Shireen menatap tidak suka pada bangunan megah didepannya, bagi setiap orang pasti banyak yang mendambakan untuk memiliki rumah atau hanya sekedar tinggal di sana juga tidak masalah, tapi tidak dengan Shireen.
Tatapan matanya penuh kebencian. Bukan hanya ayah dan ibunya saja yang sudah meninggal di tangan orang yang punya rumah didepannya, tapi juga dirinya pun jadi tawanan.
Tawanan untuk sebuah perjanjian yang dia tidak tahu apa itu. Dan kakaknya, kakaknya hilang entah kemana.
Seorang pria berjas rapi dengan postur tubuh tampan dari ujung kaki sampai rambut, keluar dari mobil yang berbeda dengan shireen. Tatapan membunuh Shireen ditunjukkan kepadanya yang menatap Shireen dengan seringaian mengejek.
"Bawa dia masuk!" perintahnya kemudian berjalan mendahului mereka.
Shireen menatap benci sebenci-bencinya pada laki-laki didepannya itu. Gadis itu diseret paksa oleh anak buah Adam ke dalam.
"Lepasin, brengsek!!" teriak Shireen.
Adam berhenti sejenak di ambang pintu dan membalikkan tubuhnya lalu mencengkeram erat dagu shireen. Adam menatap dalam mata shireen yang terlihat sangat marah dan menyiratkan luka yang dalam.
Adam mendengus kemudian tersenyum miring. "Jaga bicaramu, Manis." Adam melepaskan cengkeramannya dan kembali membalikan badannya.
"Bawa dia ke kamar tamu," perintahnya sembari melangkah kedalam.
Seorang wanita cantik menghampiri Adam dan menatap heran juga tidak suka pada Shireen. Shireen terus saja meronta ingin dilepaskan.
"Siapa dia, Sayang?" tanya Mella istri Adam. Seraya mengambil jas yang sudah terlepas dari tubuh suaminya.
"Tawanan." Adam menjawab sekenanya kemudian melangkah pergi ke kamarnya.
Mella mengerutkan alisnya, berpikir sejenak sebelum suara Adam yang memanggilnya menyadarkan lamunan. Mella segera menghampiri suaminya ke kamar.
Sedangkan Shireen, di dalam kamar dia masih meronta dan tiga anak buah Adam mengikatnya di atas ranjang dengan tangan dan kaki yang menyatu hingga Shireen meringkuk tidak bisa melepaskan diri.
"Lepaskan aku, brengsek!!!" teriak Shireen menggema di seluruh bagian kamar.
Para anak buah Adam tidak memperdulikan dan menulikan pendengaran mereka lalu keluar dari sana. Shireen terus meraung meminta dilepaskan.
Didalam kamar, Mella geram mendengar teriakkan yang tidak ada habisnya. Sudah lima belas menit wanita di kamar tamu itu meraung tanpa henti.
Mella menghampiri Adam yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi setelah menyegarkan diri.
"Sayang, kamu kenapa bawa perempuan jalang itu kesini sih?!" rajuk Mella.
Adam terus saja menggosok rambutnya tanpa menjawab dan melewati Mella begitu saja.
Mella memanyunkan bibirnya, "Sayang ...."
"Kenapa sih? Biarkan saja dia berteriak, kalau dia capek juga berhenti sendiri." Jawab Adam sembari memakai kaosnya.
"Dan untuk kamu ... jangan ganggu dia apapun alasannya!" peringat Adam.
"Memangnya kenapa sih?! Aku kan pengin main sama dia!" kesal Mella.
Main untuk seorang mella adalah lebih bisa dibilang menyiksa bagi korbannya. Cantik memang, tapi kejamnya juga tidak kalah dari seorang preman.
Adam tersenyum simpul. "Dia nanti akan jadi rahim pengganti anakku."
Mella menganga kaget dan detik kemudian dia membalikkan tubuhnya menghadap Adam yang telah sibuk memakai kacamatanya.
