Share

Di Bawah Selimut Mantan Kekasih
Di Bawah Selimut Mantan Kekasih
Author: Zizara Geoveldy

Bab 1

last update Last Updated: 2025-03-13 06:12:15

"Cuma ini? Uang segini dapat apa? Sekarang apa-apa mahal, harga sembako naik. Token listrik baru lima hari udah bunyi, belum lagi gas dan pulsa!"

Lavanya menatap nanar ke arah Neli, ibu mertuanya yang tengah marah-marah padanya.

Lavanya baru saja memberikan uang sebanyak satu juta padanya. Ia baru menerima gaji, dan seperti biasa setiap kali habis gajian Lavanya selalu menyetorkan jatah untuk sang mertua.

Lavanya cukup tahu diri. Ia masih tinggal menumpang di rumah mertuanya.

"Maaf, Bu, adanya cuma segitu," ujar Lavanya. Ia tidak mungkin memberikan semua uang yang dimilikinya pada Neli, sedangkan Lavanya juga punya kebutuhan yang harus dipenuhi.

"Bohong! Kamu kira ibu nggak tahu?!" Neli membelalak padanya. "Sini!" Wanita paruh baya itu merebut tas Lavanya yang tersampir di bahu kemudian membuka tas tersebut.

Begitu menemukan dompet Lavanya, Neli mengambil sejumlah uang di sana hingga hanya menyisakan tiga helai uang kertas berwarna merah.

"Bu, jangan, Bu. Aku juga butuh uang itu, Bu." Lavanya memohon agar Neli mengembalikan uang yang ia ambil.

Gaji yang Lavanya terima tidak seberapa karena setiap bulan dipotong untuk pembayaran kas bon di kantornya. Setiap bulan ia harus menyetor satu juta pada mertuanya, lima ratus ribu untuk suaminya, dan sisanya baru untuk dirinya sendiri dan kebutuhan Belia—anaknya. Tapi sekarang hanya disisakan tiga ratus ribu saja.

"Kenapa tidak boleh? Uang ini gunanya untuk membiayai kehidupan kita sehari-hari. Termasuk makan kamu dan anak kamu!" ucap Neli ketus.

"Aku tahu, Bu, tapi biasanya nggak sebanyak itu…."

"Ibu 'kan sudah bilang! Sekarang semua harga lagi pada naik. Uang satu juta mana cukup!" sentak Neli, ia menatap Lavanya tajam. "Dengar, Lavanya, uang ini bukan untuk Ibu sendiri tapi biaya hidup kita sekeluarga. Sedangkan kamu cuma untuk beli skincare!"

Lavanya menggeleng. Alih-alih akan membeli skincare, berbedak pun ia jarang. Kadang ia hanya memakai bedak tabur anak-anak milik Belia.

"Nih!" Neli mengembalikan tas Lavanya dengan kasar kemudian berlalu pergi dari hadapannya.

Lavanya membeku di tempat merenungi nasib yang malang. Sudah bertahun-tahun ia menanggung seluruh biaya hidup keluarga suaminya.

Bukan hanya mertua, tapi juga kakak iparnya yang janda dan memiliki dua orang anak. Sedangkan Erik—suami Lavanya—hanyalah seorang pengangguran.

Erik dipecat dari kantornya akibat sering membangkang pada atasan dan kinerjanya yang sangat buruk. Ia tidak mau bekerja lagi jika hanya menjadi karyawan biasa.

Meski ingin, tapi Lavanya tidak bisa lepas dari Erik karena sudah tidak punya keluarga. Kedua orang tuanya sudah lama meninggal.

"Mama! Mama sudah pulang?" Suara Belia membuyarkan lamunan Lavanya.

Lavanya mengusap matanya yang berkaca-kaca lalu tersenyum pada anaknya yang berumur lima tahun. "Sudah, Nak."

"Ma, aku mau jajan. Minta uang ya, Ma?"

