Beranda / Romansa / Dibalas Dengan Dusta / 44. Menunggu Aba-Aba

Share

44. Menunggu Aba-Aba

Penulis: nanderstory
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-15 10:00:30
“Ngomong-ngomong, ini baru jam dua tapi kamu udah mau pulang? Apa kamu tidak sibuk?” tanya Kinan lagi. Terdengar seperti mengalihkan pembicaraannya.

“Aku bisa meluangkan waktu. Sebenarnya mereka semua tahu kalau tiap hari ini aku pasti akan pulang cepat karena ada pekerjaan lain.”

“Kamu punya kerjaan lain? Bukankah sekarang juga cukup sibuk?”

Pria itu melebarkan senyumannya. “Nanti, kapan-kapan aku akan cerita.”

Mendengar itu membuat Kinan mengerucutkan bibirnya. “Bukan karena aku nggak mau cerita kamu jadi ngomong begitu?”

Sontak saja Adrian tergelak kemudian tertawa cukup keras hingga wajahnya memerah. Sementara Kinan hanya menatap pria itu dengan tatapan masam.

“Maaf … maaf.” Adrian berkata di sela tawanya yang berusaha untuk dikendalikan. “Bukannya aku nggak mau cerita sekarang, tapi ceritanya cukup rumit, dan aku juga belum pasti akan hal itu. Jadi … aku akan cerita kalau semuanya sudah terasa jelas.”

“Aku paham kok, Mas. Tadi cuma keceplosan aja, bercandanya. Kamu nggak perlu
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Dibalas Dengan Dusta    47. Undangan Terpisah

    Pesannya jelas. Bawa Adrian menemui kedua orangtuanya. Sekali lagi kalimat itu digaungkan oleh Ayah ketika Kinan melepas kepulangan kedua orang tua mereka di terminal bus. Ia hanya bisa bergumam bahwa akan melihat bagaimana nanti saja. “Ingat, Nak. Kalau kamu sudah yakin dan dia juga sudah mengutarakan keseriusannya, maka jangan ditunda. Niat baik tidak boleh ditunda.” Ibunya berbisik pada Kinan saat itu. Pintu ruang meeting seketika terbuka. Menariknya dari lamunan singkat percakapan singkat bersama orang tuanya pagi tadi. Adrian muncul dengan sedikit tergopoh memasuki ruangan. “Hai, sorry nunggu lama.” “Lagi hectic banget ya, Mas?” Kinan menyunggingkan senyumnya. “Iya biasa, revisian banyak banget. Belum ngurusin yang lain,” sahutnya.Adrian mengambil air mineral botolan dari dalam lemari pendingin berukuran mini. Menyerahkan salah satunya kepada Kinan setelah membuka segelnya. “Thank you.” “Kayaknya Putri dan yang lainnya juga lagi pada sibuk sampai nggak nyuguhin kamu mi

  • Dibalas Dengan Dusta    46. Lampu Kuning

    Malam itu, orang tuanya menginap pertama kali di tempat tinggal Kinan. Tadinya, Kinan bersikeras untuk tidur di lantai yang hanya beralaskan karpet bulu tebal sebelum akhirnya sang Ayah menolaknya. Jadilah, malam itu Kinan tidur berdua di ranjang bersama ibunya sementara ayahnya tidur di atas karpet bulu. “Kinan.” Ibunya bersuara pelan. “Iya, Bu?” “Ibu cuma mau tanya aja. Kamu punya rencana sampai kapan akan menetap di kota ini?” Kinan menggeser tubuhnya menoleh. “Kenapa Ibu nanya begitu?” “Nggak apa-apa, kan tadi Ibu sudah bilang cuma mau tanya aja.” “Sepertinya tidak juga.” Kinan masih bisa melihat raut wajah ibunya meski dalam keremangan cahaya malam yang berasal dari lampu tidur yang diletakkan di sudut ruangan. “Ibu cuma khawatir, terlebih si Ayah. Kamu tinggal sendirian di sini, nggak ada yang menjaga.” “Kinan kan sudah pernah tinggal sendirian waktu pertama kali bekerja, Bu. Jadi ini sebenarnya bukan pengalaman pertama kali.” Ibu tampak tak puas dengan jawaban Kinan.

