“Sudah tadi ya sampainya? Maaf aku tak tahu. Seharusnya kamu telepon, biar aku bisa pulang lebih cepat.” Beth bergegas mendekati Seth yang sekarang sedang duduk di sofa memainkan ponselnya.
Kopernya masih belum ia bereskan, pikirnya biar itu menjadi pekerjaan Beth.
“Hhh …” hanya bunyi itu yang keluar dari mulutnya.
Beth meletakkan tas kerjanya sembarangan dan membereskan koper Seth, membawanya ke dalam kamar dan memilah semua baju kotor untuk dimasukkan ke mesin cuci.
Seth pintar, selama lima tahun perselingkuhannya dengan Conny, ia sama sekali tidak meninggalkan jejak barang sehelai rambut pun. Jadi ia percaya diri jika kopernya digeledah oleh Beth.
“Minggu depan ada undangan makan malam khusus menyambut bos baru di kantor pusat. Kita diundang, maksudnya aku harus datang bersamamu.” Seth berbicara tanpa sedikit pun menatap Beth.
Beberapa saat jeda sebelum Beth menjawab, “baiklah.”
“Ingat, ini acara formal, kau harus mengenakan pakaian bagus. Nanti aku transfer untuk beli baju baru. Lima ratus ribu cukup ‘kan?” Seth masih tidak menatap Beth, malah asik melihat layar ponselnya.
Lima ratus ribu untuk pakaian ke acara formal? Yah, cukup tidak cukup harus cukup. Cari di toko oranye saja masih bisa kan? Batin Beth.
Beth tidak pernah menuntut, ia hanya menerima apa yang Seth berikan. Jika uang bulanan yang pas-pasan itu kurang, ia akan menambahi dari gajinya yang tidak seberapa. Bersyukur ia bekerja, jika tidak, ia bisa punya utang pada renternir.
“Iya cukup, acaranya siang atau malam?”
“Malam, kita akan makan malam.”
“Ok.”
Setelah mereka akan tidur, Beth bertanya-tanya dalam hati, tidakkah Seth merindukannya? Kenapa ia tidak berusaha untuk menidurinya? Ada yang benar-benar salah dalam hubungan ini.
Namun Beth memang tidak ingin memberi kode kepada Seth untuk bercinta, karena kiss mark yang Cayden buat masih bertebaran di mana-mana. Sekarang saja, ia masih memakai pakaian serba panjang.
***
Keesokan harinya, sebelum berangkat kerja, Beth menerima telepon dari sang ibu. Sepertinya sang ibu sedang ada masalah. Ia harus segera menemuinya.
Sesampainya di rumah sang ibu, Beth kaget karena setelah melihat keadaan sang ibu.
“Ya ampun, apa ayah yang melakukan ini?”
Ibunya menangis tersedu-sedu di pelukan Beth.
“Ayahmu ternyata gadaikan sertifikat rumah ini untuk bayar utang, Beth. Tadi dia datang minta uang untuk bayar angsurannya kalau tidak rumah ini akan disita. Bagaimana ini Beth?”
Beth kaget bukan main, tega-teganya ayahnya melakukan ini kepada ibunya. Mereka bahkan sudah tidak ada hubungan pernikahan, masih saja menyiksanya.
“Aku tak tahu Bu, kok ayah tega melakukan ini kepada kita ya?”
Beth ikut menangis bersama-sama ibunya.
“Apakah suamimu bisa membantu?" Tiba-tiba ibunya berhenti menangis dan melepaskan pelukannya.
“Seth? Bantuan seperti apa?” tanya Beth tak percaya.
“Menebus rumah ini. Ibu dengar, Ayahmu meminjam dua ratus juta, dan telah dibayar lima puluh juta. Jadi tinggal seratus lima puluh juta. Harusnya ringan buat suamimu.” Perempuan paruh baya itu mengusap air matanya, merasakan sedikit cahaya di matanya.
