Share

Bab 4 Dirundung Keluarga Suami

Penulis: Niviana Rose
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-15 15:02:09

“Maaf, Kak, saya baru saja habis mandi.”

Beth berlari menuju gerbang. Rambut pendeknya yang masih setengah basah menempel di pelipisnya, sisa airnya menetes ke leher. Ia buru-buru membuka kunci, lalu mendorong gerbang berat itu hingga berderit.

Mobil hitam berkilap meluncur masuk tanpa terburu-buru, seperti predator yang tahu buruannya tak akan lari ke mana-mana. Saat kendaraan itu berhenti, pintu terbuka, dan keluarlah Erica, ibu mertuanya, diikuti dua putrinya, Claire dan Amy.

Jantung Beth mencelos. Ia menelan ludah, instingnya langsung menjerit. Mereka tidak pernah memberi kabar jika hendak datang.

“Kenapa Ibu dan Kakak tidak telepon dulu?” tanyanya, suaranya sedikit bergetar. “Kalau telepon, pasti saya tunggu.”

Claire hanya mendelik. Amy mendengus pendek.

“Buat apa telepon? Ini rumah adikku, bukan rumahmu,” ucapnya sambil menyampirkan tas mahalnya ke pundak Beth, seolah Beth ini hanya gantungan hidup yang kebetulan berbentuk manusia.

Beth buru-buru menangkapnya sebelum jatuh. Belum sempat ia menyeimbangkan tas berat itu, Erica sudah melangkah melewatinya. Perempuan tua itu bergerak lambat dengan kaki yang bengkak dipenuhi varises, tapi tatapannya tajam, mengawasi rumah seakan mencari sesuatu untuk dikritik.

Saat memasuki ruang tamu, Erica langsung mendengus.

“Rumah kok begini?” gumamnya dengan ekspresi jijik. “Bau pengap. Lantainya masih ada debu. Kamu ini istri atau majikan sih?”

Beth menahan napas, menelan kata-kata yang ingin keluar. Sudah dipel tadi pagi. Tapi percuma, mulutnya tak akan bisa mengubah pendapat Erica.

“Maaf, Bu. Besok saya bersihkan lagi.”

Claire mencibir, melemparkan tasnya ke sofa sembarangan. “Kalau bisa besok, kenapa tidak tadi?”

Amy tertawa kecil. “Mungkin dia sibuk. Kan banyak kerjaan, kerjaan yang tidak berguna.”

Beth mengepalkan jemarinya di balik punggung. Seth, di mana kamu?

Oh, tapi apa bedanya? Seth tak pernah ada untuknya. Bahkan saat di rumah, ia lebih sering diam atau ikut tertawa bersama keluarganya saat Beth dipermalukan.

“Jauh-jauh ke sini, masa tidak ada minuman?” Claire menyilangkan tangan di dada, sorot matanya menusuk.

Beth tersentak. “Maaf, Kak. Mau minum apa?”

Claire meliriknya dari ujung kepala sampai kaki, bibirnya tertarik ke atas. “Teh saja. Jangan hambar.”

Beth menoleh ke Erica. “Ibu mau minum apa?”

“Apa saja,” Erica menjawab tanpa menoleh sedikit pun.

“Kak Amy?”

Amy menyeringai. “Samakan saja. Perempuan macam kamu mana bisa bikin teh yang layak?”

Beth menggigit bibirnya. Perempuan macam aku? Bahkan belum lima menit, mereka sudah mulai menusuknya dengan kata-kata.

Tanpa menunggu lebih lama, Beth bergegas ke dapur. Tangannya bergerak otomatis menyiapkan teh, meskipun pikirannya penuh dengan amarah yang ia tekan dalam-dalam.

Saat ia menuangkan air panas ke cangkir, suara Erica terdengar dari belakangnya.

“Seth kapan pulang?”

“Harusnya hari ini, Bu. Saya belum menerima kabar.” Beth menggenggam sendok teh erat-erat, mencoba menenangkan getaran kecil di jarinya.

“Coba telepon.”

Beth menegang. Ia tidak suka menghubungi Seth saat sedang dinas luar kota karena sering kali itu hanya berakhir dengan omelan. Tapi ia tahu, menolak bukan pilihan.

Dengan berat hati, ia mengambil ponselnya, mencari nama Seth, dan menekan panggilan.

