Share

Meminta warisan

Author: anisusanti_
last update Huling Na-update: 2025-09-26 17:50:01

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Arash sudah menyambangi rumah Alana. Dia mengetuk pintu cukup keras, berharap Alana cepat membukanya.

"Alana?!"

Apa gadis itu melakukan tindakan bodoh semalam?

Arash semalaman berpikiran ke sana, khawatir Alana nekat bunuh diri.

"Alan-"

Kalimatnya terpotong lantaran suara kunci yang terbuka dari dalam, dengan pakaian lusuh dan kantong mata yang terlihat jelas di bagian bawah mata, menandakan kalau Alana tidak tidur semalaman.

Wajahnya pun masih sembab.

"Aku bawain sarapan, makan dulu habis itu mandi. Kita siap-siap menemui ayahmu."

"Sekarang? Aku belum siap ketemu mereka. Kalau tiba-tiba aku nangis gimana? Jujur aja air mataku belum kering, aku masih pingin nangis."

Arash masuk ke dalam rumah, melihat ke sekeliling mencari apakah ada hal yang mencurigakan.

"Makan."

Lagi, Arash memberi titahnya.

"Aku gak laper."

"Kamu mau nyusul nenekmu? Kalau kamu gak punya tujuan hidup kayak gini gimana aku bisa bantu?"

"Tapi kamu keterlaluan, kak. Aku memang mau balas dendam tapi gak secepat ini, kasih aku waktu buat nenangin diri."

Neneknya baru saja pergi semalam, Alana belum ada tenaga kalau harus ribut sekarang menghadapi nenek lampir dan ayahnya.

"Kamu mau nurut atau aku gak akan bantu. Pilihannya ada di kamu, kamu harus punya power yang besar kalau mau melawan mereka. Aku cuma kasih sekali penawaran, kalau kamu menolak, aku gak akan datang lagi."

Ancaman Arash sukses membuat Alana bimbang, dia tidak mungkin melawan ayahnya sendirian. Jangankan mengambil haknya, baru sampai gerbang saja pasti ia sudah di usir.

"Fine! Kita pergi sekarang!"

Alana kembali masuk ke dalam kamarnya untuk berganti pakaian, tidak lupa ia cuci wajahnya yang lusuh itu.

Polesan tipis di bibirnya membuat wajah Alana terlihat fresh.

"Ayo. Kalau bukan karena butuh bantuan, aku gak akan mau dengerin kamu."

Untuk sesaat Arash membeku, ini kali pertama dia melihat Alana memakai riasan. Meskipun tipis tapi kecantikan tetap terpancar di wajahnya, Alana memang tidak jelek, hanya kurang di rawat saja.

Mungkin karena fokus Alana selama ini hanya di neneknya, jadi dia tidak mementingkan penampilan.

Selama di mobil Alana tidak banyak bersuara, pikirannya berkecamuk menyusun kata-kata yang nanti akan di keluarkannya di depan Suryo dan istrinya.

"Aku tunggu di sini. Nanti kalau ada apa-apa telpon aku."

Bukan saatnya Arash muncul sekarang,

"Aku akan mendukungmu dari belakang."

"Hmm. Kalau aku gak keluar lagi berarti aku mati di tangan mereka."

....

Semuanya sedang duduk berkumpul di teras depan saat Alana datang.

"Alana? Ngapain lagi kamu datang ke sini?"

Dewi adalah orang pertama yang menyadari kehadirannya,

"Ayah, nenek meninggal."

Suryo terdiam mendengarnya, cepat sekali?

Bukankah baru kemarin Alana meminta uang untuk operasi Ningsih?

"Kenapa gak kabarin, ayah? Sekarang udah di makamin?"

"Udah. Aku sempat telpon ayah kemarin tapi gak ayah angkat."

Kini Dewi yang gelagapan, sebab ponsel Suryo kemarin ada di tangannya.

"Ayah gak tahu kalau kamu telpon."

"Aku udah gak punya siapa-siapa lagi, aku mau tinggal di sini."

"Gak bisa! Kamu gak bisa tinggal di sini Alana, kamarmu sudah di pakai sama Bella!"

Dengar?

Bukankah dua benalu itu sangat tidak tahu malu?

Di sini Alana lah yang anak kandung, tapi kenapa Bella yang di jadikan ratu?

"Alana, ayah bukannya gak mau kamu tinggal di sini. Tapi kamu gak pernah akur sama Dewi dan Bella, ayah pusing kalau kalian ribut terus. Untuk sekarang kamu tinggal di rumah nenek dulu, ya? Atau kamu bisa jual rumah itu dan cari kos-kosan."

Alana tidak kaget lagi mendengar respon ayahnya, dari dulu Suryo selalu menomorsatukan pelakor dan anaknya.

Apapun aduan Alana tentang sikap Dewi dan Bella padanya tidak akan di gubris.

"Kalau gitu serahin warisan ibu ke aku sekarang. Aku udah besar, bisnis yang ayah kelola sekarang biar aku yang nerusin."

"Alana! Kamu jangan keterlaluan! Bisa-bisanya kamu mau kudeta ayahmu sendiri."