Sedang Beth merasakan tubuhnya kian lemas, bagaimana cara ia mengatakan ini kepada Seth? Apa yang akan ia pikirkan tentangnya? Kenapa hidupnya harus sesulit ini sih?
***
Beth masih belum tahu caranya bicara dengan Seth perihal utang sang ayah. Jika dihitung, jatah dari Seth dan gajinya sebenarnya cukup untuk membayar angsuran gadai rumahnya. Tetapi sangat pas, bahkan tidak ada kembalian untuk membeli makan siang.
“Sebulan saja aku bisa mati karena harus berjalan dari rumah ke kantor,” gumam Beth.
Seth tidak membelikan Beth mobil atau sepeda motor. Alasannya, Beth terlalu bodoh untuk belajar naik mobil atau motor. Naik transportasi umum saja cukup.
Sebenarnya, jika kantor mereka searah, ia bisa minta diantarkan. Namun sayangnya, arahnya berlawanan.
“Apa aku harus mencari pekerjaan sampingan?”gumamnya. Namun apa? Apa yang bisa ia kerjakan?
Seth datang dari kantor, tepat jam sembilan malam. Setelah Beth melayani segala kebutuhannya. Ia memberanikan diri untuk bercerita kepada suaminya itu.
Ia akan mulai dengan meminta jatah uang bulanan tambahan, kemudian baru ia katakana permasalahannya. Begitulah skenario di kepalanya.
“Mmm … Seth aku mau bicara sebentar boleh?”
Seth yang memainkan ponselnya hanya bergumam singkat.
“Ini tentang uang bulanan yang kamu kasih… Kalau boleh, aku ingin minta dilebihkan. Sekitar lima juta lagi."
Seth yang tadi tidak memperhatikan sama sekali kini menatap Beth yang terlihat menunduk karena takut kepadanya.
“Buat apa?” Ia memicingkan matanya seolah ingin mengupas isi kepala Beth. Kenapa perempuan sedingin es ini sekarang minta jatah yang lebih? Buat apa?
“Begini, inii tentang keluargaku," Beth menggeser tubuhnya sedikit ke depan agar bisa dekat dengan Seth.
“Ayahku …. Ia mengambil hutang dengan menggadaikan sertifikat rumah ibuku dan tidak bisa membayar.”
“Apa? Ada apa dengan keluargamu itu? Kenapa selalu uang masalahnya?” Seth masih memicingkan matanya dan kali ini suaranya melengking.
Beth terdiam dan memilin baju kaus yang ia kenakan, ia gemetaran karena takut.
Tidak apa, setidaknya aku sudah berbicara. Bagus Beth. Puji dirinya dalam hati.
Masa bodohlah, aku tidak ingin ribut dengan perempuan yang bulan depan aku ceraikan. Aku berikan saja yang ia mau supaya ia diam. Pikir Seth di dalam hati.
“Aku cuma bisa kasi tiga juta saja sebagai tambahan. Masih banyak yang aku tanggung, mengerti? Total aku sudah kasi lima juta ya untuk jatah bulanan. Irit-iritin.”
Gaji Seth per bulan mencapai empat puluh lima juta rupiah, belum termasuk bonus dan ia hanya menyisihkan lima juta untuk Beth. Sebelumnya hanya dua juta.
“I-iya Seth, terima kasih.”
Beth merasa lega, walau hanya bertambah tiga juta, artinya ia tidak perlu berjalan kaki pergi ke kantornya. Dan semoga ia bisa hamil kali ini, jadi ancaman perceraian itu tidak benar-benar akan terjadi. Jika tidak, ia dan keluarganya akan kehilangan rumah.
Malam harinya Seth meniduri Beth dengan lampu dipadamkan. Benar-benar gelap. Selalu seperti ini, tidak pernah seperti yang ia alami bersama Cayden. Waktu itu mereka bercinta di bawah lampu temaram nan romantis.
Tetapi syukurlah, karena kiss mark itu walau sudah memudar namun masih ada sedikit.