Nada sambung terdengar. Satu kali. Dua kali. Tiga kali.

Tidak diangkat.

Bagus. Beth menarik napas lega. Lebih baik begini daripada ia harus mendengar Seth mendesah malas dan mengatakan, “Beth, aku sibuk.”

“Apa dia mau angkat telepon dari kamu?” Amy mencibir dari ambang pintu dapur. “Ya jelas. Suami mana yang mau repot angkat telepon dari istrinya yang tidak berguna?”

Beth mengangkat wajah, rahangnya mengeras. Tapi sebelum ia bisa berkata apa-apa, Amy sudah menekan nomor Seth di ponselnya sendiri.

Tak butuh lama. Seth langsung mengangkat.

“Halo, Kak Amy?”

Amy menyeringai, menatap Beth penuh kemenangan. “Seth, aku, Ibu, dan Claire lagi di rumahmu. Katanya pulang hari ini, ternyata masih sibuk ya?”

"Iya, Kak. Aku masih ada acara kantor. Besok malam aku sudah sampai rumah. Nanti aku bawakan oleh-oleh," sahut Seth dari seberang sana.

Amy mendengus puas, menekan tombol speaker agar Beth bisa mendengar lebih jelas.

“Wah, kamu memang paling perhatian. Ke mana-mana selalu ingat keluarga. Hebat.”

Erica menghampiri, menyambar ponsel dari tangan Amy. “Halo, anakku paling tampan.”

"Iya, Bu. Aku pulang besok. Tadi aku sudah bilang pada Kakak. Aku bawakan oleh-oleh untuk kalian."

"Ya sudah, hati-hati di jalan."

Erica mengembalikan ponsel ke Amy dan menatap Beth dengan pandangan yang membuat darah Beth seperti membeku.

“Hah,” Erica menghela napas, menggeleng. “Ya gini ini kalau istri tidak bisa kasih keturunan. Masih juga dipertahankan?”

Claire tertawa. “Seth pasti kasihan. Makanya belum cerai-cerai juga.”

Beth menunduk, jemarinya memilin ujung kaos panjang yang ia kenakan. Kaos yang sengaja ia pilih untuk menutupi bekas kiss mark dari Cayden semalam.

Claire berdiri, meraih tasnya. “Ya sudah, ayo pulang.”

Beth tersentak. “Tapi tehnya belum diminum, Bu.”

“Teh buatannya pasti hambar.” Erica melangkah menuju pintu, diikuti Claire dan Amy. “Sama seperti orangnya.”

Beth hanya bisa berdiri di ambang pintu, menyaksikan mereka pergi tanpa menoleh sedikit pun ke arahnya. Seakan ia tidak pernah ada.

Perempuan itu mengembuskan napas panjang, menekan perasaan yang menggumpal di dadanya. Inilah alasan kenapa ia ingin hamil.

Ia ingin mereka berhenti merundungnya.

Ia ingin mereka berhenti memperlakukannya seperti sampah.

Tapi benarkah semuanya akan berubah jika ia memiliki anak?

Ataukah ini hanya ilusi yang ia buat sendiri agar tetap bertahan?

***

Seth turun dari taksi biru yang berhenti tepat di depan rumah. Ia merogoh dompet dari saku belakang celananya, menyerahkan beberapa lembar uang ke pengemudi sebelum melangkah keluar.

Udara sore terasa sedikit panas, langit mulai beranjak jingga, dan sisa suara kendaraan di kejauhan menjadi latar yang samar.

Begitu taksi melaju pergi, Seth mengeluarkan ponselnya, menekan nomor yang sudah sangat dihafalnya di luar kepala.

Nada sambung hanya terdengar sekali sebelum suara lembut di seberang menjawab.

Sudah, baru saja di depan gerbang. Sudah ya, kita ketemu lagi besok di kantor.

Seth menyeringai kecil. “Oke, sayang. Aku sudah rindu padamu.”

Sama, aku juga.

Ia menghela napas, membiarkan perasaan hangat dari suara Conny merasuk ke dalam dirinya sebelum akhirnya menekan tombol merah. Tangannya mengetuk-ngetuk ponsel di telapak tangan, tatapannya kosong menatap pintu rumah.

Tak ada perasaan bersalah, tidak sedikit pun.

Beth mungkin istrinya, tapi Conny adalah tempatnya pulang.

