Bola mata Shireen bergerak di balik kelopak mata ketika cahaya matahari mengusik tidurnya. Matanya perlahan terbuka dan memegang kepala karena merasa pusing.
"Sudah bangun?" Suara yang familiar menyentak telinganya. Adam berjalan menghampiri Shireen dan mengambil sebuah tablet dan menyerahkannya pada Shireen.
"Ambil ini dan cepat bersiap!" tegas Adam.
Shireen mengulurkan tangan menerima tablet tersebut dan menatap penuh tanya pada Adam, "Apa ini?" tanyanya.
"Obat lambung. Cepat mandi dan turun ke bawah. Tidak ada kata penolakan dan pemberontakan seperti kemarin!" finnal laki-laki itu lalu langsung pergi dari kamar tersebut.
Shireen menatap tidak suka pada Adam. Orang yang kejam telah memberikannya sebuah obat lambung? Tidak tahu jika memang benar obat lambung bukan racun.
Pikiran buruk selalu Shireen lemparkan pada Adam yang menurutnya sangat kejam. Tidak! Memang sangat kejam. Dialah pembunuh kedua orang tuanya.
Dengan malas Shireen mengambil gelas berisikan air mineral dan meminumnya. Mencoba percaya jika itu memang obat lambung bukan racun, tapi jika benar adanya itu justru bagus bukan? Shireen lebih baik mati daripada harus di sandera oleh orang seperti Adam.
Shireen mengeluh sakit pada perutnya, kemudian dia ingat jika belum ada asupan makanan yang masuk sejak dua hari yang lalu.
Dengan tertatih Shireen masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Di guyurnya tubuh lelah Shireen hingga menjadi kembali segar. Cukup sedikit lebih lama gadis itu mengguyur tubuhnya.
Dua puluh menit kemudian Shireen keluar dari kamar mandi dan menatap dengan tercengang. Pakaian yang tergantung didepan matanya menjadikannya bingung. Apa maksudnya ini semua? Ingin menyenangkannya atau gimana?
"Silahkan pilih yang ingin Nona pakai," ucap satu pelayan yang terus berdiri.
Shireen menghela napas berat. "Terserah kalian mau pilih yang mana aku oke saja."
Pelayan yang mendengar itupun langsung memilih satu dari puluhan pakaian didepannya.
"Sepertinya ini cocok untuk Nona, silahkan coba, Nona." Pelayan itu menunduk ramah.
Shireen mencebikan bibirnya tidak suka seraya menyambar pakaian yang pelayan itu pilih dengan sedikit kasar. Sebenarnya Shireen tidak ingin berperilaku tidak bermoral seperti itu tapi, entah kenapa apapun yang menyangkut dengan laki-laki yang bernama Adam itu rasanya sangat menjengkelkan termasuk pelayan yang ada di rumah itu.
Shireen kembali ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya karena pelayan itu enggan keluar kamar yang dia tempati.
Cukup membutuhkan lima menit untuk Shireen berganti pakaian dan keluar dari kamar mandi. Gadis itu menatap jengah nan marah pada laki-laki yang menatapnya dengan seringaian mengejek.
"Pakaian itu ternyata sangat cocok denganmu. Oh, tidak! Kamu yang terbantu oleh pakaian itu." Adam tersenyum simpul.
"Pergi kau! Aku nggak mau liat wajah kamu yang menyebalkan!" usir Shireen.
"No no no. Ini rumahku, ini ruangan juga milikku. Dan kamu nggak bisa usir aku dari apa yang aku miliki, bukan?" Adam kembali mengejek.
"Oh kalau begitu aku yang keluar! Minggir!" ucap Shireen melambaikan tangan mengisyaratkan Adam untuk menyingkir dari jalannya.
Baru saja dua langkah Shireen melewati Adam, tangannya sudah di cekal. "Sstt ... kau mau kemana, Sayang?" lirih Adam di telinga Shireen seraya memeluk tubuh gadis itu.
"Lepaskan, brengsek! Aku nggak sudi disentuh oleh pembunuh sepertimu!!" berontak Shireen dalam pelukan Adam.
"Sstt ... kamu nggak boleh mengatakan hal kasar pada calon suamimu, Sayang." Adam berkata lembut membelai rambut Shireen.
"Siapa yang calon suamiku?! Kamu? Heh! Aku nggak sudi punya suami kayak kamu!!" Shireen masih bersikeras untuk keluar dari pelukan Adam.
"Hah ... kamu cantik tapi mulutmu begitu tajam." Ucap Adam melepas pelukan dan berjalan keluar. Saat sudah di ambang pintu Adam berhenti, "Ikut ke bawah sarapan bersama." Katanya kemudian kembali melanjutkan langkahnya.
