Suara-suara tawa langsung lenyap. Begitu juga dengan suasana pesta. Bahkan salah satu teman Derek berhenti bernyanyi di tengah-tengah refrain, meski pun Adina tidak bisa mengerti bagaimana seseorang bisa mengubah sifatnya dengan begitu cepat.Mata Derek membara seperti api yang siap membakar lengan pria yang menempel pada tubuh Adina. Segera setelah temannya melepaskan tangannya, Adina langsung berdiri dan menjauh.Secara bertahap ketegangan yang berada di dapur itu menyebar ke tepi kolam renang dan menyebar seperti gelombang kegelapan. Semua keceriaan dan obrolan berhenti. Para tamu pesta mulai berjalan melewati pagar meninggalkan rumah dan menuju mobil mereka."Derek?" Wanita berambut merah yang terjatuh tadi sudah bagun sendiri dankembali merapatkan dirinya di sisi kanan Derek.Dengan kasar Derek mendorongnya menjauh. "Pesta juga sudah selesai untukmu juga."Dengan cemberut dan tersinggung, wanita itu berjalan pergi. Sebelum sampai di depan pintu keluar, dia sudah langusng jatuh ke
"Bagaimana?" Tanya Derek setelah menyuap sesendok sereal ke dalam mulutnya."Tidak seperti tulisan tangannya yang biasa, tapi kelihatannya ini memang tulisan tangannya sejak terserang stroke. Dan alat tulis yang di pakainya sama dengan yang aku temukan. Aku yakin surat-surat ini berasal dari ibuku. Kata-kata ini adalah kata-kata yang biasa dia ucapkan." Jelas Adina.energi Adina terkuras habis, lalu dia terduduk di salah satu kursi di meja dapur di samping Derek. Setelah membaca seluruh surat itu, dia mengangkat kepalanya dan menatap Derek. Pria itu sedang meneguk jus jeruk langsung dari botolnya."Aku tidak tahu harus berkata apa padamu Derek." Kata Adina. Seumur hidup, Adina belum pernah merasa semalu ini. "Sulit di percaya ibuku bisa melakukan hal sekeji ini."Derek menarik kursi dan duduk di seberang Adina. "Waktu itu, kau bilang padaku kalau ibumu tidak tahu kalau adalah ayahnya Bobby.""Memang tidak. hanya aku dan Linda yang tahu." Jawab Adina."Tapi sudah jelas dia tahu tentang
Melalui kaca spion mobilnya, Derek melihat mobil Adina bergerak mendekat. Derek membuka pintu dan keluar dari mobilnya dan berjalan menemui Adina yang sedang keluar dari mobilnya. Dari balik kacamata hitamnya, wajah muram Adina terlihat mungil dan pucat. Dia sangat ingin menarik wanita itu ke dalam pelukannya. Tapi dia tidak melakukannya. Hampir setiap kali dia melihat Adina, wanita itu selalu membangun pagar pelindung di sekelilingnya. Dia seharusnya menyadari hal itu sekarang. Apa lagi setelah Adina berani membubarkan pestanya semalam, dia harus menyadari kalau keberanian wanita itu jauh melebihi ukuran tubuhnya yang mungil."Untuk apa kau ke sini? Apa yang kau inginkan, Derek?" Tanya Adina begitu berhadapan dengan Derek."Pergi ke mana keramahanmu?" Tanya Derek. Adina tidak menjawab, dia menunggu Derek. "Aku sudah menunggumu selama lebih dari setengah jam. Apa aku tidak layak untuk mendapatkan sapaan yang lebih ramah?" lanjut Derek.Adina memutar matanya. "Apa yang kau inginkan?"