Dengan malas, Seth melangkah ke dalam rumah, menutup pintu, lalu melempar tas ke sofa tanpa pikir panjang. Rumah terasa sunyi.

Tidak ada suara Beth menyambutnya, tidak ada aroma masakan yang menguar dari dapur. Ia tahu, Beth pasti masih di kantor.

Dan sejujurnya, itu lebih baik.

Tanpa membuang waktu, ia naik ke lantai dua, membuka jendela kamar dan membiarkan angin sore masuk. Ia butuh udara segar setelah menghabiskan waktu dengan Conny.

Di sudut ruangan, sebuah foto pernikahan tergantung di dinding. Tatapan Beth dalam foto itu terlihat begitu polos, begitu penuh harapan. Seth berpaling. Terlalu banyak yang berubah sekarang.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dibuang Karena Mandul, Diratukan Hot CEO   Bab 46

    Tanpa sepengetahuan Beth, Cayden menempatkan dua orang suruhan untuk mengawasinya dari dekat, sebagai langkah antisipasi jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Mereka bekerja secara bergiliran agar tidak menimbulkan kecurigaan dari Beth.Siang ini, Beth dan Nina berjalan ke belakang kantor mereka menuju tempat biasa untuk membeli makan siang. Sementara itu, James membagikan semua laporan mengenai Beth kepada Cayden."Hari ini saya boleh pulang lebih awal?" tanya Cayden. Ia ingin segera menjemput Beth dan pulang bersama. Selama hampir sebulan Cayden tidak masuk kantor, para karyawan seolah merasa bebas. Jarang ada lembur, dan jumlah rapat pun berkurang. Semua menikmati efek dari sikap bucin Cayden.James berdeham. "Hari ini Anda ada janji dengan klien, Sir. Sepertinya akan melewati jam makan malam.""Tidak bisa diganti hari? Saya ada janji," ujar Cayden. Tidak perlu ditanya, James tahu persis janji itu dengan siapa."Maaf, Sir, pertemuan ini sangat penting. Ini kelanjutan dari pe

  • Dibuang Karena Mandul, Diratukan Hot CEO   Bab 45

    Berkat bantuan tim pengacara Beth dan koneksi keluarga Amberforth, proses perceraiannya dengan Seth dapat dipercepat. Tidak lama lagi, Beth akan resmi bercerai dari Seth. Hari ini, Cayden mendampingi Beth ke kantor polisi untuk memenuhi panggilan sebagai saksi sekaligus korban dalam kasus yang memberatkan Seth. Lagi-lagi, uang dan kuasa keluarga Amberforth akan membantu Beth mendapatkan keadilan.Erica dan kedua kakak Seth telah dipanggil sebagai saksi dalam kasus ini. Status Erica kemungkinan besar akan dinaikkan menjadi tersangka, karena terungkap bahwa pada hari kejadian, dialah yang menyarankan Seth untuk membawa Beth ke rumah kosong milik keluarga mereka, serta mendorong Seth untuk melarikan diri setelah menyiksa Beth.Beth kembali bekerja setelah hampir sebulan beristirahat. Ia memaksa untuk kembali bekerja meskipun Cayden melarangnya. Alasannya, ia akan merasa sangat bosan jika hanya berdiam diri di penthouse tanpa melakukan apa pun. Dengan berat hati, Cayden mengantar Beth hi

  • Dibuang Karena Mandul, Diratukan Hot CEO   Bab 44

    “Kenapa bertanya?” balas Beth sambil menatap bibir Cayden. Ia berusaha menyembunyikan keinginannya yang mulai menetes di tenggorokan.“Karena kali ini, kita tidak bercinta untuk segera hamil. Apa kamu masih menginginkannya? Tidak masalah jika setelah ini kamu hamil, aku akan bertanggung jawab,” ucap Cayden, akhirnya.Beth terlihat kikuk. Ia berharap Cayden hanya menciumnya seperti biasa, cukup untuk membangkitkan hasratnya. Namun kali ini, ada sesuatu yang berbeda.“Apa rasanya akan sama?” tanya Beth, suaranya nyaris berbisik.“Kita tidak akan tahu sebelum mencobanya,” jawab Cayden.Ia mengikis jarak dan mengecup batas rambut Beth. Lama dan lembut. Kedua tangannya menangkup pipi Beth, membelainya dengan ibu jari. Lalu mencium mata kanan, kiri, dan kedua pipinya secara bergantian.“Kamu berharga, Beth. Kamu sangat layak mendapatkan semua kasih sayang di dunia ini,” ucap Cayden.Setelah itu, bibir mereka bertaut. Cayden menyapukan lidahnya lembut di sela bibir Beth. Kali ini berbeda. Le

