Share

Menunjukkanmu Pada Dunia

“Prilly?” Zoia mengulangi dengan dahi berkerut penuh tanda tanya.

“Jadi kamu mau pura-pura lupa siapa aku?” kata Prilly ketika mendengar nada heran dari suara Zoia.

Zoia sama sekali tidak lupa, ia hanya terkejut atas telepon tidak terduga dari mantan calon istri suaminya.

“Nggak lupa, aku masih ingat kok. Ada apa ya, Pril? Ada yang bisa dibantu?” tanya Zoia ingin tahu apa tujuan perempuan itu menghubunginya.

“Aku dengar kamu menggantikan posisiku. Apa itu benar?”

Entah mengapa Zoia mendengar ada nada tidak suka dari suara Prilly.

“Kenapa nggak dijawab?” ucap Prilly lagi ketika tidak mendengar respon apa pun dari Zoia.

“Benar, aku yang menggantikanmu.”

“Selamat kalau begitu. Gimana? Udah disiksa sama Javas?”

“Maksudmu apa?” Zoia ingin diperjelas.

“Jangan pura-pura bego, Zoia. Bukankah sebelumnya aku sudah katakan kalau Javas adalah psikopat? Makanya aku nggak mau menikah dengan dia. Hanya perempuan bodoh yang mau menikah dengan laki-laki seperti Javas.” Prilly mengejek Zoia dengan nada mencemooh.

“Aku memang bodoh karena dengan gampang kamu tipu. Tapi aku kasihan kenapa perempuan seperti kamu mampu melakukan perbuatan sehina itu.”

“Hina gimana?” Nada suara Prilly terdengar meningkat, tidak terima dikatakan hina.

“Gimana nggak hina kalau kamu melarikan uang calon suamimu sendiri.”

“Siapa yang bilang aku melarikan uang? Javas? Kalau begitu kamu sudah tertipu. Aku sama sekali nggak melarikan uang. Hidupku nggak kekurangan apa-apa. Kamu aja yang bodoh mau ditipu psikopat itu. Makanya aku nggak mau menikah dengan dia dan kabur waktu itu. Sekali lagi kukatakan, selain psikopat dia juga pandai bersandiwara.”

Zoia sontak terdiam setelah mendengar kata-kata Prilly. Keraguan menghampirinya. Benarkah begitu? Apa Prilly betul dan selama ini dirinyalah yang ditipu Javas?

Namun sesaat kemudian Zoia ingat kala itu Javas pernah menunjukkan padanya bukti transaksi penarikan uang dan transfer dalam jumlah yang besar. Tidak mungkin kan kalau semua itu rekayasa?

“Yang menipu tuh kamu, bukan Javas. Aku sudah melihat sendiri bukti transaksinya. Jadi tolong berhentilah berbohong.”

Prilly tertawa keras memekakkan telinga Zoia. “Aku harus bilang berapa kali lagi memangnya? Javas sangat pandai bersandiwara dan memutar balikkan fakta, buktinya kamu tertipu dan menjadi korbannya. Well, Zoia, aku meneleponmu nggak ada maksud apa-apa. Aku dengar kabar katanya kamu menikah dengan Javas menggantikanku, jadi aku hanya ingin memastikan dengan menanyakannya langsung. Sekali lagi selamat dan berhati-hatilah karena Javas sangat lihai. Dia itu the king of dramas.”

Sambungan telepon kemudian terputus karena Prilly mematikannya sebelum Zoia sempat membalas kata-kata perempuan itu.

Zoia duduk di kursi kerjanya sambil merenungkan kata-kata Prilly tadi. Batas antara fakta dan fitnah kini tampak semakin kabur akibat doktrin yang disuntikkan perempuan itu. Zoia mulai bimbang siapa iblis sebenarnya di antara mantan pasangan itu. Javas atau Prilly?

Selagi Zoia merenung, ia dikejutkan oleh suara ponselnya yang berbunyi. Ternyata dari Javas. Detak jantungnya mengencang saat itu juga. Setiap kali Javas menelepon selalu begitu reaksi pertama tubuhnya. Zoia takut pada ‘kejutan-kejutan’ yang akan diterimanya, karena Javas tidak pernah berhenti memberinya shock therapy.

Awalnya Zoia membiarkan ponselnya terus berbunyi tanpa berniat untuk menghentikannya. Dalam jeda waktu itu ia berpikir keras tentang apa yang akan dilakukan Javas padanya. Namun berdasarkan pengalaman Zoia seminggu ini menjadi istri lelaki itu, Javas tidak akan berhenti sebelum Zoia menerima panggilan darinya. Zoia memutuskan untuk menjawab panggilan tersebut dengan embusan napas panjang.

“Halo….” Zoia menyapa pelan sambil memejamkan mata.

“Kamu siap-siap, sebentar lagi saya ke sana,” sahut Javas to the point.

Zoia langsung membuka mata ketika mendengar ucapan Javas. “Siap-siap untuk apa?”

“Nanti sore ada press conference, kamu harus ikut, dampingi saya.”

“Tapi kenapa mendadak begini? Saya sedang kerja,” jawab Zoia keberatan.

“Tinggalkan pekerjaan kamu sepenting apa pun itu!” suruh Javas dengan suaranya yang tegas.

Belum Zoia menjawab, Javas sudah mematikan telepon tanpa peduli Zoia setuju atau tidak.

“Pengen tak hihhh!!!” Zoia menggeram kesal sambil menatap layar ponselnya. Kenapa nasibnya begitu malang? Menikah dengan orang asing yang aneh, egois dan sangat dominan. Mungkin apa yang dikatakan Prilly mengenai Javas ada benarnya juga.

Zoia sudah menunggu di depan kantornya ketika Javas muncul. Suara klakson yang ditekan kuat-kuat mengejutkan Zoia yang sedang termenung.

Zoia tersentak dan buru-buru berjalan dan masuk ke mobil laki-laki itu.

“Press conference-nya sekarang?” tanya Zoia begitu duduk di sebelah Javas.

“Nanti sore.”

“Terus sekarang kita ke mana?” tanya Zoia penasaran. Ini kan masih siang, pikirnya. Apa Javas ingin mengerjainya lagi?

“Beli baju buat kamu.”

“Tapi baju saya banyak di lemari,” ujar Zoia sambil membayangkan lipatan bajunya.

Javas kemudian menoleh dan memandang Zoia dengan lekat seakan ia terganggu dengan kata-kata perempuan itu. “Kamu nggak bisa kalau nggak membantah kata-kata saya?”

“Saya kan cuma kasih tahu.”

“Saya sudah tahu jadi nggak perlu lagi kamu kasih tahu.”

“Tapi memangnya nanti press conference apa?”

“Saya mau mengenalkan kamu secara resmi sebagai istri saya ke publik.”

Heh! Apa Zoia tidak salah dengar?

“Kamu jangan senang dulu. Semua ini hanya pura-pura. Saya ini pengusaha, dan saya harus jaga reputasi saya. Orang-orang tahu saya sukses dalam berbagai bidang. Tidak hanya dalam dunia bisnis tapi juga kehidupan pribadi.”

Zoia mencibir dalam hati. “Nyatanya kehidupan pribadi kamu sangat kacau. Kamu boleh sukses dalam bisnis, tapi gagal dalam kehidupan pribadi.”

Javas memiringkan kepala dan menyorot Zoia dengan tatapannya yang tajam. “Saya nggak minta pendapat kamu. Tugas kamu hanya menjadi istri saya dan itu pun hanya sementara. Kamu cukup lakukan kewajiban kamu sesuai dengan surat perjanjian itu dan jangan diimprovisasi.”

“Tapi perjanjian itu sangat merugikan saya.” Zoia memberengut kesal mengingat isi surat itu.

“Diam dan duduklah dengan tenang. Kamu sudah menandatanganinya, jadi kamu harus tunduk sepenuhnya pada isi surat itu,” jawab Javas memungkasi sambil tersenyum asimetris ala devil.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status