LOGIN"Saya belum pernah menyentuh kamu. Dan kamu ... hamil?" Kesucian Tanisha direnggut pria asing sehari sebelum pernikahannya. Calon suaminya meninggal karena kecelakaan saat perjalanan menuju lokasi pernikahan mereka. Namun, pernikahan ini harus tetap berlangsung dan akhirnya kembaran calon suaminya yang menikahinya. Padahal dia sudah memiliki kekasih. Tanisha hamil, padahal sang suami tak pernah menyentuhnya. Suami dan mertuanya curiga hingga melakukan tes DNA. Dan hasilnya menunjukkan jika janin itu milik suaminya.
View More“Apa yang terjadi denganku?” gumam Tanisha sembari menyentuh kepalanya yang berdenyut nyeri.
Pandangannya mengabur dengan denyut nyeri yang semakin lama kian menyiksa. Bukan itu saja, tubuhnya memanas, padahal dirinya berada di ruangan penuh AC dengan suhu rendah. Dan rasa tak nyaman itu mulai menjalar ke area intimnya. “Panas! Panas!” Wanita itu kembali meracau dengan mata setengah terpejam. Ia berusaha tetap membuka mata dan terus melangkah. Tanisha tak tahu apa yang terjadi padanya. Ia belum pernah seperti ini sebelumnya. Tanisha sedang bersenang-senang bersama beberapa temannya di salah satu club malam VIP. Lalu, tiba-tiba keanehan mulai terasa di tubuhnya hingga membuatnya nekat menjauh dari hingar-bingar musik yang memekak telinga. Tanisha melangkah tanpa tujuan. Ia hanya tak ingin ada yang melihatnya dengan kondisi seperti ini. Ditambah lagi, musik EDM yang memenuhi ruangan membuat kepalanya terasa akan pecah. Dengan langkah sempoyongan, ia menjauh dari sana. Memasuki lift dan menekan tombol secara acak. Ia yakin tak akan kuat jika menaiki tangga. Lift yang sempit membuat tubuhnya semakin gerah. Keringat bercucuran di sekujur tubuhnya. Rambut indahnya yang tergerai hingga punggung sudah lepek dan berantakan. Tanisha mengipas-ngipas wajahnya, berharap gerahnya akan memudar. Namun, keinginan untuk melucuti pakaiannya sendiri malah semakin kuat. “Tunggu!” Seorang lelaki datang dan menahan pintu lift yang nyaris menutup. Langkahnya pun sempoyongan, seperti orang mabuk berat. Tanisha yang berdiri di sudut lift tak menghiraukan keberadaan lelaki itu. Ia hanya ingin secepatnya menjauh dari semua orang. Brak! Tiba-tiba lift tersebut berguncang. Tanisha yang memang sudah beberapa kali nyaris kehilangan pijatan tak sengaja menabrak lelaki asing itu. Sang lelaki spontan merengkuh Tanisha yang nyaris terjerembab. Tatapan keduanya yang sama-sama sayu pun terkunci selama beberapa saat. “Ma-maaf. Aku tidak sengaja,” ucap Tanisha lirih. Ia hendak bergerak menjauh, namun tubuhnya kembali oleng hingga wajahnya menyentuh dada lelaki itu. Aroma maskulin yang familiar membuat Tanisha spontan mendongak. Ia berusaha meneliti wajah lelaki yang kini menatapnya. Wajah tampan itu tampak agak familiar. Sayangnya, pandangan Tanisha yang mengabur tak dapat membantunya mengenali wajah itu. Tangannya yang lancang menyentuh wajah sang lelaki. “Ka-kamu ... kenapa wajahmu tidak asing?” Sang lelaki mendengus kasar dan menghempas jemari Tanisha dari wajahnya. “Berusaha menggodaku eh? Menyingkirlah!” Ting! Begitu pintu lift terbuka, lelaki itu bergegas keluar dengan langkah sempoyongan. Panas yang menggelora di tubuh Tanisha kian terasa. Bukan hanya mengaburkan pandangan, tetapi juga akal sehatnya. Hingga tanpa sadar wanita itu mengikuti dan mengejar lelaki yang tak dikenalnya. “To-tolong bantu aku!” Tanpa tahu malu, Tanisha menarik tangan lelaki itu. Membuat keduanya nyaris terjerembab. “Kumohon, aku sudah tidak tahan!” “Siapa yang menyuruhmu? Siapa yang membayarmu untuk menggodaku?” Suara baruton itu terdengar begitu sinis dan penuh cemooh. Tentu saja Tanisha tersinggung. Ia bukan wanita bayaran seperti yang lelaki itu katakan. Seharusnya, itu bisa menjadi pukulan telak untuk membuatnya segera menyingkir dari sana. Namun, yang Tanisha lakukan malah sebaliknya. Akal sehatnya telah hilang sepenuhnya. Yang ada di pikirannya sekarang hanya bagaimana