  • Dibuang Karena Mandul, Diratukan Hot CEO   Bab 43

    Cayden melepaskan pelukannya, meraih pundak Beth, lalu dengan lembut menghadapkannya. Ia sedikit menunduk agar pandangan mereka sejajar.“Entah sejak kapan, tetapi mulai sekarang aku ingin kamu hanya memandangku. Aku akan melindungimu, Beth. Aku ingin mengambil semua beban dari pundakmu,” ucap Cayden sembari membelai lengan Beth dengan penuh kasih.“Kenapa? Mengapa kamu ingin melakukan semua itu untukku?” tanya Beth. Ia menatap mata Cayden, berharap menemukan jawaban yang selama ini samar, kini mulai terlihat jelas.“Karena kamu berharga dan layak mendapatkan semua itu dariku. Dan... sepertinya aku telah jatuh cinta kepadamu,” jawab Cayden. Tatapan laki-laki itu semakin dalam. Tatapan yang selama ini diperhatikan Beth dengan diam-diam. Apakah selama ini juga hati Cayden telah berlabuh padanya?“Maafkan aku... maaf,” bisik Beth lirih. Ia memejamkan mata, lalu kembali memeluk Cayden dan menghirup aroma tubuh laki-laki itu dalam-dalam. Ia ingin memenuhi paru-parunya dengan kewarasan. Cha

  • Dibuang Karena Mandul, Diratukan Hot CEO   Bab 42

    “Ada...” kata Beth perlahan. Inilah saat yang ditunggu Cayden. Untuk menenangkan diri, ia mencoba mengingat kembali kompetisi apa saja yang pernah ia menangi dari Charles semasa di Amerika. Tapi—tunggu—tidak ada. Gawat. Ia selalu berada satu peringkat di belakang Charles.Tenang, Beth. Cepat atau lambat, kamu harus melanjutkan hidupmu. Cayden mungkin adalah masa depanmu, bisiknya pada diri sendiri. Kemungkinan untuk bertemu Charles lagi pun sangat kecil, bukan? Selama lima tahun ini mereka tidak pernah sekalipun bertemu.“Mmm... kamu kenal—” kata Beth, tapi kalimatnya terpotong oleh kehadiran ibunya. Wajah ibunya tampak ceria melihat Cayden menyuapi putrinya. Sementara itu, Cayden hanya bisa mengumpat dalam hati. Kapan lagi Beth akan membuka dirinya seperti tadi?Bukan karena Cayden terlalu peduli pada kejujuran Beth tentang Charles. Ia paham sepenuhnya bahwa Beth berhak memilih untuk bercerita atau tidak. Ia hanya berharap Beth sudah benar-benar selesai dengan perasaannya dan berhent

  • Dibuang Karena Mandul, Diratukan Hot CEO   Bab 41

    “Apa sekarang Beth sedang dekat dengan orang kaya raya?” tanya Ralph Louis, 57 tahun, mantan suami Rachel dan ayah dari Beth. Pria itu, meskipun telah berumur dan mengonsumsi alkohol secara berlebihan sejak usia tujuh belas tahun, masih menyisakan sisa-sisa ketampanannya. Wajahnya tampak seperti sedang berpikir dalam, seolah mendapat ilham atau inspirasi.“Y-ya... Beth memang selalu menjadi penyelamat keluarga, Mas,” ujar Rachel lirih, ibunda Beth. Sejak menikah hingga kini—meski mereka telah bercerai—Ralph tetap mencengkeram kehidupan Rachel dengan erat. Kehadirannya memberi dampak buruk, tidak hanya pada Rachel, tapi juga pada Beth, anak mereka satu-satunya. Rachel selalu menuruti setiap kehendak Ralph. Jika tidak, maka pukulan dan hinaanlah yang akan ia terima.Setiap bulan, uang yang diberikan Beth kepadanya akan disetorkan kepada Ralph. Para tetangga sudah sering membicarakan mereka di belakang. Bahkan para warga setempat pernah menggerebek rumah mereka dengan tuduhan tinggal se

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status