Beth tidak merasakan apa yang ia rasakan sebelumnya bersama Cayden. Bahkan tidak sepuluh persennya. Datar dan dingin, berkesan ingin cepat selesai. Tidak apa, yang penting kemungkinan ia untuk hamil semakin besar, karena ini masih masa suburnya.
Sedang Seth hanya menggunakan tubuh Beth untuk pelampiasan, makanya lampu ia padamkan. Hari ini ia tidak bisa bersama Conny, suaminya sedang ada di rumah.
Setelah Seth selesai, Beth membersihkan dirinya di kamar mandi. Ia berkaca, namun tidak melihat bayangan dirinya sewaktu di hotel bersama Cayden. Kali ini ia kembali melihat Beth yang biasanya. Lusuh dan tak bercahaya.
‘Kapan aku bisa merasakan sensasi bercinta seperti itu lagi?’ tanyanya dalam hati.
Tanpa sepengetahuan Beth, Cayden menempatkan dua orang suruhan untuk mengawasinya dari dekat, sebagai langkah antisipasi jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Mereka bekerja secara bergiliran agar tidak menimbulkan kecurigaan dari Beth.Siang ini, Beth dan Nina berjalan ke belakang kantor mereka menuju tempat biasa untuk membeli makan siang. Sementara itu, James membagikan semua laporan mengenai Beth kepada Cayden."Hari ini saya boleh pulang lebih awal?" tanya Cayden. Ia ingin segera menjemput Beth dan pulang bersama. Selama hampir sebulan Cayden tidak masuk kantor, para karyawan seolah merasa bebas. Jarang ada lembur, dan jumlah rapat pun berkurang. Semua menikmati efek dari sikap bucin Cayden.James berdeham. "Hari ini Anda ada janji dengan klien, Sir. Sepertinya akan melewati jam makan malam.""Tidak bisa diganti hari? Saya ada janji," ujar Cayden. Tidak perlu ditanya, James tahu persis janji itu dengan siapa."Maaf, Sir, pertemuan ini sangat penting. Ini kelanjutan dari pe
Berkat bantuan tim pengacara Beth dan koneksi keluarga Amberforth, proses perceraiannya dengan Seth dapat dipercepat. Tidak lama lagi, Beth akan resmi bercerai dari Seth. Hari ini, Cayden mendampingi Beth ke kantor polisi untuk memenuhi panggilan sebagai saksi sekaligus korban dalam kasus yang memberatkan Seth. Lagi-lagi, uang dan kuasa keluarga Amberforth akan membantu Beth mendapatkan keadilan.Erica dan kedua kakak Seth telah dipanggil sebagai saksi dalam kasus ini. Status Erica kemungkinan besar akan dinaikkan menjadi tersangka, karena terungkap bahwa pada hari kejadian, dialah yang menyarankan Seth untuk membawa Beth ke rumah kosong milik keluarga mereka, serta mendorong Seth untuk melarikan diri setelah menyiksa Beth.Beth kembali bekerja setelah hampir sebulan beristirahat. Ia memaksa untuk kembali bekerja meskipun Cayden melarangnya. Alasannya, ia akan merasa sangat bosan jika hanya berdiam diri di penthouse tanpa melakukan apa pun. Dengan berat hati, Cayden mengantar Beth hi
“Kenapa bertanya?” balas Beth sambil menatap bibir Cayden. Ia berusaha menyembunyikan keinginannya yang mulai menetes di tenggorokan.“Karena kali ini, kita tidak bercinta untuk segera hamil. Apa kamu masih menginginkannya? Tidak masalah jika setelah ini kamu hamil, aku akan bertanggung jawab,” ucap Cayden, akhirnya.Beth terlihat kikuk. Ia berharap Cayden hanya menciumnya seperti biasa, cukup untuk membangkitkan hasratnya. Namun kali ini, ada sesuatu yang berbeda.“Apa rasanya akan sama?” tanya Beth, suaranya nyaris berbisik.“Kita tidak akan tahu sebelum mencobanya,” jawab Cayden.Ia mengikis jarak dan mengecup batas rambut Beth. Lama dan lembut. Kedua tangannya menangkup pipi Beth, membelainya dengan ibu jari. Lalu mencium mata kanan, kiri, dan kedua pipinya secara bergantian.“Kamu berharga, Beth. Kamu sangat layak mendapatkan semua kasih sayang di dunia ini,” ucap Cayden.Setelah itu, bibir mereka bertaut. Cayden menyapukan lidahnya lembut di sela bibir Beth. Kali ini berbeda. Le