Lavanya mengiyakan lalu mengambil uang lima ribu dari dalam tasnya, kemudian memberikannya pada Belia.

"Makasih ya, Ma!" kata anak itu terlihat riang.

"Iya, Sayang, hati-hati." Lavanya membelai kepala Belia.

"Nya, kasih uang jajan untuk Yosi dan Yoga juga."

Suara itu tiba-tiba terdengar, berasal dari mulut Iris—kakak iparnya.

Lavanya terdiam. Sebenarnya ia tidak memiliki kewajiban untuk memberi uang belanja pada anak-anak Iris. Tapi kalau Lavanya menolak maka bisa dipastikan Iris akan mengadu pada Neli. Lalu mertuanya yang cerewet itu akan mengomelinya habis-habisan dan mengatainya pelit.

"Mbak, uang aku tinggal dikit. Tadi aku baru aja setor sama Ibu. Coba Mbak minta sama Ibu," kata Lavanya mencoba menolak.

"Aku tuh minta sama kamu, bukan sama Ibu! Nggak usah ngajarin aku. Jangan pelit-pelit lah. Lupa kalau di sini kamu hanya numpang?"

Lagi-lagi hal itu yang dijadikan senjata oleh keluarga Erik.

"Aku tahu, Mbak. Tapi uangku tinggal tiga ratus ribu."

"Oh gitu? Jadi kamu nggak mau?" Suara Iris meningkat beberapa oktaf.

"Bukan nggak mau, Mbak, tapi ... ya sudahlah."

Lavanya akhirnya mengalah. Ia memberikan masing-masing lima ribu rupiah untuk anak kakak iparnya.

"Yaaah, cuma lima ribu," kata anak-anak tidak tahu terima kasih itu.

"Uang Tante hanya ada segitu. Tadi Belia juga Tante kasih lima ribu kok," ujar Lavanya.

Anak-anak itu kemudian berlari pergi untuk jajan.

Iris mendengkus. "Dasar pelit!" umpatnya pada Lavanya sebelum ikut bergerak pergi.

Hati Lavanya terasa sakit. Ia sudah berusaha sebaik mungkin, tapi tetap saja semua yang ia lakukan tidak ada artinya bagi mertua dan kakak iparnya.

Lavanya kemudian masuk ke kamar dan menemukan suaminya sedang main game online. Itulah kegiatan Erik sehari-hari.

Lavanya sering menyuruh untuk mencari kerja, tapi Erik berdalih ia tidak ingin gaji yang kecil. Erik ingin langsung menjadi bos.

"Mas," panggil Lavanya.

Erik mendongak dari ponselnya lalu menengadahkan tangannya. "Mana? Kamu udah gajian, 'kan?"

Lavanya menatap Erik nanar. Kenapa semua orang di rumah ini hanya menjadikannya bagai kerbau yang membajak sawah?

"Nggak ada, Mas."

"Nggak ada gimana?" suara Erik meninggi.

"Tadi udah diambil Ibu satu juta tujuh ratus. Kalau Mas mau uang, Mas minta sama Ibu."

"Kamu yang kerja kenapa aku mintanya sama Ibu?"

Lavanya berusaha menyabarkan diri. "Ibu maksa aku buat ngasih lebih dari biasanya, Mas. Ibu merampas tas aku dan mengambil sendiri uangnya di sana."

"Jadi kamu mau menyalahkan Ibu? Wajar Ibu minta uang sama kamu. Kita 'kan masih numpang di sini."

"Makanya kita pindah aja dari sini ya, Mas? Kita ngontrak rumah atau ngekos kamar. Walau kecil nggak apa-apa."

"Kamu jangan ngomong yang aneh-aneh, Nya! Aku nggak mungkin ninggalin Ibu. Aku satu-satunya lelaki dewasa di rumah ini. Aku nggak mungkin membiarkan Ibu tinggal sama Mbak Iris. Mereka itu perempuan."

Ayah Erik memang sudah tiada. Dan setiap kali Lavanya mengajak pindah, Erik selalu menjadikan itu sebagai alasan.

