Share

02. Surat Perjanjian

Bola mata Shireen bergerak di balik kelopak mata ketika cahaya matahari mengusik tidurnya. Matanya perlahan terbuka dan memegang kepala karena merasa pusing.

"Sudah bangun?" Suara yang familiar menyentak telinganya. Adam berjalan menghampiri Shireen dan mengambil sebuah tablet dan menyerahkannya pada Shireen.

"Ambil ini dan cepat bersiap!" tegas Adam.

Shireen mengulurkan tangan menerima tablet tersebut dan menatap penuh tanya pada Adam, "Apa ini?" tanyanya.

"Obat lambung. Cepat mandi dan turun ke bawah. Tidak ada kata penolakan dan pemberontakan seperti kemarin!" finnal laki-laki itu lalu langsung pergi dari kamar tersebut.

Shireen menatap tidak suka pada Adam. Orang yang kejam telah memberikannya sebuah obat lambung? Tidak tahu jika memang benar obat lambung bukan racun.

Pikiran buruk selalu Shireen lemparkan pada Adam yang menurutnya sangat kejam. Tidak! Memang sangat kejam. Dialah pembunuh kedua orang tuanya.

Dengan malas Shireen mengambil gelas berisikan air mineral dan meminumnya. Mencoba percaya jika itu memang obat lambung bukan racun, tapi jika benar adanya itu justru bagus bukan? Shireen lebih baik mati daripada harus di sandera oleh orang seperti Adam.

Shireen mengeluh sakit pada perutnya, kemudian dia ingat jika belum ada asupan makanan yang masuk sejak dua hari yang lalu.

Dengan tertatih Shireen masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Di guyurnya tubuh lelah Shireen hingga menjadi kembali segar. Cukup sedikit lebih lama gadis itu mengguyur tubuhnya.

Dua puluh menit kemudian Shireen keluar dari kamar mandi dan menatap dengan tercengang. Pakaian yang tergantung didepan matanya menjadikannya bingung. Apa maksudnya ini semua? Ingin menyenangkannya atau gimana?

"Silahkan pilih yang ingin Nona pakai," ucap satu pelayan yang terus berdiri.

Shireen menghela napas berat. "Terserah kalian mau pilih yang mana aku oke saja."

Pelayan yang mendengar itupun langsung memilih satu dari puluhan pakaian didepannya.

"Sepertinya ini cocok untuk Nona, silahkan coba, Nona." Pelayan itu menunduk ramah.

Shireen mencebikan bibirnya tidak suka seraya menyambar pakaian yang pelayan itu pilih dengan sedikit kasar. Sebenarnya Shireen tidak ingin berperilaku tidak bermoral seperti itu tapi, entah kenapa apapun yang menyangkut dengan laki-laki yang bernama Adam itu rasanya sangat menjengkelkan termasuk pelayan yang ada di rumah itu.

Shireen kembali ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya karena pelayan itu enggan keluar kamar yang dia tempati.

Cukup membutuhkan lima menit untuk Shireen berganti pakaian dan keluar dari kamar mandi. Gadis itu menatap jengah nan marah pada laki-laki yang menatapnya dengan seringaian mengejek.

"Pakaian itu ternyata sangat cocok denganmu. Oh, tidak! Kamu yang terbantu oleh pakaian itu." Adam tersenyum simpul.

"Pergi kau! Aku nggak mau liat wajah kamu yang menyebalkan!" usir Shireen.

"No no no. Ini rumahku, ini ruangan juga milikku. Dan kamu nggak bisa usir aku dari apa yang aku miliki, bukan?" Adam kembali mengejek.

"Oh kalau begitu aku yang keluar! Minggir!" ucap Shireen melambaikan tangan mengisyaratkan Adam untuk menyingkir dari jalannya.

Baru saja dua langkah Shireen melewati Adam, tangannya sudah di cekal. "Sstt ... kau mau kemana, Sayang?" lirih Adam di telinga Shireen seraya memeluk tubuh gadis itu.

"Lepaskan, brengsek! Aku nggak sudi disentuh oleh pembunuh sepertimu!!" berontak Shireen dalam pelukan Adam.

