Votenya jangan lupa ya. Kamshanida~
“Apa lagi, Dan? Mau tanya pakai ekspedisi apa sekarang? Pakai ekpedisi ikan terbang!” bentak Axel terlihat terganggu dengan kedatangan seseorang lagi di ruangannya. “Saya Hana, Pak,” jawab seorang gadis seraya masuk ke dalam ruangan General Manager. “HANA! Ngapain kamu ke sini?” tanya Axel terkejut, bahkan kursinya sampai mundur sekitar satu meter karena yang sedang mendudukinya melompat kaget. “Saya enggak pernah manggil kamu ke ruangan.” “Oh memang saya enggak dipanggil, Pak. Saya datang sendiri,” jawab Hana. ‘Kok macam jaelangkung, datang tak diantar pulang tak dijemput.’ Gadis itu menelan salivanya sebelum melanjutkan. “Saya mau bertanya, Pak-.” “Saya lagi sibuk. Kamu bicarakan saja sama Zidan, nanti dia yang menyampaikan pada saya,” jawab Axel sambil menunjuk ke arah pintu. Namun, tangannya tanpa sengaja menyenggol mouse yang malah mengklik perintah untuk mengalihkan audio komputer dari headphone ke arah speaker ruangan, dan detik selanjutnya terdengar suara Gong Yoo nyaring
Hana diseret oleh geng sarapannya ke kantin, walau gadis itu masih belum terlalu lapar. Selain itu ia sengaja ingin berhemat hingga tak makan pagi ini. Hana khawatir jika Axel memotong gaji Andra, kekasihnya itu tak punya tempat meminjam uang lagi. Yap, Hana memang sebucin itu, tapi mengakuinya adalah hal yang berbeda. Namun, Zidan yang memiliki misi ‘curhat tentang Raja Neraka’ tentu saja tak terima jika Hana tak mengikuti ‘ritual’ pagi mereka. Apalagi selama dua bulan ini mereka menjadi pendengar setia curhatan Hana seputar Raja Neraka. “Bos elu tuh ya! Perasaan gue sih reinkarnasi Roro Jonggrang. Ngasih tugas tuh berasa buat seribu candi dan harus selesai sebelum fajar. Masa dia minta gue rangkum penjualan kripik jamur dari seluruh Indonesia dalam lima tahun terakhir ini?” keluh Zidan. Hana langsung mencibir. “Dulu ya aku tuh ngeluh begini katamu ‘lebai’.” “Ya maaf, Han. Gue enggak tahu aja si Raja Neraka permintaannya mustahil bin gak masuk akal.” “Sebenarnya enggak mustahil
Mereka masih berada di kantin kantor saat ini. Kantin itu sebenarnya tidak cocok disebut ‘kantin’ karena interiornya yang nyaris menyamai sebuah cafe. Bahkan makanan yang terhidang juga kualitas terbaik, selayaknya restoran berbintang. Selain itu, tempat makan ini juga terbuka untuk umum karena letaknya ada di lantai bawah kantor yang menghadap jalan, tapi untuk pengunjung yang merupakan pegawai kantor tentu saja mendapat potongan harga hingga bisa dikatakan harga menu di cafe ini cukup terjangkau. “Jangan-jangan Pak Axel menunjuk gue menjadi sekretaris karena naksir gue kali ya?” gumam Zidan penuh percaya diri tak mempedulikan sanggahan Hana. Jennie langsung menoyor kepala Zidan. “Mikir dong, Dan. Logikanya kalau Pak Axel itu naksir Pak Andra terus akhirnya terjun ke kamu, kejauhan kali turun seleranya.” Zidan manyun sambil mengelus-elus jidatnya. “Mbak Jennie kasar deh.” “Terus Bapak naksir balik enggak?” tanya Elira sambil merapatkan tubuhnya ke arah Andra. “Aku masih doyan wan
“Mana sekretaris kamu!” jerit Salia marah sembari menghentak-hentakan kakinya ke lantai. Zidan langsung terlonjak di tempatnya karena merasa terpanggil. ‘Hari kedua gini amat nasib jadi sekretaris Raja Neraka,’ keluhnya dalam hati. “Sa-saya,” ucap Zidan sambil menongolkan kepalanya dari balik pintu dengan takut-takut. “Kamu ngapain di sini,” gumam Axel lemah melihat lelaki tambun yang tiba-tiba nyengir dan masuk ke dalam ruang kerjanya. “Kamu-,” ucap Salia sambil menunjuk Zidan. “Saya sekretarisnya, Mbak Salia,” jawab Zidan masih memberikan senyum pasta gigi. “Tidak mungkin! Mas Axel suka dengan lelaki!” jerit gadis berambut ungu itu histeris. “Dan ia bahkan- tidak Mas! Kenapa kau tega! Mas! Ayo kembali ke jalan yang benar!” sorak Salia sambil berlari ke arah Axel dan mengguncang-guncangkan tubuh kekar lelaki itu. Axel menarik napas berat. ‘Kenapa wanita ini suka sekali drama, dan apa yang sedang terjadi sekarang?’ Lelaki bersurai coklat gelap itu menghempaskan tangan Salia. “