Lavanya meremas ujung bajunya. Lututnya terasa goyah.

Siklus ini selalu berulang. Bukan hanya fisiknya yang lelah, tapi juga pikiran dan batinnya.

Erik menghempaskan ponselnya ke kasur lalu keluar dari kamar dengan wajah kesal. Lelaki itu sedikit membanting pintu.

Diam-diam Lavanya mengikutinya. Langkahnya tertahan ketika ia mendengar percakapan Erik dan Neli.

"Ibu beneran ambil uang 1,7 juta dari Lavanya?"

"Iya, kenapa? Istri kamu itu udah ngadu?" Neli menatap garang.

"Kenapa sebanyak itu, Bu? Biasanya 'kan cuma satu juta."

"Harga sembako pada naik. Uang satu juta udah nggak ada artinya!"

"Tapi, Bu, di sana ada uang aku juga. Minta aku lima ratus. Aku mau beli rokok."

Di detik itu Neli memandang tajam pada Erik. "Ibu 'kan udah bilang nggak cukup! Istrimu makin lama juga makin pelit. Mending kamu nikah lagi!"

Erik tertawa mendengarnya.

"Ibu nggak main-main, Rik," ucap Neli sungguh-sungguh. "Kamu masih ingat Mona anaknya Pak Eko kan? Mantan kamu dulu. Dia cantik, banyak uang dan nggak pelit kayak istrimu. Kamu kan gagah. Dia pasti mau sama kamu. Hidup kita terutama kamu akan bahagia. Nggak kayak sama si Lavanya!"

Dari balik lemari Lavanya mendengar semuanya. Hatinya bagai teriris-iris mendengar perkataan mertuanya, apalagi Erik hanya tertawa, bukannya membantah atau marah saat disuruh nikah dengan wanita lain.

**

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 2

    'Jadi selama ini aku dianggap apa?'Bukankah dia seorang istri? Bukankah dia menantu di rumah ini? Tapi mengapa mereka tidak menghargainya sama sekali?Perlahan-lahan ia melangkah pergi dari balik lemari dan kembali ke kamar.Ia menemukan Belia tertidur. Mungkin perutnya sudah kenyang setelah jajan tadi.Lavanya duduk di tepi tempat tidur dengan hati yang remuk. Ia menatap wajah polos anaknya lalu membelai lembut kepalanya."Mama nggak kuat lagi, Sayang. Mama nggak tahu entah sampai kapan bisa bertahan di rumah ini," bisiknya nyaris tanpa suara dengan perasaan sedih yang mendalam.Lavanya ingin pergi dari rumah itu. Ia ingin menemukan kebahagiaannya, tapi dengan uang tiga ratus ribu, ia bisa apa?Air mata menggenang di pelupuk matanya, namun Lavanya menahan agar tidak luruh. Jika menangis bisa membuatnya bebas, Lavanya sudah melakukannya sejak bertahun-tahun yang lalu.Pintu kamar tiba-tiba terbuka. Erik masuk ke dalamnya."Pergi cuci piring sana. Aku lihat udah menumpuk. Kamu nggak ma

    Last Updated : 2025-03-13
  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 3

    "Bu Lavanya," panggil guru Belia, membangunkan Lavanya dari ketertegunannya.Lavanya menelan saliva. Tangannya yang menjinjing tas terasa gemetar. Ditatapnya guru Belia dengan perasaan malu sembari menyusun kata-kata di dalam hati."Iya, Bu. Saya minta maaf. Saya memang belum sempat membayarnya. Mohon diberi waktu beberapa hari lagi."Guru Belia tersenyum tipis, mencoba untuk mengerti, namun di sisi lain juga harus melaksanakan tugasnya. "Saya mengerti, Bu Lavanya, tapi pihak sekolah juga punya aturan. Kalau sampai awal bulan depan belum dibayar, pihak sekolah akan memberikan teguran resmi."Lavanya menganggukkan kepalanya. "Baik, Bu, saya janji paling lambat akhir bulan ini sudah dibayar.""Tolong diusahakan ya, Bu. Kasihan Belia kalau sampai ada kendala dalam kegiatan belajarnya."Perkataan tersebut semakin menyayat hati Lavanya. Ia tidak ingin hal buruk itu sampai terjadi. Belia pasti sedih jika pihak sekolah tidak mengizinkannya masuk. Apalagi Belia adalah anak yang rajin."Terima