"Itu punya ibuku! Kamu gak usah ikut campur karena sedikitpun gak ada hak kamu di sana!"

"Mas! Lihat tingkah anakmu ini! Kalau kamu biarin dia tinggal di sini, dia bakal jadi ancaman buat kamu!"

Pintar sekali Dewi memprovokasi Suryo, dengan kejadian ini pasti suaminya itu akan membenci Alana.

"Alana, bisnis itu sudah lama ayah yang jalankan. Kamu gak bisa seenaknya saja mengambilnya. Ayah pastikan bisnis ini untukmu tapi tidak sekarang, karena ayah masih sehat."

Alana masih tidak terima dengan keputusan ayahnya. Harus sampai kapan dia menunggu?

Sedangkan Suryo juga tidak memperbolehkannya tinggal bersama!

"Ipul! Seret dia keluar! Jangan biarin dia masuk sembarangan lagi!"

Security itu jelas saja menuruti titah Dewi, di lihat juga tuan besarnya tidak protes.

Kembali Ipul menarik paksa gadis yang beberapa hari yang lalu dia usir itu.

"Jangan salahin aku kalau nanti ayah hancur! Aku akan ambil semua hakku!"

Teriak Alana keras, Suryo dan Dewi mendengar dengan jelas ancaman tersebut.

Tapi mereka terlihat tidak ambil pusing karena yakin Alana tidak akan bisa melakukannya, apalagi Alana sendirian sekarang.

"Ini terakhir kali aku mengemis ke sini! Kalau sampai ayah nanti bangkrut dan lampir itu gak mau ngurusin ayah, jangan pernah datang mencariku karena aku gak sudi nampung ayah!"

Arash yang masih memantau dari mobil menyaksikan semua. Bahkan setiap kata yang keluar dari mulut Alana, ia mendengarnya. Karena memang suara Alana besar, mungkin para tetangga sekitar juga mendengarnya.

Hatinya semakin yakin lewat Alana, Suryo akan jatuh. Arash juga berjanji akan membantu Alana untuk mendapatkan haknya kembali.

Setelah tidak ada orang, barulah Arash turun dari mobil membantu Alana yang masih tersungkur di atas tanah.

"Sakit?"

"Sakitlah! Gak lihat lututku berdarah? Udah dua kali satpam gak tahu diri itu nendang aku keluar!"

Antek-antek Dewi memang tidak ada yang waras!

Arash menggendong Alana menuju mobilnya, ia berujar dengan pelan tapi tegas,

"Sudah cukup untuk hari ini. Mulai sekarang kamu tinggal bersamaku."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi CEO Kaya   Dijemput

    Beberapa hari kemudian, setelah Arash memberikannya hukuman, ini kali pertama Alana keluar dari rumah. Kalau bukan karena pesan yang Resta kirimkan, Alana yakin Arash akan terus mengurungnya di istana megahnya itu! "Aduh, Lan... susah banget sih ngehubungin kamu akhir-akhir ini. Kamu ganti nomor apa gimana? Kalau tahu tempat tinggal mu udah ku susul kesana." Omel Resta. Sejak bertemu tadi, temannya itu tidak berhenti mengoceh. Tapi Alana justru senang, karena mendengar omelan Resta lebih baik daripada dikurung Arash. Setidaknya diluar, ia bisa merasakan udara segar dan makan apapun yang ia mau ditengah keramaian. "Sorry. Aku gak bisa jelasin ke kamu gimana kehidupanku sekarang, yang jelas aku baik-baik aja." Alana tidak ingin mengambil resiko dengan menumbalkan Resta demi kebebasannya. Tahu sendiri sifat Arash bagaimana, salah bicara sedikit nyawa Resta bisa melayang. Anyway, Alana sudah izin dengan kekasihnya itu.Tentu saja izin yang penuh drama dan negosiasi selama hampir

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi CEO Kaya   Terkurung

    Alana hanya bisa menatapnya—antara takut, cemas… dan sesuatu yang lain.Mobil terus melaju, membawa mereka menuju tempat yang hanya Arash yang tahu.Perjalanan menuju tempat pribadi Arash terasa panjang bagi Alana. Pria itu tidak mengatakan apa-apa lagi, hanya fokus mengemudi. Tetapi atmosfer gelap darinya menekan seperti tangan tak terlihat yang perlahan mencekiknya.Setibanya di tempat yang Arash katakan—bangunan besar, tenang, dan jauh dari keramaian—Arash turun lebih dulu tanpa menunggu Alana. Ia membuka pintu penumpang, menunduk sedikit, menatap Alana dengan tatapan yang membuat napas gadis itu terputus."Turun."Alana mengerjapkan mata. "Arash… jangan seperti ini. Kita bisa bicara baik-baik, kan?""Aku sedang sangat baik," jawab Arash datar. "Kalau aku tidak baik, sudah ku bunuh saudari angkatmu tadi." Akhirnya Alana turun, dan Arash langsung menggenggam pergelangan tangannya—bukan kasar, tapi tegas dan tidak memberi ruang untuk kabur.Ia menyeret Alana masuk ke dalam rumah, me

