Kurang dari setengah jam, Derek sudah tiba di pintu depan rumah Adina. Selama itu Adina membuang makan malam yang tadi di masaknya yang sudah setengah matang ke dalam tempat sampah. Bobby pergi ke kamarnya untuk mandi dan berganti pakaian. Segera setelahnya, Bobby berjalan mondar-mandir di depan pintu, menunggu suara mobil yang akan berhenti di depan rumah mereka, tapi jauh sebelum mobil Derek yang memiliki suara yang khas berhenti, Bobby sudah tahu kalau Derek sudah sampai."Dia sudah datang!" Seru Bobby sambil menengok ke arah dapur sebelum berlari menuju pintu depan untuk membukakan pintu untuk Derek.Dari kaca ruang tamu, Adina melihat Derek berlari mengelilingi mobilnya. Keduanya seolah bergegas untuk bertemu, berhenti, dengan ragu-ragu, dengan sopan mereka berjabatan tangan dan lalu detik berikutnya mereka berdua berpelukan erat.Mata Adina basah karena air mata, tapi Adina segera menghapusnya. Dia turut bahagia bagi Bobby karena Derek cukup baik untuk menganggap anaknya Bobby
"Apa yang kau katakan padanya?" tanya Derek."Aku bilang tidak!" Jawab Adina dengan cepat."Maksudku bagaimana dia tahu kalau aku adalah ayahnya?" tanya Derek lagi mengoreksi maksudnya."Semuanya. Dia juga salah menyimpulkan kalau aku adalah ibu kandungnya." Jawab Adina.Derek menyentuhnya lagi, kali ini dia menyelipkan jari-jarinya ke belakang leher Adina. "Kau memang ibunya. Aku tidak akan melupakan itu. Dan Bobby juga pasti tidak akan melupakan hal itu. Saat ini dia hanya sedang bahagia tentang aku. Tapi itu tidak akan menghapus rasa cintanya padamu."Derek melangkah semakin mendekat, hingga Adina bisa merasakan napas pria itu di wajahnya. "Ini adalah acara keluarga. Ayo kita merayakannya bersama-sama. Ikutlah makan malam dengan kami." Untuk beberapa detik, Adina seakan tersihir oleh tatapan mata pria itu dan suaranya yang lembut. Lalu akhirnya Adina menggelengkan kepalanya dengan lembut. "Tidak, Derek. Setelah hampir tujuh belas tahun, aku rasa kau dan Bobby berhak untuk menikmat
"Menurut papa, kenapa mama begitu?" Tanya Bobby pada ayahnya beberapa menit setelah mereka berkendara lumayan jauh dari rumah.Derek yang sedang menyetir teringat bagaimana dia menatap kaca spion, di mana dia bisa melihat Adina yang berdiri di depan pintu yang terbuka, sebuah bayangan kecil yang terlihat seperti akan di telan oleh rumah itu."Aku rasa seperti yang dia katakan tadi, dia merasa kita perlu menghabiskan waktu bersama." Jawab Derek sambil melirik Bobby yang duduk di kursi penumpang di sebelahnya. "Apakah gagasannya untuk tinggal bersamaku untuk sementara waktu membuatmu senang?""tentu saja." Jawab Bobby, kegembiraan terlihat jelas di matanya yang berbinar. "Aku rasa akan sangat menyenangkan. Aku hanya terus memikirkan mama yang tinggal sendirian. Memang cuma sebentar saja, aku tidak mau papa merasa terikat denganku selamanya." Lanjutnya cepat."Kau boleh menghabiskan waktu denganku selama yang kau mau, Bobby. Aku sungguh-sungguh." Kata Derek.Senyum lembut Bobby meninggal
"Lanjutkan." Kata Derek dengan tenang."Mama bilang aku tidak normal kalau tidak menginginkan hal itu. Astaga. Aku terdengar seperti orang brengsek sekarang." Kata Bobby dengan nada erangan."Kebanyakan dari kita merasa seperti itu kalau kita membicarakan masalah ini, Bobby. Lupakan tentang kau terdengar seperti brengsek atau apa pun itu. Lanjutkan dan keluarkan apa yang ada di pikiranmu tentang masalah itu. Ceritakan padaku." Kata Derek."Baiklah, mama bilang aku seharusnya tidak melihat wanita hanya dari tubuh mereka saja, tapi aku juga harus mengagumi pikiran dan kepandaian mereka serta hal-hal lainnya juga. Papa tahu kan, segala hal yang membuatnya menjadi seperti seorang manusia. Kalau aku harus menghargai wanita dan tidak melakukan apa pun untuk mengeks... eksplot... eksplo..." Bobby tergagap karena tidak bisa mengingat kata dengan benar."Ekploitasi?" Potong Derek."Itu dia. Aku tahu apa artinya, aku hanya tidak bisa mengingat kata itu." Jawab Bobby."Ibumu benar. Bobby." Kata