    Last Updated : 2025-03-13
  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 4

    "Kenalkan, ini Pak Danish, owner perusahaan kita sekaligus CEO di kantor pusat," kata Bu Ratna pada Lavanya yang mematung.Nama itu menggema di kepala Lavanya.Danish.Pria yang pernah dicintainya. Cukup lama Danish menjadi bagian dari hidupnya sampai akhirnya lelaki itu pergi meninggalkan Lavanya demi melanjutkan pendidikannya ke luar negeri.Lalu kini Danish berada di hadapannya. Dan ini benar-benar nyata.Tatapan Danish menelisik wajah Lavanya seolah ingin meyakinkan bahwa wanita yang berada di dekatnya saat ini adalah Lavanya yang dulu ia kenal.Namun, bedanya sekarang wanita itu tampak begitu dewasa walau wajahnya terlihat lelah.Lavanya berusaha mengendalikan diri dan menyapa Danish."Selamat pagi, Pak," ucapnya sembari sedikit menundukkan badannya sebagai tanda penghormatan."Pagi." Danish menjawab dengan suara yang tenang."Ada perlu apa, Lavanya?" sela Ratna menengahi.Jantung Lavanya masih berdegup dengan kencang. Untuk sejenak ia lupa apa alasannya datang ke ruangan itu.Nam

    Last Updated : 2025-03-13
  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 5

    Lavanya tampak terkejut. Ia pikir pria itu sudah pergi, ternyata masih berada di kantornya."Iya, Pak? Tentang uang tadi—""Aku nggak membahas uang, Nya," potong Danish cepat sebelum Lavanya selesai dengan perkataannya."Jadi, Bapak mau apa?""Nggak usah seformal itu ngomong sama aku, Nya. Aku masih Danish yang dulu."Mata Lavanya mengelana ke sekitar, khawatir ada orang di dekat mereka yang mendengar percakapan itu.Para rekan kerjanya pasti akan menggosip jika tahu Lavanya bicara berdua dengan Danish."Maaf, Pak, kita lagi di kantor dan saya nggak mau orang-orang salah mengartikan keberadaan Bapak di dekat saya," jawab Lavanya sopan."Memangnya mereka mau mengartikan bagaimana?"Lavanya terdiam karenanya. Ia mulai resah lantaran terlalu lama berdekatan dengan Danish.Danish tersenyum tipis melihat Lavanya yang jelas-jelas gelisah, seolah ia menikmati reaksi perempuan itu."Aku cuma mau ngajak kamu makan siang, Nya."Lavanya bertambah grogi. Ia tidak mungkin makan siang dengan Danish.

    Last Updated : 2025-03-13
  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 6

    Lavanya memandang layar ponselnya tanpa berkedip. Tidak ada tanda tanya. Tidak ada basa-basi. Hanya sekadar pengenalan. Tapi cukup untuk membuat jantungnya berdebar kencang.Jari-jemari Lavanya gemetar saat hendak mengirim balasan. Namun ia kembali menghapus huruf-huruf yang telah diketiknya.Pesan itu tidak perlu dibalas. Karena mungkin Danish hanya sekadar ingin memberitahu nomornya.Handphonenya kembali berdenting. Kali ini pesan dari Nadia yang memberitahu ada meeting siang ini.Lavanya mengesahkan napas. Ia harus kembali ke kantor sekarang.Ketukan high heels Lavanya yang bertemu dengan lantai menimbulkan bunyi tersendiri.Saat ia masuk ke kantornya ia menemukan keadaan yang sunyi. Ia memang telat hampir setengah jam akibat pulang ke rumah tadi.Ia menggegas langkahnya ke ruang meeting."Maaf, saya terlambat, Pak," kata Lavanya pada Herman—atasannya.Semua mata tertuju pada Lavanya, termasuk Danish. Lavanya pikir lelaki itu sudah pergi, nyatanya masih ada di sini.Herman menatap L