“Ini habis minum obat apa deh si Zidan sampai ngehalu macam begini,” komentar Jennie setelah membaca pesan juniornya itu di grup Whats*pp. “Buktinya itu bos malah keluar sama cewek cantik, artis pula!” Hana masih termangu melihat pemandangan tadi dan pernyataan Zidan di grup pesan mereka. ‘Bukannya Bos enggak mau sama Salia? Tapi kok pergi berdua gandengan tangan? tanya gadis berambut panjang itu dalam hati. Seolah bisa membaca isi hati Hana, Jennie malah nyeletuk. “Ya kali, kucing ras dikasih royal canin mintanya malah terasi jamuran. Zidan ada-ada aja!” Hana mengangguk, menyetujui pernyataan Jennie. ‘Kenapa juga aku harus merasa kecewa, aku hanya tak menyangka ucapan Bos tak bisa dipegang. Ini sangat berbanding terbalik dengan pernyataannya waktu itu. *** “Bener Mbak! Raja Neraka tuh nyata-nyata bilang ‘aku suka sekretarisku!’ terus menarik pernyataan Pak Andra tadi pagi ketika sarapan ‘Pak Axel suka lelaki’ kan itu sudah pasti gue, Mbak,” ucap Zidan menyakinkan Jennie ketika j
“Bukannya sebaiknya pura-pura seperti tak tahu satu sama lain katanya tadi, kenapa sekarang malah menelpon?” gumam Hana. ‘Perkataan Pak Bos apa sudah tidak bisa dipercaya?' “Halo?” sapa Hana. Tapi tak ada suara pun di ujung sana. “Halo?” ulang gadis itu lagi. “Hana….” Suara balasan pelan terdengar. “Tolong aku,” ucap Axel begitu lemah. “Pak? Bapak baik-baik saja?” tanya Hana khawatir. “Aku ada di hotel Kaliendra daerah Majapahit. Jemput aku di sana-.” “Pak? Bapak baik-baik saja?” tanya Hana lagi begitu mendengar suara Axel yang kian mengencil. “Makan-.” “Hah? Apa Pak?” “Makan coklat itu sekarang!” perintah suara di ujung sana. “Tapi nanti kita-.” “Makan coklat itu sekarang Hana!” ulang Axel sebelum menutup panggilannya. “Hah?” gumam Hana. “Halo, Pak? Halo? Halo?” Tapi hanya nada sambungan terputus yang terdengar jelas. “Ish! Apa sih ini orang, gak jelas banget!” umpat Hana sambil hendak membanting ponselnya. Tapi tidak jadi, karena sayang. Sayang uangnya buat beli lagi. Say
“Bos… jangan, Bos,” ucap Zidan lirih sambil mencengkram kerah bajunya begitu erat. Takut jika bosnya menyerang tiba-tiba dan membuka pakaiannya. “Astaga! Apa sih yang kamu pikirin, Dan!” bentak Hana kesal. “Pinjam bajumu sebentar! Celana juga!” “Tapi- tapi,” tolak Zidan yang langsung bersandar pada pintu ruang kerja General Manajer Harrison Food. Lelaki tambun itu sudah siap melarikan diri, tapi juga takut kalau hal itu menyebabkan ia dipecat kemudian hari. ‘Antara harga diri dan pekerjaan, aku harus pilih yang mana?’ tanya Zidan dalam hati, bulir-bulir keringat membanjiri jidatnya. “CEPAT!” perintah Hana menggelegar. Ia juga panik jika tidak segera melaksanakan perintah Axel bisa-bisa dirinya yang dipecat. Apalagi ia sempat tertidur tadi. Serta merta Zidan langsung membuka kemeja dan celananya begitu mendengar bentakan dari Hana. Sembari ketakutan ia menyerahkan pakaian itu pada Hana, kemudian kembali berdiri ketakutan di pojok ruangan. Hana yang hendak membuka kemeja dengan akse
Setengah berlari usai membayar taxi online yang barusan ia pesan. Hana sekarang sedang berada di lobby hotel Kaliendra cabang Majapahit. Kembali Hana mencoba menghubungi ponsel Axel tapi tak juga terhubung. “Pak Axel,” sapa seorang resepsionis begitu ramah pada Hana. “Anda kemana saja? Nona Salia tadi mencari Anda, tapi sekarang Nona sudah pulang.” “Ah iya tadi aku beli kuaci,” jawab Hana sekenanya yang langsung membuat pegawai wanita di hadapannya itu tersenyum dengan raut muka bingung. “Kami semua bingung karena Anda tiba-tiba saja menghilang dari kamar yang sudah dipesankan untuk Nona Salia dan Anda, Tuan,” lanjut resepsionis itu. Kemudian ia menyerahkan ponsel dan dompet milik Axel. “Ini tadi tertinggal di kamar.” Hana menerima ponsel dan dompet itu dengan bingung. ‘Jadi bos tidak membawa dua hal penting ini? Mereka habis ngapain sih, siang bolong pesan satu kamar berdua. Apa benar yang dikatakan Hilda. Pak Bos sedang ditunjukkan ‘jalan yang lurus’ oleh Salia? Tapi kan Bos jug