Share

Tinggal bersama

Author: anisusanti_
last update Last Updated: 2025-10-03 11:54:32

Arash membawa Alana pulang ke hunian mewahnya, kawasan apartment elit di pusat kota.

"Aku tinggal di sini?"

Kalau Alana tinggal di sini, lalu Arash tinggal di mana?

Seakan bisa membaca pikiran Alana, Arash dengan tegas menjawab,

"Aku juga tinggal di sini."

"Jangan macam-macam, kak!"

Alana menyilangkan kedua tangannya di depan dada, apa Arash sedang memberitahu motifnya sekarang?

"Kotor sekali pikiranmu. Aku mengajakmu tinggal di sini agar kita mudah berkomunikasi dan menyusun strategi balas dendam. Apa kamu masih mau tinggal di rumah peyot nenekmu? Sebentar lagi aku yakin rumah itu akan roboh."

Jahatnya mulut Arash...

"Rumah nenekku gak serapuh itu!"

Arash hanya mengangkat bahunya tak acuh, ia mengambil minuman dingin di kulkas lalu meneguknya hingga tersisa setengah.

"Kalau haus ambil sendiri."

Arash duduk tidak jauh dari Alana, wajahnya terlihat serius.

"Kapan ayahmu menikah lagi?"

Arash harus tahu ibu kandung Alana terlibat atau tidak atas kematian ibunya, kalau sampai benar terlibat, terpaksa Arash akan menghancurkan gadis itu juga.

"Sebulan setelah ibu meninggal. Ibu meninggal karena depresi berat ngelihat ayah selingkuh sama Dewi yang notabene teman dekatnya sendiri."

"Apa ibumu ikut andil mengurus perusahaan?"

Lagi, Arash mengorek informasi lebih dalam.

"Sebelum menikah ibu yang ngurus perusahaan, tapi setelah menikah sama ayah semuanya jadi ayah yang urus. Ibu pure jadi irt, cuma ngurusin aku aja. Awalnya kami bahagia, tapi semenjak Dewi jadi sekretaris ayah, semuanya mulai berubah. Ibu... ngelihat dengan mata kepalanya sendiri mereka ngelakuin hubungan badan di kantor."

Alana sudah remaja saat itu, jelas saja ia tahu apa yang di lakukan ayahnya adalah kesalahan besar.

Mendengar cerita tersebut, Arash yakin ibu kandung Alana tidak tahu menahu soal kebusukan Suryo yang menjadi dalang di balik kecelakaan ibunya.

"Kakak tinggal sendirian di sini? Orangtua kakak, ke mana?"

Jujur, Alana tidak ada maksud apapun bertanya begitu, ia hanya ingin tahu Arash lebih dekat saja.

"Ibuku sudah meninggal, dan ayahku di rawat di rumah sakit jiwa."

Air muka Alana langsung tidak enak setelah mendengar jawaban dari Arash, ia tidak menyangka kalau orang sesempurna Arash pernah merasakan kehilangan seperti dirinya juga.

"Ma-maaf kak, aku gak bermaksud ngingetin luka lama kakak."

Alana menatap sendu, bukankah di dunia ini banyak yang bernasib sama sepertinya? Jadi kenapa ia harus berpikiran pendek kemarin?

Ya, kemarin Lana sudah menyiapkan tali untuk menggantung tubuhnya sendiri di plafon rumahnya.

"Jangan menatapku kasihan, meskipun aku tidak punya orangtua tapi setidaknya aku kaya, tidak sepertimu yang miskin."

Mata Arash masih tertuju pada Alana, ia juga sempat melihat mata gadis itu yang menatap kasihan padanya walau hanya seperkian detik.

"Gak usah diingetin. Lama-lama omongan kamu pedas juga, ya? Aku bukannya miskin, tapi hartaku di rampok semua sama ayah dan nenek lampir itu. Kamu udah janji mau bantuin aku, kak. Jangan sampai ingkar!"

Mata Alana melotot saat mengatakannya, berpikir kalau ancaman kecilnya itu akan membuat Arash gentar.

"Kalau kamu menurut aku akan bantu. Besok datang ke kantorku, tugasmu sekarang menjadi asisten pribadiku."

A-asisten pribadi?

Wajah shock tidak bisa di tutupinya, matanya menatap penasaran akan rencana yang Arash susun.