    Last Updated : 2025-03-15
  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 7

    "Ma, aku juga mau punya boneka kayak Oci," kata Belia malam itu."Boneka apa, Nak?" tanya Lavanya lembut."Oci beli boneka baru, Ma. Bagus deh," tunjuk Belia pada sepupunya yang sedang bermain boneka Hello Kitty berwarna pink.Lavanya hanya bisa menghela napas. Ia mengusap kepala putrinya sambil menahan sesak di dada. Ia ingin sekali membelikan boneka baru untuk Belia, tapi apa daya, untuk makan pun harus berhemat."Nanti kalau Mama punya uang kita beli ya, Nak," ucap Lavanya dengan suara setenang mungkin.Belia menganggukkan kepalanya meski kekecewaan jelas terlihat di wajahnya.Belia kemudian mengambil boneka beruangnya yang sudah kumal. Yang matanya sudah copot sebelah dan terdapat sobekan di bagian pinggang. Anak itu bermain berdua dengan sepupunya. Melihat hal itu Lavanya semakin tidak kuasa menahan perasaannya. Terlebih lagi ketika mendengar percakapan keduanya."Ih, Bel, boneka kamu jelek banget," hina Yosi."Nggak apa-apa. Walau jelek tapi ini boneka kesayanganku," jawab Belia

    Last Updated : 2025-03-16
  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 8

    Pipi Lavanya terasa panas dan perih, tapi hatinya jauh lebih sakit. Napasnya tersengal, dadanya bergetar hebat, menahan tangis yang hampir pecah. Ia meminjamkan mata, mencoba menelan semua perasaan sakit. Tapi amarah dan kecewa yang sudah lama ia pendam kini mendidih di dadanya. "Mas Erik...," suaranya gemetar, tetapi matanya basah dan penuh luka saat menatap Suaminya. "Kamu udah keterlaluan, Mas."Erik menggeram. Wajahnya merah karena emosi dan alkohol yang menguasai tubuhnya. "Kamu yang bikin aku kayak gini!" bentaknya. "Istri macam apa yang menolak suami sendiri? Sejak kapan kamu pandai menolakku, hah? Siapa yang ngajarin? Kamu lupa udah nggak punya siapa-siapa lagi selain aku?"Lavanya menggeleng, air matanya jatuh tanpa bisa dicegah. "Aku ini istrimu, Mas, tapi aku juga manusia. Aku capek, aku muak. Aku udah nggak tahan sama semua ini."Lavanya berusaha bangkit dari tempat tidur tapi Erik menahannya. Mata Lelaki itu membelalak, tangannya mencengkeram lengan Lavanya dengan kuat.

    Last Updated : 2025-03-16
  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 9

    Lavanya melangkah ke kantor dengan gontai. Menggunakan blazer abu-abu dan rok pensil hitam, ia tampak begitu feminin. Sedikit pun tidak ada firasat dalam dirinya kalau hari ini akan terjadi sesuatu yang besar.Suasana di kantor tampak tidak seperti biasa. Para rekan kerjanya berbisik-bisik."Nya, sini!" Dian melambaikan tangan pada Lavanya yang sudah berada di kursinya.Lavanya melempar senyum dari jauh. Ia sedang malas mendengar gosip apa pun.Melihat Lavanya hanya tersenyum tanpa ada niat untuk bergabung, Dian, Lina dan Sari menghampirinya."Nya, udah dengar gosip terbaru belum?" kata Dian."Gosip apa?" tanya Lavanya tanpa minat."Pak Herman bakal dimutasi dan kita bakal punya kepala cabang yang baru.""Oh. Terus kenapa?" respon Lavanya yang tidak terlalu tertarik. Mutasi atau rotasi jabatan bukanlah hal yang aneh.Dian mencondongkan tubuhnya ke arah Lavanya dan berbisik dengan suara rendah. "Kabar baiknya dia masih muda dan ganteng banget!!!" Lina dan Sari cekikan menanggapi Dian y

