Share

Bab 5. Kalian Jual, Aku Beli!

Tepat pukul delapan, aku sudah kembali ke rumah, dan mengistirahatkan tubuhku lagi sebelum mandi. Aku memilih duduk di pekarangan sebelah kanan, yang bersebelahan dengan pagar rumah Ibu Kumala. Tempat itu tertutup dari jalanan, jadi tak akan ada yang melihatku sedang beristirahat di sana.

Aku memang sengaja duduk di sana, karena aku yakin sebentar lagi Ibu Kumala akan berkumpul dengan dua penggosip lainnya di lapak Mang Al. Aku mau mendengar apa yang akan dia bahas kali ini. Dan, benar saja dugaanku.

“Eh, tahu gak! Tadi pagi si Mendy joging, lho! Pakai pakaian olahraga SMA!” ucap Ibu Kumala setengah berbisik.

Aku mengamati dari celah-celah pagar yang terhalang tanaman sirih. Aku bisa melihat wajah Ibu Kumala yang terkesan mengejek apa yang aku lakukan.

“Eh, jinja?” celetuk Ibu Yoona dengan aksen Korea dibuat-buat.

Jinja, jinja! Jijay sama kalian!

“Yang benar saja, kakak ibu? Perempuan pemalas begitu juga bisa bangun pagi dan olahraga? Tumben sekali!” timpal Ibu Sharlotta Mersedes.

Astaga! Bisa-bisanya aku dibilang perempuan pemalas!

Seketika, aku mendengar Ibu Kumala terkekeh. “Nah, bener kan! Malah pakai pakaian olahraga SMA lagi! Aku kok curiga, ya!”

Aku melihat wajah Ibu Yoona dan Ibu Sharlotta tampak penasaran dengan ucapan Ibu Kumala barusan.

“Curiga kenapa, eonni?” tanya Ibu Yoona.

Ibu Kumala menatap ke arah pintu pagarku, mungkin memastikan jika ibu belum keluar untuk membeli sayur.

“Aku curiga, dia itu sedang ketemu laki-laki! Berlagak jadi anak SMA! Mungkin, mau menggaet cowok SMA atau kuliahan!” jawab Ibu Kumala dengan bibir berkelok-kelok.

Aku memejamkan mata dengan perasaan kesal. Sudah dituduh pengangguran, pemalas, sekarang malah mengatakan aku menjebak laki-laki! Mereka benar-benar sinting!

Bagaimana kalau mereka tahu tadi pagi aku baru saja berkenalan dengan seorang pria tampan? Tapi, bukan aku yang mendekati pria itu, melainkan dia yang datang padaku? Bisa-bisa aku dibilang pakai pelet!

“Eh, masa?!” celetuk Ibu Sharlotta. “Tidak mungkin lah! Perempuan pemalas begitu, laki-laki tidak suka! Biar dia pakai seragam SD juga, tidak akan ada yang melirik! Tampang tidak bisa berbohong!”

“Bener itu, eonni!” sahut Ibu Yoona menyetujui.

Seketika, aku semakin kesal mendengar ucapan kedua ibu itu. Apa mereka pikir, aku tidak bisa memiliki pacar? Huh! Lihat saja, suatu saat aku akan punya pacar tampan, berkulit putih dan membuat kalian semua iri! Eh, kok ciri-cirinya mirip Lionel, ya! Yah, kecuali si Lionel! Sekali lagi, dia bukan tipeku!

“Duh, untung saja Britney-ku tidak seperti dia! Britney anak yang pintar, cantik, dan pekerja keras! Britney juga tampil seperti usianya! Bahkan, begitu saja banyak yang memuji dia seperti anak SMA! Bukan memancing dengan pakaian SMA!” ucap Ibu Kumala.

Ya, Tuhan! Sabarkanlah aku agar tidak mencaci-maki mereka, karena kesabaranku tidak seluas samudera, tapi hanya selebar daun kelor dan setipis tisu toilet.

“Aku yakin, kalau pun misalnya si Mendy itu punya pacar, paling juga orang enggak jelas pekerjaannya kayak dia! Berbeda dengan Britney, sekarang saja yang antre sudah banyak! Dan semuanya rata-rata PNS!”

Bangga sekali Ibu Kumala mengatakan hal itu. Aku hanya memutar bola mataku dengan malas. Kalau banyak yang mengantre, kenapa tidak pernah melihat Britney membawa pacarnya?

“Iya lah, eonni! Perempuan macam si Mendy, enggak mungkin lah ada anak orang kaya yang bakal melirik! Entar kalau sudah nikah, cuma bisa habiskan duit suami saja!” timpal Ibu Yoona, lantas mereka tertawa bersama.

Aku mengintip Mang Al yang sejak tadi hanya menggelengkan kepala, mendengar gosip TTM itu.