Shireen sangat marah, wajahnya merah padam melihat sikap Adam yang terlihat biasa-biasa saja tanpa rasa bersalah karena sudah membunuh orang tuanya. Tapi memang begitu bukan, seorang pembunuh tidak akan mengakui kesalahannya.
"Mari, Nona." Ajak Adnan. asisten Adam.
"Nggak! Aku nggak mau ikut makan satu meja dengannya!" keras kepala Shireen.
"Maaf, Nona. Lebih baik Nona ikut saya ke bawah. Saya takut Nona nantinya akan dihukum kembali oleh tuan." Mohon Adnan sopan.
"Biarkan saja aku di hukum. Biarkan dia bertindak semaunya dia! Toh bakalan mati juga aku nya!" seru Shireen.
"Maaf, Nona. Jika Nona mati, apa tidak kasihan pada kakak Nona yang tengah di sandera tuan?" ucap Adnan mencoba bernegosiasi.
Shireen yang mendengar kakaknya disebut pun menoleh dengan sedikit harapan dimatanya jika kakaknya baik-baik saja. "A-apa kamu bilang? Ka-kakku?" tanya Shireen tergagap.
Wajah Shireen sedikit pucat karena yang dia lihat dua hari ini jika laki-laki itu sangat kejam, dirinya saja yang perempuan diperlakukan tidak manusiawi seperti itu, apalagi kakaknya yang laki-laki?
Adnan menunjukkan tablet yang selalu ia bawa lalu menyalakan video yang berisi kakak Shireen yang tengah di pukuli. "Dimana dia?!" seru Shireen 'tak sabar.
"Jika Nona ingin tau, mari ke meja makan untuk makan dan tanyakan sendiri pada tuan," ucap Adnan sedikit menunduk seraya tangannya mengisyaratkan meminta Shireen untuk keluar.
Shireen menghentakkan kakinya kesal namun tetap keluar menemui Adam. Sedangkan di ruang makan ada Adam yang menyeringai mendengar langkah kaki turun dari lantai dua yang sudah dipastikan itu adalah Shireen dan asistennya.
"Silahkan duduk, Sayang." Ucap Adam setelah Shireen sudah dekat.
Mella menatap tidak suka pada Shireen dan menatap Adam dengan cemberut membuat Adam gemas. Dia tahu jika Mella cemburu.
Shireen dengan terpaksa duduk. Pelayan menyiapkan makanan untuk Shireen. Adam memberi isyarat dan dengan sigap Adnan memberikan map kepada Shireen.
"Bacalah," ucap Adam.
Shireen membuka map itu dan membacanya. Alisnya berkerut dalam dan tidak percaya dengan apa yang dia baca sekarang.
"Kau gila!!" teriak Shireen.
"Tidak, surat itu jelas bahkan sangat jelas. Kau akan mengandung bayi untukku. Dan Minggu depan kita akan menikah. Karena aku nggak mau anakku punya status yang tidak jelas!" jelas Adam tegas sedangkan Mella memakan sarapannya dengan tenang bahkan sangat tenang.
"Nggak! Aku menolak itu semua! Aku nggak sudi mengandung bahkan melahirkan anak dari kamu, pembunuh!!"
"Hah ... kau bisa pilih setuju atau nyawa kakakmu melayang." Bersamaan dengan itu, suara teriakan yang berasal dari tablet Adnan sangat nyaring.
Shireen menatap horor dan menelan ludah. Keberanian yang baru saja ia ucapkan kini lenyap bersama usainya teriakan sang kakak.