    Last Updated : 2025-03-17

Latest chapter

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 79

    Hari ini tepat pukul sembilan pagi adalah jadwal sidang cerai pertama Lavanya dan Erik. Pada sidang kali ini beragendakan proses mediasi di antara keduanya.Hujan deras membasahi bumi jauh sebelum subuh tadi, seolah ingin merefleksikan suramnya hati Lavanya.Menggunakan kemeja putih dan celana panjang hitam serta kitten heels hitam, Lavanya memasuki ruang sidang. Ia didampingi oleh pengacaranya dan juga Danish yang tidak pernah lelah memberinya semangat dan kekuatan.Bola mata Lavanya berpendar mencari sosok Erik dan juga pengacaranya, namun Lavanya tidak menemukannya. Atau mungkin lelaki yang sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya itu belum datang.Ruang sidang tersebut berukuran cukup besar. Dindingnya dicat dengan warna putih. Di bagian depan ruangan terbentang meja panjang dengan alas hijau dengan tiga buah kursi yang disediakan untuk majelis hakim. Berkas perkara tampak tersusun rapi di atas meja.Di sisi kanan dan kiri ada kursi-kursi kayu untuk ditempati penggugat dan tergu

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Lavanya 78

    Danish tidak pernah merasa sekhawatir ini sebelumnya.Telepon tidak dijawab. Pesan juga hanya dibaca tanpa ada balasan. Ia tahu, biasanya Lavanya akan selalu merespon walau kadang terlambat. Namun, mengetahui Lavanya sudah membaca pesannya tapi tidak membalas, menumbuhkan kekhawatiran di hati Danish.Ada firasat buruk menyesaki dadanya, membuatnya terdorong untuk menyetir menuju rumah Lavanya.Di tengah hujan deras dan lalu-lalang kendaraan di kota kecil itu Danish memacu mobilnya.Langit kian gelap. Hujan tidak kunjung reda. Wiper blade mobilnya tidak berhenti bergerak, menyapu titik-titik air yang terus membasahi kaca, membuat buram pemandangan.Ketika mobilnya berhenti di depan rumah Lavanya, rasa khawatir yang sejak tadi menyiksanya menjelma menjadi kepanikan. Rumah itu gelap gulita. Bukan hanya karena cuaca, tapi juga karena minim penerangan.Danish mengetuk pintu berkali-kali. Tidak ada respon.Sambil terus mengetukkan buku-buku jarinya, sebelah tangan Danish merogoh saku, meng

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Lavanya 77

    Langit mendung membersamai Lavanya dalam perjalanan pulang. Semestinya Lavanya kembali ke kantor karena pekerjaannya belum selesai. Tapi kepalanya yang penuh oleh berbagai pikiran membuatnya memerintahkan supir taksi agar mengantarnya pulang ke rumah.Titik-titik hujan mulai turun dari langit, menampar-nampar kaca jendela taksi. Lavanya memandang keluar dengan pandangan buram. Entah karena air hujan yang menempel di kaca, atau mungkin karena saat ini matanya mengembun oleh air mata.Suara supir taksi yang memberitahu bahwa mereka sudah tiba mengeluarkan Lavanya dari lamunannya.Lavanya menjawab dengan anggukan. Kakinya terayun gontai memasuki rumah mungilnya yang dingin, sunyi dan terlalu luas untuk dihuni sendiri.Setelah pintu tertutup Lavanya terduduk di sofa. Tangannya mencengkeram ujung bajunya dengan sangat kuat. Meski ia sudah berada di rumahnya tapi pikirannya terperangkap di depan pintu rumah mertuanya.Wajah putrinya menghantui dalam bayangan. Tangisannya yang pilu seolah

