Mertuaku mendatangkan seorang wanita untuk menjadi istri kedua suamiku. Yang lebih parah lagi adalah, wanita itu diakui sebagai adik sepupunya. Di malam aku pulang dari luar kota, aku melihat mereka berdua sedang berhubungan intim dan aku tahu segalanya. Aku akan membalas mereka karena telah mengkhianati aku! Membalas dengan cantik agar mereka lebih menderita daripada apa yang aku rasakan.
View More"Mas ... jangan keluar di dalam, nanti aku bisa hamil!" tukas Laila sambil mendesah karena hampir sampai ke puncak kenikmatan bersama Dimas.
"Kamu ... ah ..." Dimas seperti sudah tak mendengarkan apa yang diminta oleh Laila, bahkan ia mengeluarkan cairan sp*manya di dalam rahim Laila. Pria itu pun luluh lantah di atas tubuh Laila.
"Ya elah, Mas. Kenapa dikeluarkan di dalam. Bagaimana kalau aku hamil?" protes Laila dengan nafasnya yang tersengal-sengal.
Pria itu menaikkan wajahnya dan menatap wajah cantik Laila yang sudah basah dengan keringat. Ia menatap lembut kepada wanita itu.
"Ya ... kalau kamu hamil gak apa dong. Kamu kan istri aku. Kita ini sudah menikah loh. Kita tuh halal banget," bujuk Dimas.
Pria itu pun turun dari tubuh indah Laila dan terlentang, di sebelahnya seolah puas dengan apa yang baru ia lakukan dengan Laila.
"Mas ..." Lalia memiringkan tubuhnya lalu memeluk erat Dimas yang berada di sebelahnya itu.
"Mas .. aku mau tanya dong"
"Apa itu, Sayang?" Dimas mencium lembut puncak kepala Laila.
"Kalau dibandingkan nih ... Antara aku sama Mbak Hesti, siapa yang paling memberikan kepuasaan saat melayani Mas?" tanya Laila genit. Wanita itu memainkan jarinya di atas dada kekar Dimas, membuat tubuh pria itu merinding karena perbuatan dari Laila.
"Kamu lah, Sayangku, cantikku. Hesti itu kalau di ranjang sudah seperti batang pohon. Sangat kaku. Begitu saja. Dia tak bisa memuaskan aku dan tak bisa mengeksplor apa yang seharusnya dilakukan agar kegiatan di ranjang itu menyenangkan." balas Dimas begitu merendahkan Hesti, istrinya sendiri. Wanita yang memulai segalanya dari nol bersama dengan Dimas dan juga merupakan wanita yang sangat mendukung Dimas hingga menjadi seperti sekarang ini.
Ya ...bisa dikatakan Dimas bisa sesukses ini juga berkat bantuan dari Hesti. Mereka berdua berjuang dari nol hingga sekarang memiliki jabatan di perusahaan dan juga memiliki aset berharga saat ini.
"Hihi ..." Laila terkekeh geli. Ia merasa menang atas istri pertama dari Dimas yang terlihat sangat berkuasa itu. Setidaknya, di mata Dimas, Laila lebih baik daripada Hesti di atas ranjang untuk memuaskan hasrat Dimas. Artinya, ia berhasil membuat Dimas bertekuk lutut di hadapannya dan Dimas akan menuruti apapun yang Laila inginkan.
"Kamu memang the best deh kalau melayani mas, dari atas sampai bawah. Mas tuh sampai ketagihan banget loh sama kamu. Pinter banget istri mas ini. Pinter masak, pinter dandan terus pinter di ranjang lagi." Dimas terus memuji Laila dan menciumi pipi Laila dengan mesra.
"Ih ... geli dong, Mas."
"Duh ... kamu buat mas turn on terus deh, Sayang."
"Ih... jangan dulu. Aku masih capek dong. Masa digempur terus sih, Mas."
"Hehe ... habisnya kamu membuat Mas seperti ini. Jadinya harus tanggung jawab dong sama Mas."