cara menghilang rasa tak nyaman di tubuhnya. Ini sangat menyiksa dan Tanisha tak bisa menahannya lebih lama lagi. “Tolong. Panas sekali! Aku sudah tidak kuat!” Tak peduli dengan upaya penolakan yang lelaki itu lakukan, Tanisha bergerak semaunya. Mempertemukan bibir mereka tanpa permisi. Tak peduli dengan konsekuensi yang akan terjadi setelah ini. Dan sentuhannya bersambut. Sang penolak malah bergerak lebih aktif. Sembari saling menyentuh, keduanya tanpa sadar terus bergerak hingga masuk ke salah satu kamar yang pintunya terbuka. Keduanya sama-sama tak menyadari mengapa ada pintu yang terbuka tanpa akses. Dan akhirnya, terjadilah sesuatu yang tak diinginkan. *** “Sshhh!” Dengan mata yang masih, Tanisha menggerakkan tubuhnya perlahan-lahan. Mengubah posisi yang semula telungkup menjadi telentang. Tubuhnya remuk redam. Terutama bagian bawah tubuhnya. Denyut nyeri yang terasa membuatnya meringis berulang kali. Tanisha memyingkap rambut panjang yang menutupi wajahnya dan mengerjap pelan. Pandangannya yang semula mengabur lama-kelamaan menjadi jernih. Namun, denyut nyeri yang menyerang kepalanya tak kunjung reda. Sama seperti nyeri di tubuhnya. “Kenapa aku ada di sini?” gumam Tanisha dengan suara serak khas bangun tidur. Matanya berpendar menatap sekeliling ruangan yang ditempatinya. Ini bukan kamarnya. Ia tersentak dan spontan mengubah posisi menjadi duduk. Ketika itulah Tanisha menyadari jika tubuhnya polos di balik selimut ini. Sedangkan pakaiannya berserakan di lantai. Deg! “Apa yang aku lakukan semalam?” gumam Tanisha syok. Wajahnya memucat. Tanisha menolak mempercayai dugaannya sendiri. Namun, melihat keadaannya yang seperti ini malah kian memperkuat dugaannya. Ditambah lagi, ketika menyingkap selimut, ia mendapati noda merah yang mengotori seprei putih ini. Tanisha membekap mulutnya dengan mata membulat sempurna. Sudah. Ia tak bisa mengelak lagi. Semalam, dirinya telah melakukan sesuatu yang melanggar batas dan moral. Kesucian yang dirinya jaga selama ini malah direnggut oleh orang asing. “Ya ampun. Aku akan menikah hari ini,” lirih Tanisha putus asa. Matanya berkaca-kaca, namun tak ada air mata yang meluruh. “Harusnya aku memang tidak pergi ke mana-mana kemarin,” sesal Tanisha sembari menjambak rambutnya sendiri. Banyak orang yang mengatakan jika calon pengantin seharusnya tak bepergian jika tidak benar-benar pnting menjelang hari pernikahan. Namun, Tanisha mengabaikannya. Sebab, agenda pekerjaannya belum selesai dan semalam ia menghadiri party yang diadakan oleh produser film terbarunya. Pernikahannya memang cukup mendadak dan tak sesuai dengan agenda pekerjaannya. Tanisha baru bisa mengambil cuti untuk hari ini hingga seminggu ke depan. Sebab, ada kontrak yang belum dirinya selesaikan dan tak mungkin dibatalkan karena ada penalti sangat mahal yang harus dibayar. Awalnya, semuanya berjalan lancar hingga tiba-tiba Tanisha merasakan keanehan pada tubuhnya setelah ia menenggak alkohol. Dan setelah itu ia bertemu seseorang. Kemudian, mereka melakukan hal-hal gila yang tak pernah ia lakukan sebelumnya. Sayangnya, sosok yang seharusnya ia mintai pertanggungjawaban telah menghilang entah ke mana. Tak ada jejaknya yang tersisa. Namun, saat melirik nakas, Tanisha menemukan segepok uang dan secarik kertas di atasnya. ‘Urusan kita selesai! Jangan mencoba-coba membocorkan apa yang terjadi semalam.’ Itulah yang tertulis pada secarik kertas tersebut. “Dia pikir aku wanita bayaran?!” Emosi Tanisha mendidih. Ia tak terima dianggap wanita bayaran oleh seseorang yang telah mengambil kesuciannya. Mengabaikan kertas dan uang tersebut, Tanisha bergegas mencari ponselnya yang entah berada di mana. Ia berharap ponselnya tidak hilang. Ponselnya yang bergetar membantunya menemukan benda pipih itu. Dan sesuai dugaannya, ada puluhan panggilan tak terjawab dan pesan dari keluarganya.Safe home keluarga Mahadewa tak pernah benar-benar sunyi, meski terlihat steril dan tertata sempurna. Para penjaga bergerak nyaris tanpa suara, CCTV tersebar di setiap sudut, dan kaca jendela yang tampak seperti cermin sebenarnya adalah lapisan perlindungan. Tapi malam ini, keheningan itu terasa lain—lebih tegang, lebih padat, seakan dindingnya menahan sesuatu yang tak ingin dibicarakan.Tanisha berdiri di tengah ruang keluarga, memandangi benda kecil yang sejak tadi menggantung di jari Langit. Kalung itu. Kalung yang pernah ia pikir hilang bertahun-tahun lalu, kalung yang tak pernah ia kira akan muncul kembali di tempat paling mengerikan—di lokasi ancaman mereka.Langit memutar kalung itu beberapa kali, wajahnya datar, tapi Tanisha bisa melihat ketegangan di garis rahangnya. “Ini bukan kebetulan,” ucapnya pelan. Suaranya rendah, tetapi dinginnya menusuk, seperti seseorang yang sudah memutuskan untuk tak lagi bertoleransi pada apa pun.Tanisha menelan luda
Tanisha tidak tidur malam itu. Bahkan setelah Langit mematikan lampu, mengunci semua pintu, dan memastikan seluruh sensor berfungsi, tubuh Tanisha tetap terasa seperti sedang berlari. Setiap kali ia memejamkan mata, pesan itu muncul lagi. “Kamu tetap cantik meski ketakutan.” Kata-kata itu lengket. Masuk ke dalam kepala, menempel di tulang. Ia tidak berani tidur, tidak berani mematikan lampu kamar, bahkan tidak berani berdiri terlalu jauh dari pintu. Pukul tiga lewat dua belas, suara langkah terdengar dari luar kamar. Tanisha menegang seketika. Pintu terbuka sedikit. Langit masuk. Ia tidak mengetuk, tidak tanya—langsung muncul seperti seseorang yang memastikan api kecil tidak jadi membesar. “Kamu belum tidur,” katanya. Tanisha menelan ludah. Ia duduk tegak, punggungnya menempel pada sandaran tempat tidur. “Aku… nggak bisa.” Langit tidak berkata apa pun selama beberapa detik. Ia hanya mengamati Tanisha dengan sorot mata dingin yang tidak pernah benar-benar bisa d
Tanisha menatap layar ponselnya tanpa berkedip. Pesan itu seakan menampar seluruh sisa ketenangan yang tadi ia miliki.“Halo, Tanisha. Senang akhirnya kamu ingat namaku.”Untuk sesaat, tubuhnya tidak merespons apa pun.Takut dan kaget menyatu, membuat kakinya seolah kehilangan tulang. Tangan yang memegang ponsel perlahan bergetar.“Tanisha.”Suara Langit terdengar pendek, tapi cukup untuk membuat Tanisha kembali sadar.Ia mencoba bicara, tapi suaranya nyaris tidak keluar. “Mas… dia… dia… tahu aku ingat.”Langit langsung mengambil ponsel dari tangannya. Tanpa permisi, tanpa tanya. Seolah benda itu berbahaya kalau terus berada di dekat Tanisha.“Mulai sekarang, kamu jangan pegang ponsel itu lagi,” ucapnya datar.Tanisha mengangguk kecil, meskipun dadanya masih naik turun cepat. Ia mencoba mengatur napas, tapi tubuhnya tak berhenti gemetar. Ada ketakutan yang tidak bisa ia jelaskan—ketakutan yang terasa seperti pernah dialami sebelumnya.Langit mengamati layar ponsel itu dengan rahang me
Hening di dalam safe house terasa seperti ruang air yang membeku.Setiap detik diam itu berdesakan, menekan dada Tanisha sampai ia sulit bernapas. Langit belum bergerak dari posisi terakhirnya—berdiri di sudut ruangan, memegang ponsel seperti memegang rahasia paling gelap yang pernah datang dalam hidup mereka.“Seseorang yang dekat sama aku…?” Tanisha mengulang pelan. Suaranya terdengar seperti suara orang yang kehilangan pijakan. “Dekat yang kayak gimana, Mas?”Langit menatapnya sebentar, kemudian mengalihkan pandangan. Ia tidak langsung menjawab. Sikap itu saja sudah cukup membuat jantung Tanisha berdegup lebih keras.“Mas…” Tanisha memanggil lagi. “Tolong jangan diem kayak gitu.”Langit berjalan mendekat. Tidak cepat, tapi setiap langkahnya memberi tekanan baru ke dalam ketegangan yang menggantung di udara.“Tadi aku bilang, dia dekat sama kamu.” Nada suaranya rendah, tapi bukan marah—lebih ke sesuatu yang sedang dipaksa tetap stabil. “Tapi aku nggak mau bilang sebelum aku yakin se






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
reviews