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 76

    Lavanya jatuh terhempas di lantai. Napasnya satu-satu. Rasa sakit di sikunya menjalar dengan cepat ke bagian tangannya yang lain. Ini adalah kali kedua Neli menyakitinya dengan cara yang sama. Namun, dari semua sakit fisik yang diterimanya, batinnya jauh lebih terbuka."Belia...," suaranya lirih, hampir tidak terdengar.Melalui pintu yang tertutup rapat, samar-samar terdengar tangis anaknya yang memanggil-manggil."Mama! Mamaaa!!!"Teriakan itu memukul dada Lavanya, membuat hatinya yang nyeri bertambah pedih.Lavanya mencoba melupakan rasa sakitnya. Ia memaksa tubuhnya berdiri.Diusapnya daun pintu, berharap tangannya bisa menembus ke dalam sana."Belia! Ini Mama! Buka pintunya, Nak, Mama mau ketemu. Mama ada di depan!" Lavanya berteriak sekeras yang ia bisa.Pintu tetap tertutup. Tidak ada tanda-tanda akan terbuka. Sementara tangis Belia terdengar semakin keras."Mamaaa, ini aku!!!""Diam! Jangan panggil perempuan itu. Dia udah ninggalin kamu untuk laki-laki lain!"Di sela-sela tangi

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 75

    Setelah berhari-hari dirawat di rumah sakit, Lavanya diizinkan pulang.Kesedihan merayapi hatinya ketika menginjak lantai rumah yang dingin. Tidak ada siapa-siapa di rumah itu kecuali dirinya sendiri. Danish yang mengantarnya sudah pergi sejak beberapa menit yang lalu.Kesunyian yang mencekam membuat batin Lavanya semakin tersiksa. Seharusnya saat ini ada sang putri bersamanya.Ia masuk ke kamar Belia. Duduk di tepi tempat tidur, mengusap permukaan kasur yang kosong. Bayangan ketika ia membacakan dongeng untuk Belia sebelum tidur begitu mengganggu pikirannya."Belia, Mama kangen, Nak, Mama mau ketemu," ratapnya lirih. Air matanya lantas luruh dari pelupuknya.Keesokan hari Lavanya kembali bekerja seperti biasa. Ia berniat siang ini akan mengunjungi Belia ke sekolahnya. Baru beberapa hari tidak bertemu tapi rindu Lavanya sudah memuncak.Ketika jam makan siang tiba, Lavanya tidak membuang waktu. Ia langsung meluncur ke sekolah anaknya dengan menggunakan taksi. Dengan langkah tergesa La

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 74

    Danish tidak main-main dengan ucapannya. Malamnya, seorang pria yang berprofesi sebagai pengacara datang. Namanya Irfan. Seorang pengacara terkenal di bidang hukum keluarga. Pembawaannya tenang, profesional dan sangat berpihak pada korban kekerasan rumah tangga."Lavanya, kenalkan ini Pak Irfan. Dia pengacara yang akan membantu kamu mengurus perceraian dengan Erik," kata Danish pada Lavanya.Lavanya yang setengah berbaring setengah duduk di ranjang rumah sakit tersenyum lemah sambil menangkupkan tangannya di dada."Bu Lavanya, Pak Danish sudah menceritakan pada saya kronologinya. Dalam hal ini kita bisa ajukan gugatan dengan alasan kekerasan dalam rumah tangga dan suami Ibu yang menikah lagi tanpa izin dari Ibu," kata Irfan setelah mereka duduk bertiga di sofa kamar VIP yang Lavanya tempati."Apa Belia, anak saya, hak asuhnya bisa jatuh ke saya, Pak?" tanya Lavanya menanggapi.Irfan melabuhkan tatapannya di wajah Lavanya dengan penuh empati. Pria itu tetap tenang dan menyusun kata