salam hangat dari author kece^_^
Salam hangat dari author kece ^_^
SELAMAT MEMBACA.Di dalam sebuah rumah, terlihat seorang wanita yang tengah duduk di sofa di dalam kamarnya. Wanita itu duduk sembari memandangi wajah cantik yang terdapat pada bingkai foto."Apa kamu di sana baik-baik saja? Aku harap iya. Oh tidak! Pasti kamu baik-baik saja." Wanita itu tersenyum. "Tenanglah, anakmu sudah aku temukan. Maafkan aku yang nggak percaya sama kamu dulu, ya ....""Ma!"Wanita itu terhenyak dan menoleh. "Mama di sini, Sayang!" serunya memberi tahu.Seorang pemuda masuk tanpa mengetuk. "Ma, dasi aku warna biru ke mana?" tanyanya terburu-buru."Ada di lemari kecil dekat tempat kamu menyimpan jam.""Benarkah? Kenapa tadi aku mencari nggak ada ya?" gumam pemuda yang tidak lain adalah anak perempuan itu.Perempuan itu tersenyum, "Cari yang benar," katanya lembut."Ya ya ya ... terima kasih, Ma." Setelah mengatakan itupun pemuda yang akrab dipanggil Harus itupun mengecup pipi sang mama sebelum hilang untuk mencari dasinya kembali.Di meja makan sudah ada Anas, sua
SELAMAT MEMBACA. Adam terus saja mengusap-usap punggung Shireen, Shireen sudah mulai tenang ... tapi otak jahil Adam pun keluar. Tangannya semakin turun dan membuat Shireen mengerutkan keningnya. "Apa yang kamu lakukan?!" pekik Shireen memukul tangan nakal Adam. Adam hanya menyeringai saja tanpa mengindahkan kata-kata sang istri. "Dasar mesum! Enyah kau!" geram Shireen. Adam kembali menyeringai lalu berbalik berjalan keluar. Shireen menggeram marah. Selalu saja di buat marah oleh laki-laki yang berstatus suami itu. Adam kembali duduk dan menelpon salah satu bawahannya untuk meminta mereka membelikan makanan, Adam mendengar bunyi yang unik dari perut Shireen tadi yang tandanya istrinya itu lapar . &
SELAMAT MEMBACA. Hari sudah sore dan Shireen sudah kembali terjaga dari tidurnya. Perutnya terasa kram saat dirinya hendak terbangun. "Aw!" pekik Shireen mengeluh seraya memegang perut bagian bawah. "Tenang sayang ... tenang ya." Shireen terus meringis merasakan sakit. "Ada apa?" tanya seseorang dari pintu lalu mendatangi Shireen cepat. Shireen menoleh ke orang itu dengan masih menahan kram di perutnya. Adam, suaminya itu memegang perut istrinya juga dan menenangkannya. Di usapnya penuh kelembutan dan kasih sayang. Shireen sedikit demi sedikit merasa rileks setelah kram di perutnya makin mereda. "Sudah enakan?" tanya Adam
Di dalam kamar Shireen dan juga Dika saling mengobrol dan suara tawa mereka terdengar sampai keluar kamar. Kebetulan Adam yang akan masuk ke dalam kamar dan mendengar suara tawa riang Shireen, tawa yang jarang sekali didengarnya.Adam terhenti dan suara itu semakin menariknya untuk mendekat. Suasana yang sepi itu menjadikan suara Shireen terdengar begitu jelas meski jarak antara kamarnya dan Shireen cukup jauh.Tiba di depan pintu, Adam berhenti dan berdiri sembari mendengarkan. Shireen begitu cerewet saat ini dan Adam suka, sangat suka.Sedangkan di dalam, Shireen tengah di suapi Dika. Dika sekarang seperti layaknya suami sedang meladeni kemanjaan istri yang sedang hamil besar yang seharusnya tugas itu di lakukan oleh Adam."Ayo buru habiskan
Adam melempar jas mahalnya di atas sofa di dalam ruang kerjanya. Merasa kesal di sindir oleh orang yang menurutnya tidak selevel dia."Kurang ajar!" kesal Adam.Tok tok tok!Saat tengah mengumpat suara ketukan terdengar mengalihkan perhatiannya pada asal suara. Pintu terbuka perlahan dan menampilkan Mella yang tersenyum cantik. Adam menatap datar saja Mella yang sudah berdiri di hadapannya.Mella mengerutkan keningnya heran melihat mata Adam yang dingin tidak seperti biasanya. Tangan Mella hendak menyentuh wajah tampan Adam. Namun, suaminya itu mengalihkan wajahnya. Mella tertegun untuk sesaat dan tangan yang menggantung di udara dia tarik kembali.Perempuan itu mencoba untuk tersenyum dan baik-baik saja meski hatinya sakit karena merasa tidak di butuhkan saat dia tahu jika suaminya tidak baik-baik saja."Kau baik-baik saja?" tanya Mella. 
Adam pulang saat jam makan siang. Niatnya hanya ingin melihat Shireen di rumah karena dia tidak bisa menjemput istrinya itu saat pulang tadi.Berjalan dengan sedikit tergesa menghampiri kamar yang di tempati Shireen. Di bukanya pelan pintu yang tertutup rapat. Adam masuk ke dalam dan melihat Shireen yang sedang tertidur pulas.Adam berjongkok dan menatap seksama wajah damai Shireen, "Sepertinya dia begitu pulas? Apa senyaman itu tidur di kamar sendiri?" gumam Adam.Terkadang bodoh melanda laki-laki itu. Siapa yang tidak akan nyaman jika kembali ke tempat yang biasa di tempati apalagi tempat tidur. Tapi, di balik kenyamanan yang di rasakan Shireen, perempuan hamil itu sekarang malah merasakan kram di perut bagian bawahnya. Menjelang hari lahir memang begitu nikmat.Adam yang melihat itupun men