"Sstt ... kamu nggak boleh mengatakan hal kasar pada calon suamimu, Sayang." Adam berkata lembut membelai rambut Shireen.

"Siapa yang calon suamiku?! Kamu? Heh! Aku nggak sudi punya suami kayak kamu!!" Shireen masih bersikeras untuk keluar dari pelukan Adam.

"Hah ... kamu cantik tapi mulutmu begitu tajam." Ucap Adam melepas pelukan dan berjalan keluar. Saat sudah di ambang pintu Adam berhenti, "Ikut ke bawah sarapan bersama." Katanya kemudian kembali melanjutkan langkahnya.

Shireen sangat marah, wajahnya merah padam melihat sikap Adam yang terlihat biasa-biasa saja tanpa rasa bersalah karena sudah membunuh orang tuanya. Tapi memang begitu bukan, seorang pembunuh tidak akan mengakui kesalahannya.

"Mari, Nona." Ajak Adnan. asisten Adam.

"Nggak! Aku nggak mau ikut makan satu meja dengannya!" keras kepala Shireen.

"Maaf, Nona. Lebih baik Nona ikut saya ke bawah. Saya takut Nona nantinya akan dihukum kembali oleh tuan." Mohon Adnan sopan.

"Biarkan saja aku di hukum. Biarkan dia bertindak semaunya dia! Toh bakalan mati juga aku nya!" seru Shireen.

"Maaf, Nona. Jika Nona mati, apa tidak kasihan pada kakak Nona yang tengah di sandera tuan?" ucap Adnan mencoba bernegosiasi.

Shireen yang mendengar kakaknya disebut pun menoleh dengan sedikit harapan dimatanya jika kakaknya baik-baik saja. "A-apa kamu bilang? Ka-kakku?" tanya Shireen tergagap.

Wajah Shireen sedikit pucat karena yang dia lihat dua hari ini jika laki-laki itu sangat kejam, dirinya saja yang perempuan diperlakukan tidak manusiawi seperti itu, apalagi kakaknya yang laki-laki?

Adnan menunjukkan tablet yang selalu ia bawa lalu menyalakan video yang berisi kakak Shireen yang tengah di pukuli. "Dimana dia?!" seru Shireen 'tak sabar.

"Jika Nona ingin tau, mari ke meja makan untuk makan dan tanyakan sendiri pada tuan," ucap Adnan sedikit menunduk seraya tangannya mengisyaratkan meminta Shireen untuk keluar.

Shireen menghentakkan kakinya kesal namun tetap keluar menemui Adam. Sedangkan di ruang makan ada Adam yang menyeringai mendengar langkah kaki turun dari lantai dua yang sudah dipastikan itu adalah Shireen dan asistennya.

"Silahkan duduk, Sayang." Ucap Adam setelah Shireen sudah dekat.

Mella menatap tidak suka pada Shireen dan menatap Adam dengan cemberut membuat Adam gemas. Dia tahu jika Mella cemburu.

Shireen dengan terpaksa duduk. Pelayan menyiapkan makanan untuk Shireen. Adam memberi isyarat dan dengan sigap Adnan memberikan map kepada Shireen.

"Bacalah," ucap Adam.

Shireen membuka map itu dan membacanya. Alisnya berkerut dalam dan tidak percaya dengan apa yang dia baca sekarang.

"Kau gila!!" teriak Shireen.

"Tidak, surat itu jelas bahkan sangat jelas. Kau akan mengandung bayi untukku. Dan Minggu depan kita akan menikah. Karena aku nggak mau anakku punya status yang tidak jelas!" jelas Adam tegas sedangkan Mella memakan sarapannya dengan tenang bahkan sangat tenang.

"Nggak! Aku menolak itu semua! Aku nggak sudi mengandung bahkan melahirkan anak dari kamu, pembunuh!!"

"Hah ... kau bisa pilih setuju atau nyawa kakakmu melayang." Bersamaan dengan itu, suara teriakan yang berasal dari tablet Adnan sangat nyaring.

Shireen menatap horor dan menelan ludah. Keberanian yang baru saja ia ucapkan kini lenyap bersama usainya teriakan sang kakak.

salam hangat dari author kece^_^

Salam hangat dari author kece ^_^

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status