Share

07. Toko Roti

Author: Hannfirda
last update Huling Na-update: 2024-08-27 00:56:11

Keesokan harinya, Marla terbangun lebih lambat dari biasanya. Begitu menilik kasur lipat milik sang suami yang berada di bawahnya, Arjuna sudah tidak ada di sana. Entah ke mana perginya, suaminya tidak meninggalkan pesan apa pun.

Akan tetapi, Marla juga tidak bisa bersantai. Dia harus pergi bekerja ke toko roti tempatnya bekerja dulu. Iya, diam-diam sudah meminta tolong pada sang pemilik untuk memberikan cuti menikah selama sepekan. Sekarang, waktu berliburnya sudah habis dan dia harus bekerja lagi.

Sebelum meninggalkan rumah, Marla sempat memasak sebentar sebisanya. Kemudian, wanita itu bergegas menaiki kendaraan umum menuju Toko Roti Sunny.

"Aduh! Lihatlah! Jam berapa ini, La?!"

Datang-datang, Marla langsung mendapatkan omelan dari sang pemilik—Bu Sani.

"Maaf, Bu. Kebetulan sa—"

"Halah! Saya tidak terima alasan apa pun ya?! Ingat! Kamu yang memaksa untuk meminta diterima bekerja di sini dengan gaji yang sudah disepakati. Kalau kamu mau gaji yang kamu inginkan itu tidak melayang, mulai sekarang kamu harus datang lebih awal dari biasanya!"

"Tapi—"

"Cepat! Perlihatkan album kue yang sebelumnya kamu simpan itu!" titah Bu Sani.

Merasa harus lekas mengambil langkah pasti, Marla bergegas menyimpan tasnya di balik meja kasir. Dari dulu sampai sekarang, Toko Roti Sunny tidak banyak berubah. Terkadang sepi, terkadang ramai.

"Sebentar lagi, akan ada orang yang memesan kue dalam jumlah banyak, Marla. Sebagai senior di sini, tunjukkan kepada dua juniormu bagaimana caranya meladeni pelanggan. Saya tidak mau ada kekeliruan sedikitpun! Jangan sampai ikan yang satu ini lepas! Mengerti?"

"Mengerti, Bu."

Selagi merapikan penampilan, Marla mempersiapkan album foto yang berisikan bermacam-macam kue buatan Toko Roti Sunny yang pernah dibuat pada waktu-waktu sebelumnya.

"Oh, selamat datang, Mbak! Mari, masuk!"

Tadinya wanita itu bertekad untuk melayani pelanggan yang sangat dinanti-nanti oleh Bu Sani dengan sepenuh hati. Namun, saat melihat siapa yang disapa oleh Bu Sani barusan, senyum Marla memudar.

Kamilia.

Mantan sahabat, pelakor, serta kini menjadi calon istri dari Yudha, sengaja datang ke tempatnya bekerja. Tentu saja, siapa pun bisa mengetahui motif utama Kamilia datang ke tempat tersebut.

Membeli kue dalam jumlah banyak hanyalah kedok. Kamilia memang enggan membiarkannya hidup tenang.

"Kenapa kamu ke sini?" tanya Marla dengan tatapan tajamnya.

"Oh?" Kamilia terkekeh. "Beginikah caramu bekerja, Marla? Pelayanan macam apa ini? Kenapa bisa orang rendahan sepertimu bertanya seperti itu padaku, Marla?"

"Marla!" Bu Sani melotot, yang mana membuat Marla gusar.

Marla mendengkus kasar. "Baiklah, mau beli apa?"

"Duh! Tidak sopan sekali! Aku jadi malas membeli kue di sini, padahal rencananya aku mau membeli sepuluh buah kue untuk dibagikan kepada seluruh keluarga besar di hari pernikahanku nanti." Celetuk Kamilia, sengaja mengundang kekesalan.

"Marla! Bersikaplah yang baik!" desak Bu Sani.

Kedua tangan Marla mengepal. Sepertinya dia harus mencari kerja di tempat lain saja. Persetan dengan kebaikan kecil yang mungkin dilayangkan Bu Sani padanya suatu hari nanti. Dia hanya menginginkan kedamaian.