"Apa kamu bilang?!?" seru kaget Mella.
"Kenapa? Bukannya kamu ingin punya anak tanpa melahirkan? Ya itu caranya." Adam menjawab enteng.
Mella mengepalkan tangannya. "Ya iya, tapi nggak sama perempuan yang sembarangan dong, Adam!" kesal Mella.
Adam mendongak dan menatap istrinya seksama. "Dia bukan gadis sembarangan, dia gadis yang baik. Aku sudah menyelidiki semua tentangnya."
"Jadi kamu sudah tau latar belakangnya?" Mella mulai menurunkan nada bicaranya.
Adam mengangguk, "Tentu, jadi kamu bisa bebas dan lakuin apapun sesukamu. Anak yang dia lahirkan akan menjadi anakku."
Mella mulai tersenyum mendengarnya. Wanita itu menghampiri Adam dan duduk di pangkuannya. "Sayang, apa kamu sibuk?" goda mella mengalungkan tangannya di leher adam dan bergelanyut manja.
Adam tersenyum cerah. "Kau akan aku hukum karena sudah membangunkannya." Adam menyeringai.
Mella terkekeh dan mereka melakukan malam panas mereka di atas ranjang.
****
"Lepaskan, aku...."
"Lepaskan, aku...."
"Lepaskan, aku...."
Shireen merintih tidak mau berhenti. Meski tenaganya sudah sangat menipis, tapi mulutnya tetap bergumam minta dilepaskan.
"Nona, tuan meminta anda makan sekarang. Ini sudah lewat dari jam makan malam, Nona." Pelayan rumah Adam kembali membujuk untuk berpuluh-puluh kalinya.
Shireen tidak memperdulikan mereka bertiga. Pelayan pun tidak berani keluar kamar sebelum gadis di depan mereka menghabiskan makanannya.
Mereka saling pandang dan satu di antara mereka membisikkan sesuatu. Pelayan yang di bisiki sesuatu itu pun mengangguk dan keluar.
Dua puluh menit kemudian pintu terbuka menampilkan Adam yang berdiri dengan menggunakan pakaian tidurnya.
"Keluar semua!" perintah adam kesal.
Para pelayan yang tersisa dua orang itu pun keluar menuruti perintah sang majikan. Setelah semua keluar dan pintu tertutup, Adam berjalan mendekat ke arah ranjang.
Mata Shireen sayu karena lelah, "Lepaskan aku..." lirih Shireen.
"Apa kau ingin mati sebelum bertemu kakakmu yang tidak berguna itu?!!" bentak Adam.
Tak ada jawaban, adam kesal karena baru kali ini dia diabaikan dalam seumur hidupnya. Adam dengan marah menarik lengan Shireen dan mencengkeram dagunya.
"Kau makan atau mau mati?!" tanyanya lagi.
Shireen dengan lemah tersenyum mengejek. "mati ...."
Adam menggeram, "Dasar tidak tau diri!" Adam kesal bahkan sangat kesal. Tapi dia mengernyitkan alisnya saat merasa suhu panas yang bersumber dari Shireen itu merambat kepermukaan kulitnya.
"Kau demam," gumamnya.
Tidak berapa lama, Shireen jatuh pingsan. Adam sedikit terkejut dan beranjak lalu meraih telepon rumah yang menempel di dinding.
"Cepat telepon dokter kesini! Cepat!!" bentak Adam.
Adam menengok kebelakang tempat shireen pingsan. Hatinya sedikit risau melihat gadis itu tidak berdaya seperti itu, dia lebih suka shireen yang marah-marah dan memaki dirinya seperti siang tadi.
Adam kembali ke tempat tidur dan melepaskan ikatan Shireen lalu membenarkan posisinya. Dipandanginya wajah shireen yang meski pucat tapi masih tetap memancarkan kecantikan.
Adam duduk di sofa ruangan sembari menunggu dokter. Dua puluh menit kemudian dokter yang di panggil masuk.