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 73

    Semua masih tersimpan rapi di ingatan Lavanya. Ia tidak akan pernah melupakannya di sepanjang sisa usia yang dimilikinya. Seolah tidak cukup menorehkan luka di batinnya, fisiknya juga ikut disakiti.Kejadian itu memang sudah berlangsung dua hari yang lalu, tapi Lavanya ingat betul bagaimana kronologi ketika ia dihadang tiba-tiba lalu diserang begitu saja.Lavanya yang hendak menemui Belia di kamar terpaksa berhenti sebelum sampai di tujuan.Neli muncul tiba-tiba lalu mendorongnya dengan kuat. Lavanya yang tidak siap tentu saja tumbang. Tubuhnya disambut oleh dinginnya lantai bersama pekik kesakitan yang meluncur dari mulutnya."Masih punya muka kamu datang ke sini?" Neli membentaknya dengan keras. Pandangan tajam wanita itu seolah akan mencabik-cabik Lavanya menjadi beberapa bagian."Aku cuma mau bawa Belia, Bu," lirih Lavanya menjelaskan tujuan kedatangannya sambil menahan rasa sakit di bokongnya."Perempuan seperti apa kamu? Udah tinggalin suami, sekarang berani-beraninya ingin mere

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 72

    Setelah Lavanya tiba di rumah mertuanya, Erik sendiri yang membuka pintu. "Oh, kamu ternyata," gumam lelaki itu."Belia mana, Mas?" tanya Lavanya tanpa basa-basi. Tidak juga menyinggung pernikahan diam-diam yang dilakukan Erik."Dia lagi tidur, capek katanya." Lelaki itu menjawab dengan santai seraya menyandarkan tubuhnya ke kusen pintu."Bangunkan dia. Aku mau bawa pulang ke rumah.""Dia udah di rumahnya."Lavanya menggeleng. "Ini bukan rumahnya." "Siapa bilang? Ini rumah papanya. Tempat dia tumbuh sejak kecil. Jadi ini rumahnya juga.""Dulu mungkin iya, tapi sekarang tidak lagi," balas Lavanya tanpa takut. Hari-hari lampau Lavanya masih menghargai Erik dan selalu tunduk pada apa pun perkataan lelaki itu. Namun kini setelah semua yang terjadi mata Lavanya terbuka lebar. Ia tidak akan mau terus ditindas.Erik menyipit, menegakkan tubuhnya. Jelas terlihat tidak menyukai perkataan Lavanya. "Hebat ya kamu sekarang. Kamu yang pergi dari rumah datang-datang mau mengambil anakku. Kamu pik

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 71

    Sekitar seperempat jam kemudian pintu rumah Lavanya diketuk. Lavanya bangkit dengan langkah berat dan mata sembab.Setelah pintu dibuka Lavanya mendapati Danish sedang berdiri dengan napas memburu. Air mukanya sarat akan kekhawatiran.Melihat mata bengkak Lavanya, Danish melangkah masuk lalu merengkuh Lavanya ke dalam pelukannya."Aku ada di sini, bersama kamu, Nya," bisik Danish lembut.Bisikan itu membuat tangis Lavanya kembali pecah. Segala luka yang dipendam di hatinya seolah luruh. Danish mengusap punggung Lavanya. Dengan sabar menanti hingga tangis perempuan itu reda."Mas Erik udah nikah lagi diam-diam di belakangku. Dia tega, Nish." Lavanya sesenggukan di pelukan Danish.Lelaki bernama lengkap Danish Ksathriya itu mempererat dekapannya sembari tangannya terus mengusap-usap punggung mantan kekasihnya."Awalnya dia minta izin buat nikah lagi karena Mona hamil. Tapi aku nggak kasih izin. A-aku min ... taa cerai, ta-ta-pi dia nggak mau dan menjadikan Belia sebagai alasan. Ternyat

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status