Cayden melepaskan pelukannya, meraih pundak Beth, lalu dengan lembut menghadapkannya. Ia sedikit menunduk agar pandangan mereka sejajar.“Entah sejak kapan, tetapi mulai sekarang aku ingin kamu hanya memandangku. Aku akan melindungimu, Beth. Aku ingin mengambil semua beban dari pundakmu,” ucap Cayden sembari membelai lengan Beth dengan penuh kasih.“Kenapa? Mengapa kamu ingin melakukan semua itu untukku?” tanya Beth. Ia menatap mata Cayden, berharap menemukan jawaban yang selama ini samar, kini mulai terlihat jelas.“Karena kamu berharga dan layak mendapatkan semua itu dariku. Dan... sepertinya aku telah jatuh cinta kepadamu,” jawab Cayden. Tatapan laki-laki itu semakin dalam. Tatapan yang selama ini diperhatikan Beth dengan diam-diam. Apakah selama ini juga hati Cayden telah berlabuh padanya?“Maafkan aku... maaf,” bisik Beth lirih. Ia memejamkan mata, lalu kembali memeluk Cayden dan menghirup aroma tubuh laki-laki itu dalam-dalam. Ia ingin memenuhi paru-parunya dengan kewarasan. Cha
“Ada...” kata Beth perlahan. Inilah saat yang ditunggu Cayden. Untuk menenangkan diri, ia mencoba mengingat kembali kompetisi apa saja yang pernah ia menangi dari Charles semasa di Amerika. Tapi—tunggu—tidak ada. Gawat. Ia selalu berada satu peringkat di belakang Charles.Tenang, Beth. Cepat atau lambat, kamu harus melanjutkan hidupmu. Cayden mungkin adalah masa depanmu, bisiknya pada diri sendiri. Kemungkinan untuk bertemu Charles lagi pun sangat kecil, bukan? Selama lima tahun ini mereka tidak pernah sekalipun bertemu.“Mmm... kamu kenal—” kata Beth, tapi kalimatnya terpotong oleh kehadiran ibunya. Wajah ibunya tampak ceria melihat Cayden menyuapi putrinya. Sementara itu, Cayden hanya bisa mengumpat dalam hati. Kapan lagi Beth akan membuka dirinya seperti tadi?Bukan karena Cayden terlalu peduli pada kejujuran Beth tentang Charles. Ia paham sepenuhnya bahwa Beth berhak memilih untuk bercerita atau tidak. Ia hanya berharap Beth sudah benar-benar selesai dengan perasaannya dan berhent
“Apa sekarang Beth sedang dekat dengan orang kaya raya?” tanya Ralph Louis, 57 tahun, mantan suami Rachel dan ayah dari Beth. Pria itu, meskipun telah berumur dan mengonsumsi alkohol secara berlebihan sejak usia tujuh belas tahun, masih menyisakan sisa-sisa ketampanannya. Wajahnya tampak seperti sedang berpikir dalam, seolah mendapat ilham atau inspirasi.“Y-ya... Beth memang selalu menjadi penyelamat keluarga, Mas,” ujar Rachel lirih, ibunda Beth. Sejak menikah hingga kini—meski mereka telah bercerai—Ralph tetap mencengkeram kehidupan Rachel dengan erat. Kehadirannya memberi dampak buruk, tidak hanya pada Rachel, tapi juga pada Beth, anak mereka satu-satunya. Rachel selalu menuruti setiap kehendak Ralph. Jika tidak, maka pukulan dan hinaanlah yang akan ia terima.Setiap bulan, uang yang diberikan Beth kepadanya akan disetorkan kepada Ralph. Para tetangga sudah sering membicarakan mereka di belakang. Bahkan para warga setempat pernah menggerebek rumah mereka dengan tuduhan tinggal se