"Ada apa, bro?" tanyanya.
"Jangan banyak bicara, cepat periksa dia!" perintah Adam tanpa mengalihkan pandangannya pada Shireen.
Rasya mengikuti arah pandang Adam dan menghela nafas panjang. "Jangan terlalu kasar," ucapnya ambigu.
Adam mengerutkan dahi dan menatap tajam pada Rasya. "Apa maksudmu?!"
Dengan nada mengejek Rasya berkata. "Ya kamu tau sendiri apa maksudnya lah."
Adam menggeram kesal. "Aku sama sekali belum menyentuhnya!"
Rasya sedikit melirik, "belum? Heh! Berarti ada niatan untuk itu, bukan?"
"Dia yang akan jadi rahim pengganti anakku nanti." Adam memberi tahu.
Rasya sedikit terperanjat dan menatap Adam seksama. "Kau yakin?"
"Sangat!" jawab Adam mantap.
"Kau sudah mencari tau siapa dia sebenarnya?" tanya Rasya lagi.
"Sudah, dia anak dari mantan anak buahku dulu." Jawab Adam cepat.
Rasya menganggukkan kepalanya kemudian tersenyum miring. "Heh! Kau yakin dia akan mau mengandung bayimu? Aku rasa akan sangat sulit karena dia tau bahwa kau membunuh keluarganya."
"Aku akan pastikan itu terjadi dan kau harus membantuku untuk membuat dia hamil," pinta tegas Adam.
"Maksudnya aku dan dia--" ucapan Rasya menggantung.
"Kau bicara sekali lagi akan habis riwayatmu!!" ancam Adam.
Rasya tertawa. " Ya sudah, aku balik dulu. Dia hanya kecapean dan aku akan berikan resep pada pelayanmu, aku juga sudah menyuntikkan vitamin padanya. Dan tolong beri dia makan setelah dia sadar, karena yang aku lihat perutnya belum terisi sudah dua hari.
Setelah mengucapkan itu, Rasya keluar dari kamar. Adam menghela nafas panjang seraya menatap lekat wajah pucat shireen.
SELAMAT MEMBACA.Di dalam sebuah rumah, terlihat seorang wanita yang tengah duduk di sofa di dalam kamarnya. Wanita itu duduk sembari memandangi wajah cantik yang terdapat pada bingkai foto."Apa kamu di sana baik-baik saja? Aku harap iya. Oh tidak! Pasti kamu baik-baik saja." Wanita itu tersenyum. "Tenanglah, anakmu sudah aku temukan. Maafkan aku yang nggak percaya sama kamu dulu, ya ....""Ma!"Wanita itu terhenyak dan menoleh. "Mama di sini, Sayang!" serunya memberi tahu.Seorang pemuda masuk tanpa mengetuk. "Ma, dasi aku warna biru ke mana?" tanyanya terburu-buru."Ada di lemari kecil dekat tempat kamu menyimpan jam.""Benarkah? Kenapa tadi aku mencari nggak ada ya?" gumam pemuda yang tidak lain adalah anak perempuan itu.Perempuan itu tersenyum, "Cari yang benar," katanya lembut."Ya ya ya ... terima kasih, Ma." Setelah mengatakan itupun pemuda yang akrab dipanggil Harus itupun mengecup pipi sang mama sebelum hilang untuk mencari dasinya kembali.Di meja makan sudah ada Anas, sua
SELAMAT MEMBACA. Adam terus saja mengusap-usap punggung Shireen, Shireen sudah mulai tenang ... tapi otak jahil Adam pun keluar. Tangannya semakin turun dan membuat Shireen mengerutkan keningnya. "Apa yang kamu lakukan?!" pekik Shireen memukul tangan nakal Adam. Adam hanya menyeringai saja tanpa mengindahkan kata-kata sang istri. "Dasar mesum! Enyah kau!" geram Shireen. Adam kembali menyeringai lalu berbalik berjalan keluar. Shireen menggeram marah. Selalu saja di buat marah oleh laki-laki yang berstatus suami itu. Adam kembali duduk dan menelpon salah satu bawahannya untuk meminta mereka membelikan makanan, Adam mendengar bunyi yang unik dari perut Shireen tadi yang tandanya istrinya itu lapar . &