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi CEO Kaya   Hukuman

    Bella mengangkat dagunya, berusaha tampak kuat meski kakinya bergetar. "Kamu pikir aku takut?" Tawanya sumbang, hampir putus asa. "Aku cuma mau keadilan! Hidup aku hancur! Keluarga aku hancur! Dan dia—" Bella menunjuk Alana dengan tangan gemetar, "Dia malah hidup mewah bersamamu!" Alana maju selangkah, meski Arash menahan bahunya gadis itu mengabaikan. "Semua yang terjadi pada keluargamu… itu bukan salahku. Itu karena perbuatan mereka sendiri." Bella langsung meledak. "KALAU KAMU TIDAK MELAPORKANNYA, MEREKA TIDAK AKAN MASUK PENJARA!!" Air mata mulai mengalir, tapi suaranya penuh api. "Kamu merampas segalanya dariku!" Alana menjawab dengan tenang, "Mereka merampas hidupku duluan." Bella terdiam sesaat—shock karena jawaban itu begitu jujur. "Aku gak pernah ingin semua ini terjadi. Tapi orangtuamu memang sudah keterlaluan. Aku rasa penjara tidak akan cukup menebus dosa-dosa mereka selama ini! Dan kamu... berhenti menyalahkan orang lain!" Bella mengepalkan tangan, waja

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi CEO Kaya   Kebencian Bella

    Lokasi yang Bella kirimkan ternyata berada jauh dari keramaian. Sebuah gang sempit di belakang pasar tradisional, dipenuhi tembok kusam yang dicoret-coret, lantai lembab dengan genangan air sisa hujan semalam, dan aroma sampah yang menusuk. Alana menatap sekeliling dengan waspada. "Pasti dia ngerencanain sesuatu..." gumamnya pelan. Langkahnya berhenti begitu melihat sosok yang sedang duduk di atas tumpukan kardus bekas, tubuhnya membungkuk, rambutnya kusut tak terurus, dan riasan lusuh menghiasi wajahnya. Bella. Gadis yang dulu hidup mewah, kini bahkan terlihat seperti seseorang yang tidak tidur berhari-hari. Alana mendekat beberapa langkah. Sementara Bella yang mendengar suara langkah tersebut langsung mengangkat wajahnya perlahan. Matanya merah dan bengkak, entah karena menangis atau kurang tidur—mungkin keduanya. Ia menatap Alana seperti melihat musuh utamanya. "Akhirnya datang juga." Nada suaranya serak, namun penuh kebencian. Alana menelan ludah. Bukan karena taku

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi CEO Kaya   Ancaman Bella

    Sementara itu, di kamar kosan yang pengap dan hanya diterangi lampu redup, Bella duduk dengan lutut tertekuk, membenamkan wajahnya di antara kedua tangan. Rambutnya berantakan, riasan luntur, dan kuku yang dulu selalu terawat kini patah tak beraturan.Hidupnya berubah dalam sekejap.Dari tas branded, hotel mewah, restoran mahal—Menjadi kamar petak yang bahkan tidak muat untuk menaruh lemari.Tidak ada lagi uang transfer setiap pagi.Tidak ada lagi belanja impulsif.Tidak ada lagi pria beristri yang siap memberinya fasilitas.Semua hilang.Sejak ibunya ditangkap dan ayah tirinya ditahan, semuanya runtuh seperti kartu domino.Para gadunnya lepas tangan, tak ada yang mau menolongnya. Padahal dulu mereka yang mengemis mengajaknya tidur bersama! Sekarang jangankan untuk tidur, menemui mereka pun sangat sulit. Sialnya lagi selama ia berhubungan dengan para gadunnya tidak ada satupun benih yang jadi. Andai saja ada, pasti Bella akan menggunakan kesempatan itu untuk mengancam agar ia tida

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi CEO Kaya   Masalah baru

    "Istirahatlah, malam nanti aku akan ke sini lagi." Arash mengusap lembut rambut Alana, gerakannya hati-hati seolah takut menyakiti.Alana menutup mata sejenak, menikmati sentuhan itu meski hatinya masih terasa berat. "Kamu gak perlu kesini," gumamnya pelan. "Aku gak apa-apa sendirian."Arash menatapnya lama sebelum akhirnya menjawab,"Itu bukan soal perlu atau tidak. Aku datang karena aku mau."Alana menghela napas, tidak kuat membantah. Kepalanya masih terasa penuh, tubuhnya pun mulai kehilangan tenaga."Kalau kamu capek… tidur saja," ucap Arash lembut. "Jangan dipaksa mikir dulu."Alana hanya mengangguk pelan.Arash berdiri, mengambil selimut tipis dari ujung sofa, lalu menutupkan ke tubuh Alana dengan pelan, seolah membungkus sesuatu yang rapuh."Aku pergi dulu." Ia beranjak beberapa langkah menuju pintu, lalu menoleh kembali. "Jangan ganti password pintunya." Alana memandangnya dari sofa, matanya memerah namun lebih tenang."Hmm..." Arash tersenyum tipis, senyum yang jarang s

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status