Tunggu saja! Kalau aku sudah punya pacar tampan dan kaya raya, akan kuajak dia berpawai keliling kompleks! Biar mata kalian terbuka! Kalian terlalu memandang rendah diriku!

Tak berapa lama, aku melihat ibu sudah bergabung dengan para TTM itu. Seperti biasa, mereka akan tersenyum ramah ketika ada ibu.

“Masak apa hari ini, Bu?” tanya Ibu Kumala berbasa-basi.

“Masak cah kangkung saja, kesukaannya Mendy,” jawab ibuku santai.

“Oh, iya Bu Ida! Kok tiba-tiba Mendy joging tadi pagi? Apa dia sudah mulai berubah, ya?” tanya Ibu Kumala.

Kulihat ibu hanya tersenyum. “Tidak masalah kan, Bu!”

Jawaban Ibu berhasil membungkam mulut Ibu Kumala, walau untuk sesaat saja. Karena, seakan lidahnya tak bisa diam sebentar, Ibu Kumala kembali berkotek tentang diriku.

“Tapi, Bu. Kayaknya ibu harus hati-hati, deh! Soalnya nih, ya! Kalau tiba-tiba anak perempuan kita yang biasanya di rumah saja, keluyuran pagi-pagi sekali, kemungkinan dia bertemu cowok, lho! Apa lagi, Mendy pakai pakaian olahraga SMA!” ucap Ibu Kumala sok tahu sekali. Dan lagi-lagi, dia selalu menekankan seragam olahraga SMA!

“Iya benar, Bu Ida! Apa lagi, Mendy kan sudah lama menjomblo! Takutnya, ada cowok tak jelas minta kenalan, dia langsung mengiyakan karena ingin punya pacar!” timpal Ibu Yoona.

Ya, Tuhan! Apakah hina sekali diriku yang lama menjomblo, sehingga mereka berpikir sampai seperti itu tentangku? Semoga mereka tidak mengetahui tentang Lionel.

Tapi, aku benar-benar sudah gerah! Aku tak bisa lagi membiarkan mereka terus membicarakan diriku yang tidak-tidak.

Aku sudah akan bangkit berdiri untuk membalas ucapan mereka, tapi aku menghentikan niatku karena jawaban ibu pada mereka.

“Maaf ya, Bu-ibu! Mungkin anak-anak Bu-ibu yang seperti itu, jadi perlu diwaspadai. Tapi, Mendy saya tidak sembarangan seperti itu. Saya kenal anak saya lebih dari Bu-ibu. Terus tentang pakaian olahraganya, itu karena dia tidak punya pakaian olahraga lain, makanya dia memakai pakaian SMA-nya. Banyak kok yang begitu, kenapa harus dipermasalahkan? Permisi, ya! Saya duluan!" ucap Ibu sambil tersenyum ramah, lalu pergi dari hadapan para penggosip itu, setelah ibu selesai membeli bahan-bahan untuk dimasak.

Sejujurnya, aku benar-benar terharu dengan ucapan ibu. Meski beliau terlihat tenang, tapi kata-katanya terkadang menusuk. Buktinya, aku bisa mendengar cibiran Ibu Kumala yang tak terima dengan perkataan ibuku.

Halah, sok membela anaknya yang tak tahu diri! Memangnya dia bersama anaknya? Dia tahu apa kalau anaknya keluar sendiri?!” gerutu Ibu Kumala.

“Tapi, memangnya kakak ibu tahu, apa yang Mendy lakukan sendiri? Kakak ibu selalu ikuti si Mendy?” Ku dengar Ibu Sharlotta menanyakan sesuatu yang cukup menggelitikku.

“Ya, enggaklah! Memangnya aku kurang kerjaan ikuti dia?!” sahut Ibu Kumala terdengar judes.

“Makanya, kalau enggak tahu apa-apa, jangan sok tahu, Bu!” timpalku sambil keluar dari persembunyian.

Aku bisa melihat keterkejutan di wajah Ibu Kumala bersama kedua rekannya, juga Mang Al.

“Dari pada Ibu sibuk urusi hidup saya, mending Ibu urusi anak Ibu si Britney! Tanyain dia, mau enggak jadi babu saya! Saya masih buka lowongan, lho! Atau ibu aja, biar ada kesibukannya?!” imbuhku sambil berlalu dari hadapan mereka.

“KURANG AJAR! JAGA MULUT KAMU, YA!”

Aku mendengar teriakan Ibu Kumala padaku, tapi aku tetap berlalu. Biar saja! Jika dia bisa dengan seenaknya mengatakan yang tidak-tidak tentangku dan ibu, aku pun bisa melakukan hal yang sama pada anaknya.

Maaf saja! Aku bukan wanita-wanita lemah dan baik hati seperti di sinetron, yang hanya masuk ke kamar dan menangisi perkataan orang lain.

Kalian jual, aku beli, sayang!

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status