SELAMAT MEMBACA. Hari sudah sore dan Shireen sudah kembali terjaga dari tidurnya. Perutnya terasa kram saat dirinya hendak terbangun. "Aw!" pekik Shireen mengeluh seraya memegang perut bagian bawah. "Tenang sayang ... tenang ya." Shireen terus meringis merasakan sakit. "Ada apa?" tanya seseorang dari pintu lalu mendatangi Shireen cepat. Shireen menoleh ke orang itu dengan masih menahan kram di perutnya. Adam, suaminya itu memegang perut istrinya juga dan menenangkannya. Di usapnya penuh kelembutan dan kasih sayang. Shireen sedikit demi sedikit merasa rileks setelah kram di perutnya makin mereda. "Sudah enakan?" tanya Adam
Di dalam kamar Shireen dan juga Dika saling mengobrol dan suara tawa mereka terdengar sampai keluar kamar. Kebetulan Adam yang akan masuk ke dalam kamar dan mendengar suara tawa riang Shireen, tawa yang jarang sekali didengarnya.Adam terhenti dan suara itu semakin menariknya untuk mendekat. Suasana yang sepi itu menjadikan suara Shireen terdengar begitu jelas meski jarak antara kamarnya dan Shireen cukup jauh.Tiba di depan pintu, Adam berhenti dan berdiri sembari mendengarkan. Shireen begitu cerewet saat ini dan Adam suka, sangat suka.Sedangkan di dalam, Shireen tengah di suapi Dika. Dika sekarang seperti layaknya suami sedang meladeni kemanjaan istri yang sedang hamil besar yang seharusnya tugas itu di lakukan oleh Adam."Ayo buru habiskan
Adam melempar jas mahalnya di atas sofa di dalam ruang kerjanya. Merasa kesal di sindir oleh orang yang menurutnya tidak selevel dia."Kurang ajar!" kesal Adam.Tok tok tok!Saat tengah mengumpat suara ketukan terdengar mengalihkan perhatiannya pada asal suara. Pintu terbuka perlahan dan menampilkan Mella yang tersenyum cantik. Adam menatap datar saja Mella yang sudah berdiri di hadapannya.Mella mengerutkan keningnya heran melihat mata Adam yang dingin tidak seperti biasanya. Tangan Mella hendak menyentuh wajah tampan Adam. Namun, suaminya itu mengalihkan wajahnya. Mella tertegun untuk sesaat dan tangan yang menggantung di udara dia tarik kembali.Perempuan itu mencoba untuk tersenyum dan baik-baik saja meski hatinya sakit karena merasa tidak di butuhkan saat dia tahu jika suaminya tidak baik-baik saja."Kau baik-baik saja?" tanya Mella. 
Adam pulang saat jam makan siang. Niatnya hanya ingin melihat Shireen di rumah karena dia tidak bisa menjemput istrinya itu saat pulang tadi.Berjalan dengan sedikit tergesa menghampiri kamar yang di tempati Shireen. Di bukanya pelan pintu yang tertutup rapat. Adam masuk ke dalam dan melihat Shireen yang sedang tertidur pulas.Adam berjongkok dan menatap seksama wajah damai Shireen, "Sepertinya dia begitu pulas? Apa senyaman itu tidur di kamar sendiri?" gumam Adam.Terkadang bodoh melanda laki-laki itu. Siapa yang tidak akan nyaman jika kembali ke tempat yang biasa di tempati apalagi tempat tidur. Tapi, di balik kenyamanan yang di rasakan Shireen, perempuan hamil itu sekarang malah merasakan kram di perut bagian bawahnya. Menjelang hari lahir memang begitu nikmat.Adam yang melihat itupun men