"Nanti dulu, Ah. Laila capek. Hmm ... kita bicara dulu saja ya."
"Bicara apa, Sayang?"
"Mas ..." panggil Laila yang manja.
"Kenapa, Sayang?"
"Kapan Mas akan beritahu Mbak Hesti kalau Mas itu sebenarnya sudah nikah siri dengan aku?" tanya Laila manja sekaligus merajuk manja kepada Dimas.
"Nanti ya, Sayang."
Mood Dimas jadi berubah tegang kalau membicarakan Hesti atau pun rencana cerainya dengan sang istri pertama. Resiko terlalu besar.
"Aku sudah bertahan satu bulan loh, Mas di sini. Aku sebal sekali diperkenalkan sebagai adik sepupu dari mas loh oleh ibu. Mas juga tidak menyanggahnya sama sekali. Aku kan istri sahnya mas Dimas juga. Masa aku harus sembunyi-sembunyi begitu sih? Mau mesra-mesraan sama Mas Dimas saja harus tunggu Mbak Hesti pergi. Duh gak bebas banget. Gak tahan aku tuh." gerutu Laila.
"Sabar ya, Sayang. Orang sabar disayang Tuhan." Dimas mencoba menenangkan istri yang baru ia nikahi selama satu bulan ini.
"Sabar terus aku ini sih. Lama-lama pantat bisa lebar kalau disuruh sabar, Mas." cebik Laila karena sang suami tidak juga mengatakan kepada istri pertamanya kalau mereka itu sudah menikah secara siri.
"Hehe ... kamu bisa saja sih humornya. Mas tambah gemas deh sama kamu." goda Dimas.
"Mas ... "
"Hum ... kenapa istriku yang cantik dan menggoda ini?" tanya Dimas.
"Mas itu lebih cinta aku atau sama Mbak Hesti sih?" Laila seolah meminta kepastian dari Dimas. Sebuah afirmasi kepada dirinya sendiri atas jawaban dari Dimas, suaminya yang baru ia nikahi selama satu bulan ini.
"Tentu sama kamu, Sayang. Kamu segalanya loh buat, Mas. Bisa mati mas tuh kalau kamu gak ada. Gak bisa makan, gak bisa tidur ... gak bisa segalanya deh kalau kamu gak ada. Mas ketergantungan banget sama kamu," rayu Dimas agar Laila tidak marah kepadanya.
"Kalau begitu, belikan aku rumah baru dong, Mas. Biar kita tuh bisa santai kalau mau mesra-mesraan. Gak seperti ini terus. Masa sembunyi-sembunyi terus di hadapan mba Hesti," bujuk Laila.
"Sabar ya, Sayang." Hanya kata sabar saja yang bisa diucapkan oleh Dimas. Dia sendiri bingung kalau disuruh beli rumah baru. Memangnya membeli rumah bisa semudah dan semurah bicara saja? Tentu saja Dimas harus mengumpulkan uang yang banyak untuk memenuhi kemauan dari Laila.
"Ih ... Mas tuh suruh aku sabar terus. Bosan aku tuh untuk sabar." protes Laila.
"Ya mas harus bagaimana lagi? Beli rumah kan gak semudah dan semurah itu, Cintaku. Uangnya mas kamu ini belum terlalu banyak untuk membeli rumah baru buat kita berdua."
"Ih ... sebal sekali sih. Mas tidak mengerti rasanya menjadi kedua dan sembunyi-sembunyi di depan Mbak Hesti sih."
"Mas minta maaf ya, Sayang. Benar-benar minta maaf atas ketidaknyamanan yang kamu rasakan. Tapi, Mas janji akan cari jalan secepatnya agar kamu nyaman hidup bersama dengan Mas."
"Ok. Kalau belum bisa beli rumah lagi, minimal kita mengontrak rumahlah supaya aku bisa menjadi nyonyadi rumah sendiri. Aku malas berada di rumah ini."
"Kontrak rumah?"
"Iya ... lebih baik kontrak dulu supaya bisa mandiri, jangan terus sama Mbak Hesti." rengek Laila.
