyaannya sendiri. 

Ya begitulah kedua sahabat itu. Saling melengkapi satu sama lain meski terlihat jelas perbedaan sifat dari keduanya. Dimana Hanna yang lebih terlihat kalem dan tak banyak bertingkah berbanding terbalik dengan Mala yang lebih sering menampakkan keekspresiannya. 

"Aku dijodohkan, Han," kata Mala di tengah-tengah obrolan mereka. 

Mendengar perkataan Mala barusan seketika membuat Hanna terbatuk. Ia tampat terkejut dengan berita yang disampaikan sahabatnya itu. Bagaimana bisa diusia Mala yang masih muda tapi sudah akan dinikahkan? 

Karena penasaran Hanna pun menanyakan perihal perjodohan yang dijalankan Mala saat ini.  Dimana calon suami Mala adalah seorang laki-laki lulusan sebuah pondok pesantren yang ada di Boyolali. Tak banyak yang Mala tahu tentang calon suaminya itu termasuk wajahnya. Namun, ada yang jelas Mala ketahui adalah laki-laki itu bernama Hafiz dan pekerjaannya adalah seorang guru di sekolah menengah atas yang juga berbasis islam. 

"Kok, kamu mau sih nerima perjodohan itu? Padahal kamu sendiri aja belum tau orangnya," tanya Hanna heran. 

"Orang tuaku. Mereka cukup menjadi alasanku buat terima perjodohan ini," balas Mala. 

Hanna menghela napasnya. Ia tahu betul betapa sayangnya Mala terhadap kedua orang tuanya itu. Apalagi Mala adalah anak satu-satunya sehingga Hanna yakin keputusan yang diberikan kedua orang tuanya untuk menikahan Mala adalah yang terbaik untuk semuanya. 

Ditambah pula calon suami Mala terbilang baik dari segi bebet, bobot, dan bibitnya. Dalam hati Hamna hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk sahabatnya itu. 

***

Disuatu hari sepulang mengajar Hanna berniat untuk mampir ke masjid dekat kontrakannya. Masjid Arrahman. Masjid dimana yang membawa kesan sendiri bagi Hanna ketika pertama kalinya ia beribadah di tempat ini. 

Disaat Hanna baru saja keluar dari masjid tiba-tiba perhatiannya tercuri dengan sosok laki-laki berpeci yang memakai baju koko model pakistan. Laki-laki yang berparas tampan serta begitu adem ketika melihatnya. 

Cukup lama Hanna menatap laki-laki yang tak ia kenal sebelumnya itu. Hingga akhirnya ia tersadar jika apa yang ia lakukan barusan seharusnya tak dibenarkan dalam agama. 

"Astaghfirullah!" tegur Hanna pada dirinya sendiri. 

Hanna pun memutuskan untuk segera pulang. Membuyarkan semua angan-angannya bersama lelaki yang bukan mahromnya itu. Tetapi langkahnya terhenti ketika ia menyadari jika sepatu miliknya tidak ada di tempat dimana ia meletakkannya tadi. 

Sekuat tenaga mengingat juga berusaha mencari dengan cara memutari sekeliling masjid berharap mungkin saja ia yang lupa menaruhnya. Namun sayang hasilnya tetap nihil. Sepatunya tak ditemukan. 

"Pakai ini aja, Mbak." Tiba-tiba ada seseorang yang meletakkan sepasang sandal jepit di hadapan Hanna. 

Hanna tertegun mengetahui siapa yang memberikannya sandal jepit tersebut. 

Benar, laki-laki yang memberikan sandal jepit itu adalah laki-laki yang sempat mencuri perhatiannha tadi. Seorang pemuda yang kata Hanna cukup tampan itu ternyata belum lama ini menjadi salah satu imam di masjid Arrahman. 

"Pakai saja. Tadinya mau saya pakai, tapi barusan dapat laporan dari takmir masjid sini kalau Mbak sepertinya sedang kebingungan nyari sepatu yang ternyata diambil orang pas sholat tadi," kata laki-laki itu pada Hanna. 

Sayangnya, saking tak percayanya jika laki-laki yang sempat mencuri perhatiannya tadi kini berada di hadapannya alhasil membuat Hanna terdiam mematung. 

"Mbak?" Hanna tersentak ketika laki-laki itu memanggilnya lagi. 

"Oo, iya, Ma–s. Terima kasih," jawab Hanna gugup. 

Hanna akui ia terpukau melihat laki-laki yang tadinya ia pikir hanya bisa sebatas melihatnya dari jauh. Tapi takdir berkata lain. Hanna kini tak hanya melihatnya namun malah bisa berinteraksi dengan cara yang tak ia sangka sama sekali. Meskipun harus kehilangan sepatunya. 

Laki-laki itu pun menjelaskan kalau usai sholat kebetulan Pak Amir —takmir masjid— tak sengaja melihat Hanna yang hanya mondar-mandir di sekitar area masjid. Karena merasa Hanna kehilangan sesuatu Pak Amir lantas mengecek CCTV dan melihat seseorang yang kemungkinan telah mengambil sepatu milik Hanna ketika dirinya tengah sholat. 

"Yasudah, mungkin sudah bukan rejeki saya," kata Hanna lalu ia pun mengucap salam sebagai tanda untuk pamit pulang. 

"Wa'alaikumsalam Warohmatullahi wabarakatuh."

Laki-laki itu dengan penuh kesadaran menatap kepergian Hanna dengan senyum tipis. Lantas berkata dalam hati, "andai dia jodohku."

Benar, laki-laki yang memberikan sandal jepit pada Hanna itu bernama Hafiz. Yang mana sebetulnya ia adalah calon suami dari Mala. 

Hafiz sendiri sebenarnya tak jauh beda dengan Mala. Dengan tujuan ingin berbakti pada ibunya, ia terpaksa menerima perjodohan yang diberikan untuknya. Dan karena hal itu lah yang membuat hatinya belum bisa menerima Mala sepenuhnya. Alhasil ia tak bisa mengendalikan perasaannya ketika bertemu dengan Hanna yang telah membuatnya jatuh hati pada pandangan pertama.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status