Derek langsung menyeberangi dapur dengan cepat dan duduk di hadapan Adina. "bagaimana aku bisa merusaknya dengan menjadi bagian dalam hidup Bobby? Seorang anak membutuhkan ayahnya." Kata Derek."Dia tidak membutuhkannya sampai sekarang." jawab Adina."Dari mana kau tahu? Mungkin dia sudah berhenti mengungkapkan harapan dan keinginannya karena dia peka terhadap perasaanmu." Kata Derek. Derek tahu apa yang dia katakan tepat karena Adina langsung terdiam. "Aku tahu apa yang kau lihat tadi malam membuat aku terlihat buruk, tapi aku ingin menjelaskan semuanya."Adina tidak mengatakan apa-apa, namun dia hanya membalas tatapan Derek. Derek berusaha tidak mengacuhkan tuntutan tanpa kata yang ada di mata Adina. "Aku marah atas apa yang terjadi di sini waktu itu." Lanjut Derek. Dia merasa senang dan lega karena hal itu membuat Adina tidak tenang. Wanita itu bergerak degan kaku di kursinya dan mengatupkan tangannya. "Aku tidak mau berhenti, Adina. Aku tidak ingin di hentikan. Aku ingin hal itu
Adina seperti baru saja di hantam. Dia memeluk erat perutnya dan sedikit membungkuk seolah sedang merasakan nyeri yang sangat menyakitkan.Derek tidak bisa mengambil Bobby darinya. Tidak bisa.Dari sisi hukum, pria itu tidak memiliki dasar yang kuat. Semua orang bisa melihat kalau Bobby sudah tubuh menjadi pemuda yang sehat dengan berkelakuan baik. Bobby tidak pernah di telantarkan atau di perlakukan dengan tidak baik. Entah itu secara fisik ataupun emosional. Bobby akan menjadi orang pertama yang bersaksi bagi ibunya, walau pun baru membayangkannya saja sudah sangat menyakitkan bagi Adina.tentu saja, Derek akan berpikir jernih nantinya dan akhirnya dia akan menyadari kalau yang terbaik adalah membiarkan segalanya kembali seperti sedia kala. Dia tidak akan membiarkan Bobby melewati siksaan seperti perebutan hak asuh, kan? Pria itu mungkin angkuh dan sombong, tapi tidak begitu kejam.Mungkin juga pertempuran di meja hijau ini tidak akan terjadi. Seandainya, Bobby mengetahui siapa itu
Adina mematikan keran air, mengeringkan tangannya dan memindahkan panggangan dari kompor. makan malam bisa di tunda. Kebutuhan emosional selalu di dahulukan dari pada hal lain seperti makan malam. "Tentu saja aku tidak berpacaran dengan Derek." Jawab Adina."Aku tidak keberatan." Balas Bobby."Aku tahu. Dia memberitahuku apa yang kau katakan padanya di malam kami pergi ke pesta makan malam waktu itu. terus terang saja aku sangat terkejut." Kata Adina."Aku sudah cukup umur untuk mengerti tentang seksualitas dan semacamnya. Mama dan Om Derek adalah dua orang yang sudah dewasa yang sudah cukup umur." kata Bobby sambil mengangkat bahunya."Aku menghargai keterbukaanmu mengenai kehidupan seksualku, tapi kita tidak sedang membicarakan hal itu. Derek dan aku bukan pasangan kekasih." Kata Adina dengan tegas. Tidak menyangka akan membahas hal ini dengan anaknya."Kalau begitu apakah kalian hanya berteman?" tanya Bobby lagi."Aku tidak bisa menyebutnya sebagai teman. kami hanya sekedar kenala
Adina menatap Bobby dengan tatapan memohon untuk pengertiannya. "Dia masih lajang. Dia memiliki masa depan yang gemilang. Aku tidak enak padanya. terlebih lagi, aku takut kalau dia akan menolakmu, Bob.""Apakah dia menolakku?" tanya Bobby dengan meninggikan suaranya.Walau pun suaranya sudah berubah sejak tahun lalu, tiba-tiba saja Bobby terdengar sangat muda dan rapuh. hati Adina jatuh karenanya. "bagaimana menurutmu?" Sudut-sudut bibir Bobby sedikit tertekuk sebelum akhirnya berubah menjadi senyum yang lebar. "Aku rasa dia menyukaiku, walau pun hanya sedikit." jawab Bobby."Dia sangat menyukaimu." Balas Adina.Bobby bangun dari kursinya dan mulai berjalan mondar-mandir mengelilingi dapur tanpa tujuan, dia menyentuh benda-benda yang sudah dia kenal seolah benda-benda itu adalah hal baru baginya."rasanya sulit untuk di percaya. Aku selalu bertanya-tanya siapa ayahku, tapi Derek Emir. Astaga." Bisik Bobby, tangannya di sisir ke rambutnya. "Aku... Rasanya terlalu hebat untuk di percay
Kurang dari setengah jam, Derek sudah tiba di pintu depan rumah Adina. Selama itu Adina membuang makan malam yang tadi di masaknya yang sudah setengah matang ke dalam tempat sampah. Bobby pergi ke kamarnya untuk mandi dan berganti pakaian. Segera setelahnya, Bobby berjalan mondar-mandir di depan pintu, menunggu suara mobil yang akan berhenti di depan rumah mereka, tapi jauh sebelum mobil Derek yang memiliki suara yang khas berhenti, Bobby sudah tahu kalau Derek sudah sampai."Dia sudah datang!" Seru Bobby sambil menengok ke arah dapur sebelum berlari menuju pintu depan untuk membukakan pintu untuk Derek.Dari kaca ruang tamu, Adina melihat Derek berlari mengelilingi mobilnya. Keduanya seolah bergegas untuk bertemu, berhenti, dengan ragu-ragu, dengan sopan mereka berjabatan tangan dan lalu detik berikutnya mereka berdua berpelukan erat.Mata Adina basah karena air mata, tapi Adina segera menghapusnya. Dia turut bahagia bagi Bobby karena Derek cukup baik untuk menganggap anaknya Bobby