'Kenapa Kamilia sengaja datang ke sini sekarang? Kenapa bukan kemarin saja? Astaga, dia niat sekali tidak mau melepaskanku sama sekali.'

"Kok diam?" Kamilia memiringkan kepala. "Apakah kamu mendadak jadi bisu, Marla?"

Marla mendongak perlahan-lahan.

"Oh iya, aku lupa bertanya. Bagaimana dengan pernikahan barumu bersama montir rendahan itu? Kamu pikir aku tidak tahu? Dia itu montir yang biasanya memperbaiki mobilnya Yudha kan? Oh, ternyata memang benar, kamu sudah berselingkuh dengannya jauh-jauh hari," cetus Kamilia.

"Jaga mulutmu, Kamilia! Yang rendahan itu kamu! Selama ini menjadi sahabatku, tapi ternyata mengincar Mas Yudha. Pelacur!"

Plak!

"Marla! Apa-apaan kamu ini?! Kenapa sikapmu tidak sopan sama sekali, hah?! Seharusnya kamu berterimakasih karena saya masih mau menerima kamu bekerja di sini. Tapi inikah balasannya?!"

Marla memegang pipinya yang terasa perih akibat tamparan dari Bu Sani. Sementara itu, Kamilia bergeming dengan rahang mengeras. Tentu wanita itu tidak terima, serta ingin sekali membalas ucapan Marla. Namun, Kamilia harus menahannya. Setidaknya, Bu Sani sudah menampar Marla tanpa harus diperintah.

Tiba-tiba saja, terlintas satu ide dalam benak Kamilia.

"Cih! Toko macam apa ini? Maaf, Bu, sepertinya saya tidak jadi memesan kue di sini. Pelayanannya mengerikan sekali, malahan berani mengata-ngatai pelanggan pula," ujar Kamilia, hendak berbalik pergi.

"Aduh, Mbak! Saya mohon dengan sangat, mewakili pegawai saya yang satu ini, saya minta maaf dengan sebesar-besarnya, Mbak. Dan tolong ... pesanannya tidak jadi dibatalkan ya?" pinta Bu Sani memelas.

"Tidak jadi dibatalkan? Hm, boleh, tapi dengan satu syarat!"

"Apa syaratnya, Mbak? Saya akan melakukannya!"

"Bukan Bu Sani yang melakukannya, tapi Marla—" Kamilia menyeringai, menampilkan tatapan bengisnya kepada Marla. "—harus dia yang melakukannya."

Firasat Marla sudah tidak baik.

"Oh, baik, Mbak. Kalau begitu, Marla harus melakukan apa supaya Mbak Kamilia tidak jadi membatalkan pesanan di sini?" tanya Bu Sani penuh semangat.

Kamilia mengedar pandang, kemudian mengambil sebuah roti yang telah terpajang rapi di salah satu rak. Tanpa perasaan, roti tersebut dilempar ke tanah, lalu heels setinggi sepuluh sentimeter itu turut menginjak-injaknya.

"Makan!"

"Ha? A-apa?" Bu Sani turut kebingungan. Namun, tatapan kejam Kamilia masih terpaku pada sosok Marla.

"Kamu tidak mendengarnya, Marla? Makan! Makan roti ini, maka aku akan mengampunimu dan memesan kue dua kali lipat di toko ini."

Bu Sani terperangah. Tidak peduli dengan perasaan Marla, justru memberi tanda untuk mendekat dan memakan roti berisi selai stroberi yang hancur lebur di samping kaki Kamilia itu.

Marla menggigit bibir bawahnya hingga berdarah. Dia benci menjadi selemah ini. Namun, dia memang tak memiliki kekuasaan apa pun. Kalau dia menuruti perintah Kamilia, tentunya Bu Sani akan sangat senang. Bisa saja, dia mendapatkan tambahan dari aksi menggelikannya itu.

Hanya saja, haruskah dia memakannya?

"Ayo! Tunggu apa lagi? Makan!"

Marla menarik napas dalam-dalam. Tungkainya hendak bergerak untuk melakukan apa yang Kamilia mau.

"Cepat makan! Waktuku tidak banyak!"

Dengan mata berkaca-kaca, Marla berhadapan dengan Kamilia.

"Ck! Ayo cepat! Ma—"

"Jangan!"

•••••

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dibuang Mantan, Dimanjakan Sultan   62. Hadiah?

    Pasangan Purnama tengah bercakap dengan rekan bisnis lain. Melihat kesempatan tersebut, Mariana meneruskan langkah ke arah Marla yang berdiri agak menepi. Selagi hidangan belum disajikan, sebenarnya Marla ingin sekali pergi keluar ruang naratama untuk mencari angin segar—sekaligus melarikan diri. Namun, sepertinya dia tidak akan bisa lolos dengan mudah. "Ternyata benar dugaanku. Kita akan bertemu di sini lagi, Nona Marla. Kamu terlihat cantik sekali," puji Mariana setengah hati dengan tatapan merendahkan. Tidak perlu diragukan, Marla bisa mengenalinya. Mariana seperti mengejek penampilan Marla yang tidak dalam balutan gaun mewah nan mahal seperti yang Mariana kenakan. "Kamu juga cantik sekali, Mariana. Jujur saja, aku menyukai gaya rambutmu malam ini." Balasnya. Alis kanan Mariana meninggi. "Benarkah? Yah, aku mengaturnya di salon sejak dua jam yang lalu, sekaligus melakukan perawatan rutin. Kalau seluruh tubuhku tidak dijaga dengan baik, apalah gunanya uang yang telah Ayah dan B

  • Dibuang Mantan, Dimanjakan Sultan   61. Pertemuan Bisnis

    Marla telah mendapati sang suami menanti di meja makan, melahap makanan seraya memindai tablet yang terpampang pada sisi kanan piring pria itu.Entah kapan Arjuna pulang ke rumah, saking pudarnya kehangatan dalam hubungan mereka, Marla tidak tahu kapan suaminya pulang. Tidak seperti dulu, saat dia menunggu kepulangan Arjuna dengan hati berdebar, sekarang rasanya berbeda.Mau ditunggu, rasanya seakan-akan suaminya itu sengaja memperlambat diri pulang ke rumah. Alhasil, Marla jadi kelelahan sendiri hanya untuk menunggu kepulangan sang suami.Menarik napas perlahan, Marla memantapkan diri sebelum mengambil tempat di meja makan. Wanita itu berupaya untuk tak mencuri lirikan ke arah sang suami.Jujur saja, semalam tidurnya tidak nyenyak sama sekali. Bahkan, dia mendapati diri terjaga di tengah malam setelah bermimpi buruk.Tidak bisa dimungkiri, mimpi buruk itu datang lantaran dipicu oleh foto yang didapatkannya. Arjuna dan Julie. Sebetulnya apa yang mereka sembunyikan darinya?Apakah bena

  • Dibuang Mantan, Dimanjakan Sultan   60. Si Pengancam (1)

    Arjuna melirik arloji yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Pria itu mendesah lelah, menyandarkan diri pada punggung kursi kerjanya.Seharian ini dia sudah dibuat kesal lantaran Yudha datang tanpa pemberitahuan ke rumahnya hanya untuk membujuk Marla lagi.Kening pria itu berkerut, tidak memahami mengapa sekarang Yudha ingin sekali kembali mengambil Marla, setelah dulu memperlakukan wanita itu semena-mena."Tuan, saya mendapat laporan dari mata-mata, semuanya berjalan sesuai rencana."Arjuna hanya mengangguk sekilas saat mendengar ucapan Julie. Seharusnya dia merasa puas atas segala sesuatu yang berjalan sesuai rencana. Namun, mengingat belakangan ini dia harus menjaga jarak dengan Marla meski sebentar, membuat suasana hatinya memburuk."Lalu, apakah sudah ada kabar dari si pengancam?" tanyanya dengan tangan mengepal erat.Mendengar pertanyaan tersebut, sepasang alis Julie bertaut serius. Bukan hanya Arjuna, tetapi Julie turut waspada akan si pengancam yang selama ini sedang meng

  • Dibuang Mantan, Dimanjakan Sultan   59. Culprit

    Marla tengah melayani salah satu pembeli saat dia mendapatkan pesan masuk dari nomor yang tidak dikenal. [Hai, Marla? Apa kamu tidak penasaran dengan seseorang yang sudah menjebakmu sehingga tidur dengan Arjuna malam itu? Ya, malam terakhir di mana kamu bermalam di kediaman Anugerah, seseorang menjebak kalian berdua.] Kening wanita itu berkerut, memindai kata-kata yang tersusun tepat di layar ponselnya. Kemudian, ditiliknya nomor asing yang tidak pernah diketahui sebelumnya itu. "Siapa pun yang mengirim ini, sepertinya dia mengetahui banyak hal tentangku yang tidak aku ketahui sama sekali." Marla menahan pergerakan ibu jarinya yang hendak melayangkan pesan balasan. Untuk sesaat, dia berdiam diri dengan mata berkedip gelisah. Haruskah dia menanggapi pesan tersebut? Bagaimana kalau semua itu hanya berupa tipuan belaka? Jangan-jangan pesan tersebut berasal dari Yudha? Mengingat pagi tadi, mantan suaminya itu telah menimbulkan keributan kecil di rumahnya. "Tapi ... Yudha tidak m

  • Dibuang Mantan, Dimanjakan Sultan   58. Di Balik Topeng

    "Cepat bawa orang itu keluar dari sini!"Marla belum genap mencerna perkataan Yudha, ketika Arjuna datang dengan dua pengawal yang datang bersamanya. Sepertinya, suaminya itu sudah berada di perjalanan ke suatu tempat, terlihat dari setelan Arjuna yang cukup rapi seperti hari-hari biasanya.Yudha berdecak kesal, tak mengira jika Arjuna akan datang lebih cepat dari perkiraannya. Lantaran dia enggan diseret secara paksa, Yudha mengangkat kedua tangan tanda menyerah."Baiklah, baiklah, aku akan pergi dengan sendirinya, puas?"Meski Yudha berkata demikian, tatapan pria itu membuat Arjuna kesal bukan main. Sebelum Yudha memutar langkah, dia sempat bertatapan dengan Marla.Segaris kebingungan masih mendominasi wajah wanita itu. Marla ingin bertanya, tetapi yang ada malah memperlihatkan jika dirinya mudah terpancing oleh omongan Yudha.Tidak. Bisa saja Yudha sedang bermain-main dengannya. Bisa saja mantan suaminya itu ingin mengetahui seberapa bodoh Marla agar bisa ditipu untuk yang kesekian

  • Dibuang Mantan, Dimanjakan Sultan   57. Kepingan Baru

    Malam itu, Marla pulang lebih larut dari biasanya. Dia sudah mempersiapkan alasan bila Arjuna bertanya mengenai keterlambatannya, atas eksistensinya saat membantu Bu Sani di festival. Lantaran sudah telanjur tahu, Marla akan berterus terang saja soal rencananya yang ingin membangun cabang baru, tetapi atas namanya. Dia ingin memperlihatkan passion yang satu-satunya dimiliki. Akan tetapi, rumah dalam keadaan sepi, sunyi, senyap. Begitu meniliki garasi, mobil suaminya juga belum datang.Mengembuskan napas perlahan, Marla merebahkan diri di sofa. Berhenti sejenak selagi memutar kejadian hari ini.Tentu saja, kilas yang berisikan Arjuna dan Julie di festival tadi menjadi hantu nomor satu dalam pikirannya.Semakin lama, seolah-olah Marla tengah diejek oleh dunia, bahwa tempatnya memang bukan berada di samping Arjuna. Dia tidak ada apa-apanya dibanding Julie."Astaga, lagi-lagi pikiran semacam ini ...."Marla mendesah lelah, memijit pelipis dengan insekuritas yang kembali membayangi tiap

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status