Dimas terdiam. Mengontrak rumah juga bukan perkara mudah. Apalagi uangnya kini juga dipegang oleh Hesti. Tak terlalu bebas untuk mengeluarkan uang begitu banyak dari tabungan.
"Mas ... koq diam saja sih. Mas mendengarkan aku bicara gak sih?"
"Pak ... " panggil petugas administrasi rumah sakit yang membuyarkan lamunan Dimas."Uhm ... apakah orang yang bernama Ari itu sudah siuman?" Dimas mengalihkan pertanyaan."Sudah, Pak.""Bagaimana kalau saya temui dia dulu? Baru setelahnya akan dibicarakan bagaimana pembayarannya.""Sebaiknya jangan lama-lama ya. Bu Laila butuh pertolongan cepat.""Bisa dilakukan dulu apa yang harus dilakukan untuk penanganan kecelakaankah? Memangnya tak punya belas kasihan, Bu?" ejek Dimas.Hal itu membuat petugas administrasi tak mau banyak bicara. Bahkan Dimas sekarang meninggalkan wanita itu dan berjalan ke arah bilik perawatan Ari. Ternyata Ari sudah siuman."Hai Pak Ari." sapa Dimas dengan penuh senyuman. "Anda siapa ya?""Ah saya lupa untuk memperkenalkan diri. Saya adalah Dimas." tanpa Dimas mau mengatakan bahwa dirinya adalah suami dari Laila. Dimas punya rencana sendiri."Dimas? Sepertinya pernah dengar." jawab Ari yang mencoba mengingat-ingat karena ia pernah mendengar nama itu."Iya, saya
"Apa kamu mengenalnya?" tanya Arga."Aku ingin melihat wajahnya dulu untuk memastikan." tukas Dimas yang tak ingin berburuk sangka. Nama Ari begitu banyak. Mungkin bukan yang ia kenal.Arga mengangguk. Lalu, ia mengantarkan Dimas ke bilik Ari. Pria itu menderita patah kaki yang tertimpa oleh motor, tapi tidak mengalami hal parah lainnya seperti yang dialami oleh Laila.Wajah Dimas begitu pucat saat melihat Ari, pria yang belum siuman itu. "Apakah anda kenal, Pak Dimas?" tanya Arga dengan sopan."Iya. Dia itu manager minimarket, tempat Laila membuka warung."Arga mengangguk-angguk saja. Entah kenapa, dia merasa ada sedikit kepuasan di dalam hatinya karena bisa jadi Laila selingkuh. Namun, ia tak berani menuduh.Arga tak mau membuat Dimas untuk berasumsi. Biar Dimas sendiri saja yang bertanya kepada Ari dan Laila. Itu bukan urusan dari Arga."Kalau begitu, aku dan Hesti permisi dulu ya, Pak Dimas. Ada pekerjaan lain di kantor.""Te-terima kasih, Pak.""Sama-sama."Arga segera menjemput
Hesti sangat kaget karena ternyata yang mengalami kecelakaan adalah Laila dengan seorang pria.Laila sudah pingsan karena kepalanya terbentur ke trotoar. Sementara pria yang mengendarai motor itu kakinya terjepit motor. Sungguh mengerikan. Apalagi terlihat bagian belakang mobil Arga juga cukup hancur."Tolong!" tukas pria itu karena kakinya terjepit oleh motor.Arga segera membantu pria itu untuk mengangkat motor yang menimpa kakinya."Tolong!" tukas pria itu dengan wajah yang sangat terlihat kesakitan.Arga segera menghubungi ambulans di rumah sakit terdekat. Ia tak berani membantu langsung orang yang kecelakaan karena takutnya saat mengangkat pria itu, bisa terjadi patah tulang atau kejadian yang tak bisa diperkirakan oleh Dimas.Tak lama kemudian, ambulans pun datang. Laila dan pria itu dibawa ke rumah sakit, sementara motor pria itu diamankan oleh pihak kepolisian."Hes," panggil Arga karena melihat Hesti terus tertegun."I-iya, kenapa?" Hesti kaget atas panggilan Arga yang membuy