Karena menjadi tulang punggung keluarga lah Beth terpaksa menerima Seth, yang pada akhirnya justru memperlakukannya dengan tidak pantas. Cayden tahu, ia telah mendahului Beth dalam mengambil keputusan. Bagaimana jika Beth tidak setuju? Saat mereka berada di mansion keluarga Amberforth, Beth tidak mengiyakan, tapi juga tidak menolak.“Ah… saya jadi tidak tahu harus berkata apa. Saya sangat berterima kasih,” ucap sang ibu dengan suara lirih. Ia bersyukur Beth akhirnya menemukan sosok pengganti Charles—dan bukan seperti Seth.“Saya sedih karena anak saya harus menanggung penderitaan akibat perbuatan ayahnya. Seandainya tidak ada kejadian itu, dan saya cukup kuat untuk mencegahnya, mungkin hidup Beth akan berbeda. Ia bisa lebih bahagia dan tidak perlu menikah dengan pria seperti Seth.”Apakah ini saatnya masa lalu Beth diungkap? Perempuan yang berada di hadapan Cayden ini pernah hampir menjadi besan keluarga Donnovan. Haruskah Cayden bersiap secara batin menghadapi kenyataan itu?“Ayah Be
Beth merasakan tubuhnya mulai menghangat, meskipun ia tidak jadi menggunakan kain bekas spanduk untuk menutupi dirinya. Ia juga merasa tubuhnya diangkat. Samar-samar ia mencium aroma parfum yang biasa dipakai Cayden. Wah, apakah seperti ini rasanya dijemput ajal? pikirnya. Rupanya malaikat maut pun memakai parfum.Beth segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Cayden menemukannya dalam kondisi hampir telanjang, dengan tubuh penuh luka dan lebam.“Seth Heron harus membayar semua ini,” ujar Cayden dengan penuh amarah. “Lapor, Tuan. Kami telah menemukan lokasi mobil milik Seth Heron,” lapor salah satu anak buah George Amberforth. “Bagus. Bawa dia ke hadapanku sekarang juga,” perintah Cayden. Ia tidak berniat menyerahkannya kepada pihak kepolisian sebelum pria itu hancur di tangannya sendiri. “Orangnya sudah melarikan diri, Pak. Kami sedang melacaknya.” “KURANG AJAR!” seru Cayden dengan penuh kemarahan.***Malam setelah Beth dipukul hingga pingsan.Seth mendekati tubuh Beth yang ter
Keesokan harinya, di penthouse milik Cayden.Sudah pukul tujuh pagi, namun Beth belum juga datang. Apakah ia sakit? Ini tidak seperti biasanya. Cayden meraih ponselnya untuk menghubungi perempuan itu. Terdengar nada sambung sebanyak tiga kali, namun Beth belum mengangkat. Pada nada keempat, akhirnya telepon diangkat.“Halo, Beth... mengapa tidak datang ke sini?”“Halo... Eh, ini saya menemukan tas di depan kost. Sepertinya pemiliknya menjatuhkannya,” terdengar suara seorang laki-laki yang tidak dikenali Cayden. Ada apa ini? Bagaimana ia bisa memegang ponsel Beth?“Saya akan segera ke sana,” ucap Cayden cepat. Ia langsung mengambil jaketnya, menyambar kunci mobil, lalu masuk ke lift pribadi. Perasaannya tidak tenang. Apa yang sebenarnya terjadi pada Beth?“Oke...” jawab suara di seberang singkat.Tak sampai satu jam, Cayden sudah tiba di depan kost Beth dan segera menelepon ponsel Beth kembali. Seseorang muncul dari balik gerbang; ia terlihat membawa tas milik Beth. Cayden segera turun