Adina sangat gugup sampai dia nyaris membuat titik di atas huruf y pada nama Bobby yang menggumpal. Tapi dia menangkap tetesan krim kue itu tepat pada waktunya dan akhirnya memberi garis lurus di bawah nama Bobby dengan titik di ujunya dengan sempurna."Kita bisa merayakannya di rumahku saja." Kata Derek beberapa hari sebelumnya."Tidak. Aku ingin dia berada di rumah di hari ulang tahunnya." Jawab Adina. lalu menyadari kalau rumah Derek lebih terasa rumah bagi Bobby dari pada rumahnya sendiri. "Aku ingin merayakan ulang tahunnya dengan makan malam di sini." Lanjut Adina dengan cepat."Baiklah kalau begitu." Jawab Derek mengiyakan sambil tersenyum. belakangan ini pria itu bersikap dengan baik. "Ada yang bisa aku bantu?" tanya Derek menawarkan diri."Tidak. Terima kasih." Jawab Adina sama baiknya. "Bukan pesta yang besar. Hanya kita bertiga. tapi aku ingin memasak makanan kesukaan Bobby dan menjadikannya acara yang sangat istimewa. Bobby sudah lama menantikannya." lanjut Adina.Lalu Bob
Kekecewaan Adina begitu menusuk di hatinya. Dia bahkan tidak sanggup untuk berkata-kata."Ma? Halo? Mama?" Panggil Bobby dengan tidak sabar karena Adina belum berkata satu kata pun."Aku di sini. Ten-tentu saja, aku hanya sedang...""Sedang sibuk. Aku tahu. Papa bilang mama akan sangat sibuk untuk menyiapkan segala keperluan untuk nanti malam. Jadi kalau papa yang mengantarku untuk tes mengemudi dan mengambil SIM, pasti akan sangat membantu, kan?" Potong Bobby."Iya." Jawab Adina tidak bisa menutupi perasaan sedih dan kecewanya."Makan malamnya tidak usah yang berlebihan. Ini hanya ulang tahunku. bukan hal yang besar." Kata Bobby dengan nada tegas yang sengaja di buat-buat."Aku akan menyiapkan makan malam dengan berbagai hidangan yang banyak kalau aku mau, terima kasih banyak." Kata Adina. Adina tidak bisa mengatakan seberapa kecewanya dia karena tidak mengantar Bobby untuk tes mengemudinya, itu hanya akan merusak hari ulang tahun Bobby. "Hati-hati Bobby. Kau pasti bisa lulus dan me
"Sekarang waktunya untuk hadiah." Seru Adina sambil keluar dari ruangan dan kembali dengan sebuah hadiah yang sudah terbungkus rapi. "Pertama, buka yang ini dulu." Lanjut Adina sambil menyerahkannya pada Bobby."Pertama? Maksud mama hadiahnya lebih dari satu?" Tanya Bobby dengan mata melebar.Adina tersenyum penuh rahasia pada Bobby. "Aku tidak akan mengatakannya. Kau tahu betul bagaimana sikapku tentang kejutan ulang tahun." Jawab Adina dengan setengah bersenandung.Adina berdiri di belakang kursi Bobby sementara anak itu sibuk membuka kotak hadiahnya yang berisi pakaian baru. Adina nyaris tidak dapat menahan kegembiraannya."Keren!" Seru Bobby, Dia memamerkan celana dan kemejanya di tubuhnya. "Setelan ini keren sekali." Sambung Bobby."Kau suka?" tanya Adina."Iya. Keren sekali." Jawab Bobby dengan tersenyum bahagia.Adina dan Bobby begitu tenggelam dalam perbincangan mereka berdua tentang pakaian itu, yang adalah merek terbaru, sehingga mereka tidak melihat kalau Derek sedang berja
keesokan paginya ketika dia masuk ke dapur untuk membuat kopi, Adina terkejut melihat dapurnya sudah rapi dan bersih. Ruang makan juga sudah di bersihkan dari sisa-sisa pesta ulang tahun, walau pun bunganya masih ada di atas meja. Sepertinya Derek dan Bobby sudah membersihkan segalanya sebelum mereka pergi. Adina menyesap kopi yang sudah dia buat lalu berpikir bagaimana dia bisa menjual mobil yang baru saja dia beli itu. Mungkin si penjual mobil mau mengambilnya kembali dan mengembalikan uangnya. Sementara Adina sibuk merenung hal yang sepertinya tidak mungkin itu, teleponnya berdering. "Adina?" Suara seorang wanita yang dia kenal dari balik telepon. "ya?" jawab Adina. "Ini adalah Dokter Wulan." Kata wanita itu. benar saja, Dokter Wulan adalah dokter yang menangani ibunya. "Ibumu terkena serangan jantung yang parah beberapa menit yang lalu dan kami sedang dalam perjalanan dengan ambulans menuju ke rumah sakit yang lebih besar." Kata Dokter Wulan. Setelah menutup telepon dengan