"Tenang saja, aku pasti menggajimu. Selesaikan dulu kuliahmu, kalau bisa selesai lebih cepat. Beli semua barang-barang mahal dan bermerk, aku gak mau kamu di hina lagi sama saudari angkatmu itu. Masalah biaya tinggal minta padaku, tapi ingat, kalau mau balas dendam jangan setengah-setengah. Buat hancur ayahmu, jangan pernah menaruh rasa kasihan padanya."

Arash menatap serius mata Alana, tidak ada keraguan dalam setiap kalimat yang terucap.

"Aku cuma mau ambil hakku aja kak, aku cuma mau mereka jatuh miskin."

Alana tidak berniat mencelakai keluarganya, tangannya tidak akan sanggup berbuat jahat meski Suryo sudah membuangnya.

"Kalau begitu lupakan, aku tidak akan membantumu. Pergilah, kembali pada mereka karena aku tidak mau menolong orang yang masih ragu akan keputusannya sendiri."

Arash beranjak dari duduknya dan masuk ke dalam kamar, apartemennya ini memiliki dua kamar, rencananya kamar yang lain untuk Alana.

"A-aku bukan ragu, buat mereka miskin juga termasuk balas dendam!"

Alana bersuara keras sampai urat di lehernya terlihat, sengaja agar Arash mendengar.

Benar saja, Arash menghentikan langkahnya tapi tidak berbalik arah.

"Tidurlah. Besok kita bicarakan lagi."

Suaranya datar, dan terkesan dingin.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi CEO Kaya   Hari pertama tinggal bersama

    Alana duduk di sofa sendirian, bingung harus melakukan apa karena Arash tidak memberitahu letak kamarnya ada di mana. "Masa tidur di sofa?" Bibirnya cemberut, Arash tidak ada pengertiannya sama sekali padahal kepalanya mulai terasa sakit. Mungkin efek tidak tidur semalaman. Meski mengantuk, Alana tetap memaksakan matanya terbuka sambil sesekali melirik ke arah kamar Arash berharap pria itu keluar lagi. Tapi beberapa menit menunggu tidak ada tanda-tanda Arash akan keluar. Ah, persetan! Matanya sudah mengantuk, alamat tidak tidur lagi kalau menunggu Arash! Alana pindah ke sofa yang lebih panjang, kakinya ia naikkan, untungnya ada bantal sofa yang lembut untuk menyangga kepalanya. Memang dasar orang kaya, tidur di sofa pun terasa nyaman, tidak seperti sofa di rumah neneknya yang keras. Lima belas menit kemudian Arash keluar dari dalam kamar, ia pikir Alana sudah masuk ke dalam kamarnya, tidak tahunya gadis itu malah tidur di sofa. "Bodoh." Ucapannya berbanding t

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi CEO Kaya   Tinggal bersama

    Arash membawa Alana pulang ke hunian mewahnya, kawasan apartment elit di pusat kota. "Aku tinggal di sini?" Kalau Alana tinggal di sini, lalu Arash tinggal di mana? Seakan bisa membaca pikiran Alana, Arash dengan tegas menjawab, "Aku juga tinggal di sini." "Jangan macam-macam, kak!" Alana menyilangkan kedua tangannya di depan dada, apa Arash sedang memberitahu motifnya sekarang? "Kotor sekali pikiranmu. Aku mengajakmu tinggal di sini agar kita mudah berkomunikasi dan menyusun strategi balas dendam. Apa kamu masih mau tinggal di rumah peyot nenekmu? Sebentar lagi aku yakin rumah itu akan roboh." Jahatnya mulut Arash... "Rumah nenekku gak serapuh itu!" Arash hanya mengangkat bahunya tak acuh, ia mengambil minuman dingin di kulkas lalu meneguknya hingga tersisa setengah. "Kalau haus ambil sendiri." Arash duduk tidak jauh dari Alana, wajahnya terlihat serius. "Kapan ayahmu menikah lagi?" Arash harus tahu ibu kandung Alana terlibat atau tidak atas k

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi CEO Kaya   Meminta warisan

    Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Arash sudah menyambangi rumah Alana. Dia mengetuk pintu cukup keras, berharap Alana cepat membukanya. "Alana?!" Apa gadis itu melakukan tindakan bodoh semalam? Arash semalaman berpikiran ke sana, khawatir Alana nekat bunuh diri. "Alan-" Kalimatnya terpotong lantaran suara kunci yang terbuka dari dalam, dengan pakaian lusuh dan kantong mata yang terlihat jelas di bagian bawah mata, menandakan kalau Alana tidak tidur semalaman. Wajahnya pun masih sembab. "Aku bawain sarapan, makan dulu habis itu mandi. Kita siap-siap menemui ayahmu." "Sekarang? Aku belum siap ketemu mereka. Kalau tiba-tiba aku nangis gimana? Jujur aja air mataku belum kering, aku masih pingin nangis." Arash masuk ke dalam rumah, melihat ke sekeliling mencari apakah ada hal yang mencurigakan. "Makan." Lagi, Arash memberi titahnya. "Aku gak laper." "Kamu mau nyusul nenekmu? Kalau kamu gak punya tujuan hidup kayak gini gimana aku bisa ba

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi CEO Kaya   Meninggal

    Mobil melaju dengan kecepatan sedang, karena jarak mall dan rumah Alana tidak terlalu jauh jadi tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai. "Boleh aku minta kartu identitas nenekmu?" "Boleh. Aku ambil dulu di tas, masuk aja kak." Alana mencari keberadaan neneknya, tumben sekali pintu tertutup. Biasanya neneknya itu selalu menunggunya pulang di teras depan. "Nek? Lana pulang!" Masih tidak ada sahutan, Alana langsung bergegas menuju kamar Ningsih, matanya langsung melebar mendapati wanita tua itu sudah terbujur kaku di atas lantai. "Nenek!" Tubuh ringkih itu Alana bawa ke pangkuannya, telunjuknya ia taruh di depan hidung neneknya, "Nek..." Arash yang mendengar teriakkan itu langsung menyusul Alana ke dalam kamar, "Apa yang terjadi?" "Ne-nenek... nafasnya udah gak ada, kak! Gi-gimana ini?" Tidak-tidak! Alana tidak mungkin kehilangan untuk yang kedua kalinya, kan? "Kita ke rumah sakit sekarang!" Tangan besar Arash membopong tub

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi CEO Kaya   Bertemu Bella

    Di sinilah Alana sekarang, berdiri di depan etalase yang di dalamnya terdapat berbagai macam ponsel keluaran terbaru. Arash yang mengajaknya ke sini karena tadi mereka tidak sengaja bertemu di jalan. "Pilih mau yang mana, nanti aku yang bayar." Seperti biasa Arash terlihat santai dengan setelan rapinya, rambut dengan gaya potongan comma hair menambah kesan karismatik dalam dirinya. "Beneran gak apa-apa? Kalau engga, kita pindah toko aja? Di sini terlalu mahal harganya." "Siapa yang bayar? Aku kan? Jadi gak usah banyak protes, kamu tinggal pilih. Kalau aku ngajak ke sini artinya aku mampu." Aura dominan Arash keluar membuat siapa saja segan menatap matanya. Begitu juga dengan Alana, dia sebenarnya malu menerima hadiah mahal, tapi menolak pun dia tidak di bolehkan. "Makasih, kak. Aku gak tahu gimana balas budi ke kakak nanti karena aku gak punya apapun." "Apa aku minta balasan? Santai saja tidak usah sungkan padaku. Kebetulan aku mengenal orangtuamu jadi anggap

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi CEO Kaya   Mencari dia

    "Cuma tiga juta?" Setelah beberapa detik terdiam, Arash membuka suaranya kembali. Sepertinya tidak perlu di beri umpan, ikannya sudah terpancing sendiri. "Iya. Sekarang aku cuma perlu segitu, gak tahu kalau kedepannya." Mata Alana memancarkan sinar penuh harap, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. "Tapi kamu tahu kan, gak ada yang gratis di dunia ini?" Kesempatan ini tidak akan Arash sia-siakan, tapi bukan sekarang waktunya, karena assistennya sudah mengabarinya untuk segera datang ke kantor. "Kamu mau balasan apa? Aku gak punya harta buat gantinya." Arash menatap lekat wajah yang terlihat lusuh itu, sepertinya memang Alana mendapatkan perlakuan tidak baik oleh keluarganya sendiri. "Nanti aku kabari lagi." Arash keluar dari ruangan dan meminta supirnya menarik uang cash. "Nanti berikan uang itu padanya." Titahnya pada supir tersebut, sementara dia menaiki mobil lain menuju kantor. Satu jam kemudian setelah infus habis Alana di perbolehkan keluar dari ru

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status