  • Dibalas Dengan Dusta    45. Kedatangan

    Sebuah mobil SUV itu berhenti sepenuhnya di depan lobi apartemen Kinan. Pria itu melepas seatbeltnya lalu akhirnya keluar dari mobil dan membukakan pintu sebelum wanita itu mendahuluinya. Kinan tersipu malu. Padahal hal ini bukan yang pertama kali didapatkan dari sosok pria itu. “Anytime. Makasih juga kamu mau datang ke kantor padahal deadlinenya masih lusa.” “Kebetulan aku juga belum pernah menggunakan fasilitas kantor. Suasananya cukup beda dengan kantorku yang dulu.” “Terlalu serius ya?” Pria itu melebarkan senyumannya. “Cubicle terlalu kaku dan rapat. Begitu juga ruang meeting-nya.” “Kok kamu tahu?” Kinan memiringkan kepalanya. Sepengetahuannya ia tidak pernah menceritakan bagaimana tentang kantor lamanya. “Sudah bisa ketebak sih.” “Oh mungkin karena beda sektor usaha kali ya.” Pria itu mengulas senyumnya tak mengeluarkan komentar lagi. “Masuklah, kalau ada butuh apa-apa, hubungin aku ya.” “Oke. Akan aku usahakan menghubungimu kalau aku benar-benar tidak bisa melakukannya

  • Dibalas Dengan Dusta    44. Menunggu Aba-Aba

    “Ngomong-ngomong, ini baru jam dua tapi kamu udah mau pulang? Apa kamu tidak sibuk?” tanya Kinan lagi. Terdengar seperti mengalihkan pembicaraannya. “Aku bisa meluangkan waktu. Sebenarnya mereka semua tahu kalau tiap hari ini aku pasti akan pulang cepat karena ada pekerjaan lain.”“Kamu punya kerjaan lain? Bukankah sekarang juga cukup sibuk?”Pria itu melebarkan senyumannya. “Nanti, kapan-kapan aku akan cerita.”Mendengar itu membuat Kinan mengerucutkan bibirnya. “Bukan karena aku nggak mau cerita kamu jadi ngomong begitu?”Sontak saja Adrian tergelak kemudian tertawa cukup keras hingga wajahnya memerah. Sementara Kinan hanya menatap pria itu dengan tatapan masam. “Maaf … maaf.” Adrian berkata di sela tawanya yang berusaha untuk dikendalikan. “Bukannya aku nggak mau cerita sekarang, tapi ceritanya cukup rumit, dan aku juga belum pasti akan hal itu. Jadi … aku akan cerita kalau semuanya sudah terasa jelas.” “Aku paham kok, Mas. Tadi cuma keceplosan aja, bercandanya. Kamu nggak perlu

  • Dibalas Dengan Dusta    43. Tertampar Kenyataan

    Kinan memilih untuk tak mengambil pusing. Menepis jauh pikiran yang sempat melayang ke arah yang tidak-tidak setelah melihat interaksi Adrian dengan wanita cantik itu. Meski menurut pendangannya, keduanya tidak terlihat seperti rekan kerja tapi seperti menjalin hubungan yang lain. Lebih dari teman.“Bagaimanapun juga Adrian adalah seorang pemimpin Perusahaan, jadi sudah sewajarnya jika ia memiliki banyak relasi,” gumam Kinan pelan sembari menggelengkan kepalanya pelan.Menepis spekulasi liar yang sudah mulai memenuhi benaknya.Sejurus kemudian, ia kembali memusatkan perhatiannya pada layar laptop, berusaha untuk menyelesaikan pekerjaannya yang sempat tertunda hingga tak menyadari bahwa waktu sudah bergulir cukup lama. Seseorang tampak memasuki coffee shop dengan langkah yang anggun. Berhenti di depan barista dan langsung memesan tanpa berpikir sebelum akhirnya ia memilih untuk duduk di kursi persis di sebelah Kinan tapi membelakanginya.Kinan menyadari ada seseorang yang duduk di seb

  • Dibalas Dengan Dusta    42. Bertanya-tanya

    Untuk pertama kalinya, Kinan memanfaatkan workspace di Literas yang terdiri dari beberapa cubicle melingkar dan beberapa spot eye-catching yang bisa digunakan untuk brainstorming. “Hai, Mbak. Memangnya sudah final draft?” Putri menyapanya begitu ia duduk di salah satu sudut ruangan menghadap jendela besar dari ketinggian lantai 18. “Hai, Putri! Belum nih, masih sedikit finalisasi sebelum submit.” Putri ber-oh ria sambil manggut-manggut. “Tumben disini, Mbak? Biasanya kesini kalau udah beres aja.” Kinan terkekeh canggung. Pasalnya, ini bukan murni keinginannya tapi permintaan Adrian. “Ingin melihatmu bekerja seperti sungguhan,” ungkapnya via telepon dua hari yang lalu. Kinan pikir itu bukanlah sebuah ide yang buruk juga. Pasalnya dia memang sudah cukup bosan berpindah tempat dari kafe satu ke kafe yang lain. Belakangan ini dia sering bekerja di apartemen kecilnya. Dalam hati kecilnya ia juga ingin melihat Adrian lebih lama jika berada di kantor.Maka disinilah ia sekarang. “Ya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status