"Maksudnya?""Seperti yang kamu dengar, Hes. Bisa gak kalau kita batal cerai?" pinta Dimas.Sontak membuat Hesti membulatkan kedua matanya. Begitu juga dengan Arga. Namun, pria itu masih menahan diri untuk tak berkata-kata kasar kepada Dimas."Kamu lagi sakit ya?" ejek Hesti."Gak. Aku gak sakit, Hes. Aku sangat serius. Aku menyesal sekali dengan apa yang sudah aku lakukan." ujar Dimas yang berusaha mengambil tangan Hesti, tapi Hesti langsung menarik tangannya hingga tak bisa digenggam oleh Dimas."Gak deh. Terima kasih atas tawaran kamu. Tekad aku udah bulat untuk menghentikan semua ini. Aku harap ... kamu gak perlu untuk membuat persidangan menjadi semakin lama. Lagipula, kamu sudah punya wanita lain. Bagaimana dengan Laila? Bukankah kamu sangat mencintainya?" ejek Hesti lagi."Tak bisakah kamu hidup berbarengan dengan Laila?""Haha .... dasar laki-laki egois. Kamu sudah sangat tahu kalau aku gak suka dimadu! Jadi, tak mungkin aku mau hidup berdampingan dengan pelakor itu. Apalagi d
"Uhm ... Gak dulu deh Tante. Kan masih banyak wanita lain yang pas banget untuk Arga." jawab Hesti yang menolak halus akan tawaran dari Marni."Tante rasa ya, Arga tuh suka banget loh sama kamu. Plis jangan tolak." tukas Marni dengan sungguh-sungguh.Hesti menggaruk tengguknya yang tak gatal itu."Gimana ya, Tante. Aku juga masih belum bisa berpikir untuk punya pria yang lain. Aku masih belum bisa menyingkirkan trauma sih." "Tante mengerti. Tapi, gak apa. Kalau Arga dan kamu berjodoh, pasti kalian bisa bersama.""Tante, aku boleh tanya sesuatu?""Apa tuh, Hes?""Kenapa tante tiba-tiba bicara begini sama aku ya?" Hesti sendiri penasaran. "Apa tante gak malu kalau aku misalkan jadian sama Arga?""Malu? Kenapa tante harus malu?" Marni heran."Ya ... satu, aku lebih jauh miskin daripada Arga. Kedua, aku tuh janda loh, Tan. Padahal masih banyak gadis di luar sana yang lebih baik dari aku loh." jelas Hesti."Kalau hati sudah bicara, gak akan ada pikiran untuk yang seperti kamu katakan, Hes
Kring!Ponsel Dimas tiba-tiba saja berbunyi. Pria itu menjawabnya."Kenapa Rat?" "Mas, ini kapan ibu mau dibawa ke Jakarta?""Rat, kayaknya ibu di kampung saja dulu.""Tapi, aku gak bisa loh, Mas. Aku kan harus sekolah.""Hmm ... mbak yang membantu kamu itu?""Dia minta gaji besar buat menjaga ibu, Mas.""Berapa?""Dua juta.""Hadeh, di kampung saja minta bayaran mahal sekali sih."Bahkan gaji Dimas saja sudah sama dengan mbak di kampung. Belum lagi dengan uang sekolah dan kebutuhan dari adiknya. Darimana Dimas bisa mendapatkan uang sebanyak itu?Tak mungkin juga ia harus menggerus tabungannya, sisa dari jual rumah."Begitulah, Mas.""Uhm ... memangnya kamu gak bisa cari yang lebih murah gitu?""Mas ... ini nungguin ibu dua puluh empat jam loh.""Rat, mas juga gajinya kecil sekarang. Belum closing juga untuk motor. Mas tuh uang nya sekarat sekarang. Tolong ngertiin dong.""Ya terus mas maunya gimana? Aku harus putus sekolah untuk menjaga ibu gitu?""Gak gitu juga, La. Bukan gitu maks
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments