Share

Berdua Di Toilet

Mobil berbelok memasuki komplek sebuah butik. Zoia ikut turun disaat Javas membuka pintu. Setelah perdebatan mereka tadi Zoia mengunci mulut. Ia tidak ingin berdebat dengan pria itu karena hasilnya Zoia yang selalu kalah.

“Silakan, Pak, mau cari baju untuk siapa?” Penjaga butik yang ramah menyambut kedatangan keduanya.

“Saya mau cari gaun malam untuk istri saya,” jawab Javas sambil merengkuh Zoia agar berdiri lebih rapat dengannya.

Penjaga butik memindai tubuh Zoia dari puncak kepala hingga bawah kaki seakan sedang memikirkan gaun model apa yang pantas untuk perempuan itu.

“Kalau yang ini Ibu suka?” tanyanya pada Zoia sambil menyodorkan tube dress berwarna nude.

Zoia hampir saja menganggukkan kepala ketika Javas lebih dulu menjawab.

“Jangan yang itu. Tolong kasih warna yang agak terang soalnya acaranya malam. Ada warna merah?”

Zoia sontak melebarkan matanya menatap Javas. “Saya nggak mau pakai warna merah.” Ia menolak sebelum penjaga butik mengambilkannya.

“Kenapa?” Javas memandang lurus dengan tatapannya yang tegas.

“Kamu ingin membuat saya malu? Kamu ingin saya berbeda dengan orang-orang?”

“Saya memang ingin kamu tampil beda dari yang lainnya. Karena apa? Karena kamu istri saya. Saya nggak ingin kamu sama dengan mereka.”

“Tapi saya nggak biasa jadi pusat perhatian.” Zoia tetap tidak sepemikiran dengan Javas.

“Maaf, Pak, Bu, kalau yang ini gimana? Nanti tinggal di-mix sama red lipstick.” Penjaga butik menyela sambil menunjukkan little black dress.

Zoia sekali lagi memandang Javas meminta pertimbangan lelaki itu.

“Terserah.” Javas menjawab. “Saya tunggu di mobil,” ucapnya dingin lalu keluar dari butik.

Zoia memandang punggung Javas yang menjauh kemudian mencoba gaun itu di fitting room. Ia menatap refleksi dirinya di cermin besar yang ada di sana. Gaun itu begitu pas di tubuhnya dan melekat dengan sangat indah. Zoia tidak peduli apa nanti Javas akan menyukainya atau tidak.

Setelah semuanya selesai, Zoia keluar dari butik. Javas sudah menunggunya di mobil. Pria itu tidak berkata apa-apa dan hanya menunjukkan wajah dinginnya.

Apa Javas marah?

Ucapan Prilly kembali terngiang di telinga Zoia. Dominan, dingin, tidak suka dibantah dan penuh misteri. Semua itu ada pada diri lelaki itu. Jadi mana ada yang akan tahan hidup dengannya.

Setelah dari butik Javas mengajak Zoia pulang ke rumah. Mereka bersiap-siap untuk datang ke acara yang dimaksud. Zoia harap semua berlangsung lancar.

“Nanti saya harus gimana?” Zoia takut ia akan salah bersikap yang akan membuat Javas malu. Apalagi ini adalah untuk pertama kalinya Zoia mengikuti acara penting seperti konferensi pers.

“Kamu jangan banyak bicara kalau nggak diminta. Nanti kamu harus ramah, jangan cemberut. Sepanjang acara berlangsung kita harus mesra. Kamu genggam tangan saya. Bisa kan caranya?”

Zoia menggigit bibir membayangkan semua yang akan mereka lakukan nanti. Berpura-pura mesra dan harmonis di depan banyak orang.

“Kenapa cuma diam? Bingung?” tegur Javas lantaran Zoia tidak merespon. “Begini caranya agar kamu tahu."

Javas merangkul punggung Zoia hingga mereka duduk berdekatan. Lalu digenggamnya tangan Zoia hingga jari-jari mereka bertaut.

Zoia membeku. Hanya sentuhan biasa tapi sukses membut jantungnya bertalu-talu. Darahnya berdesir seperti ada aliran listrik yang mengaliri pembuluhnya.

“Iya, saya mengerti,” cicitnya lirih.

Javas melepaskan Zoia dari genggamannya lalu dengan santainya berkata, “Duduknya tolong jangan terlalu dekat.

Zoia menatap sekilas pria annoying itu sebelum menggeser tubuh. Padahal tadi Javas sendiri yang menarik Zoia agar merapat padanya. Zoia mengembuskan napas kemudian melempar pandang ke luar sana.

Tak lama kemudian mereka tiba di tempat yang dituju. Javas menggandeng tangan Zoia setelah turun dari mobil, memamerkan kemesraan mereka pada orang-orang.

Javas mengenalkan Zoia pada orang-orang sebagai Istrinya. Sepanjang acara berlangsung keduanya saling bergenggaman dengan mesra seperti yang mereka rencanakan. Ternyata Javas tidak berbohong. Dia tidak mengerjai Zoia seperti yang dipikirkannya.

Zoia terkesiap ketika tanpa sengaja lensa matanya menangkap sosok asing yang sudah tidak asing lagi.

Prilly!

Perempuan itu ada di sini. Dia hadir di antara banyak orang.

Begitu mata mereka bertemu Prilly menatap tajam padanya. Dengan refleks Zoia mengeratkan genggamannya di tangan Javas yang membuat lelaki itu memandang dan tersenyum mesra padanya.

Zoia tidak tahu apa maksud kemunculan Prilly. Ia tidak mengerti kenapa perempuan itu berani menampakkan diri setelah semua yang dilakukannya. Apa perempuan itu tidak punya malu? Apa dia lupa pada apa yang telah dilakukannya? Di mana harga dirinya? Dan Javas, Zoia merasa heran pada sikap pria itu. Kenapa Javas tidak melaporkan Prilly pada pihak berwajib setelah membawa kabur uangnya?

Cepat Zoia memalingkan muka. Ia tidak ingin melihat perempuan itu. Jujur saja kehadiran Prilly di sana membuat Zoia merasa tidak nyaman.

Walaupun Zoia tidak lagi memandang ke arah Prilly namun ia merasakan bahwa tatapan perempuan itu mengawasinya. Entah apa yang diinginkan Prilly darinya.

“Jav, saya ke toilet sebentar.”

Javas mengangguk mengizinkan.

Lalu Zoia keluar dari ruangan itu. Selagi berjalan ke toilet Zoia merasa ada yang mengikutinya. Akan tetapi ketika ia menoleh ke belakang tidak ada siapa-siapa di sana. Ah, mungkin ini hanya perasaannya saja. Ia terlalu paranoid karena terlalu banyak hal-hal tidak menyenangkan terjadi padanya belakangan ini.

Zoia bergegas ke toilet dengan mempercepat langkahnya.

Setelah selesai berkemih ia keluar dari salah satu bilik toilet dan bermaksud mencuci tangan.

“Apa kabar nyonya Javas? Nice to meet you again.”

Zoia yang menunduk membilas hand wash mengangkat kepalanya ketika mendengar suara tersebut. Suara seorang perempuan. Prilly!

Dengan cepat Zoia memutar tubuh menghadap Prilly yang berdiri di belakangnya. Prilly tersenyum miring sambil bersedekap dan memandang Zoia dengan tatapan yang tidak ia mengerti maknanya.

Zoia memandang ke sekelilingnya, mencari tahu keadaan di sekitar. Toilet tersebut kosong. Tidak ada siapa-siapa di sana selain mereka berdua. Pandangannya lalu pindah pada pintu yang tertutup rapat dan sepertinya juga dikunci.

Mendadak Zoia merasa takut.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status