Share

Dibuang Setelah Numpang Tenar
Dibuang Setelah Numpang Tenar
Author: Quinsha R. Shita

1. Video Viral

last update Huling Na-update: 2024-09-03 20:44:16

"Oke, guys! Seru banget tadi kita udah belajar bikin sup kacang merah sama-sama! Naomi juga seneng, kan, Sayang?"

Aku menoleh cepat pada putriku yang berdiri di sebelah. Namun, bukannya menjawab, dia malah merengek sambil menarik-narik tepi gamisku. "Undaa ... Nao capek, lapel!"

Seketika aku melotot.

"Cut! Cut! Dialognya nggak gitu, Naomi Sayaang ...," tegurku pelan-pelan meski aslinya gemas sekali.

"Tapi Nao emang capek, lapel ..." Suara gadis 3 tahun itu mulai terdengar bergetar seperti akan menangis.

Cepat-cepat aku berjongkok untuk menyamakan tinggi kami. Kuusap kepala Naomi lembut sambil berusaha membujuknya, "Iya Sayang ... Bunda tahu. Tapi, please ... tinggal dikiiit aja, ya?"

Naomi menekuk wajah dengan bibir cemberut. Namun, ia tidak lagi merengek atau berontak. Kuanggap itu sebagai bentuk persetujuannya.

Aku kembali berdiri dan memberi isyarat pada juru kamera di hadapan kami untuk bersiap mengambil gambar. Dia memberi aba-aba dengan hitungan mundur supaya kami siap berakting.

Aku kembali mengulang dialog dengan ekspresi se-antusias mungkin. Namun, lagi-lagi Naomi hanya menjawab ala kadar. Bahkan menguap di akhir scene.

"Kak Re, gimana ini? Apa mau take ulang?" tanya Aldo, juru kameraku yang tampaknya juga ikut bingung.

"Nggak usah deh, Do. Biarin aja. Kayaknya Naomi emang kecapekan!" putusku usai melihat gerakan tangan Naomi yang mengucek-ucek mata.

"Kita lanjut ke scene berikutnya aja!" sambungku kemudian.

Aldo menurut. Ia menyalakan kamera dan aku pun kembali memasang wajah ceria yang berkebalikan dengan perasaanku saat ini.

 "Wah, Naomi sampe ngantuk nih, guys! Pasti kecapekan ya, bantu-bantu Bunda masak tadi? Utututu ... Anak Bunda Sayang kasian ...," ujarku sambil merangkum wajah Naomi dengan tangan dan menempelkannya ke pipiku.

 "Kalau gitu hari ini sampai di sini aja, ya! Terima kasih sudah mengikuti kegiatan Bund Re dan Naomi. Jangan lupa like, share, dan subscribe channel 'Ressayhank' biar nggak ketinggalan keseruan-keseruan lain bareng aku! Sampai jumpa lagi. Bye!"

 Aku melambai-lambaikan kedua tangan ke arah kamera dan berakhirlah syuting Vlog hari itu. Bahu dan otot-otot tubuhku lainnya langsung terasa lunglai ketika Aldo mematikan kamera. Dari pagi kami sudah sibuk menyiapkan syuting kegiatan memasak ini dan sampai menjelang sore baru selesai. Wajar jika Naomi sampai merasa capek.

 "Nah, sekarang Nao udah bisa minta disuapin makan sama Mbak Mala, ya," perintahku pada Naomi. Anak kecil itu mengangguk patuh. Sempat kuelus singkat kepalanya sebelum dia berbalik dan berlari menghampiri Mbak Mala, pengasuhnya yang menunggu bersama kru lain di belakang kamera.

 "Nanti malam ada gala premiere filmnya Kak Sandy di bioskop XXI Sinar Plaza ya, Kak? Naomi mau diajak juga?" Tika, make up artist-ku bertanya saat aku hendak duduk di kursi sebelahnya.

 Aku menggeleng sambil memijit pelipisku yang agak pening. "Nggak. Nanti malam aku ada jadwal live di Shopee."

 "Wah, jadi jadwalnya bentrok gitu ya, Kak." Nada bicara Tika terdengar menyesal, entah untuk apa. Memang film "Taaruf Sang Gus" yang akan diputar saat gala premiere nanti adalah debut pertama Mas Sandy, suamiku, di layar lebar. Namun, aku tidak bisa mengabaikan begitu saja tawaran kerja yang bisa menambah pundi-pundi tabunganku. Aku sudah mengatakan hal ini pada Mas Sandy dan dia pun tidak keberatan.

 Bukan hal yang mudah menjadi seorang content creator. Orang-orang di luar sana mungkin hanya melihat ketenaran dan banyaknya followers, tanpa melihat bagaimana proses di baliknya. Seperti aku yang perlu memeras otak untuk memikirkan ide-ide kreatif agar channel-ku tidak monoton dan berujung ditinggalkan.

 Mulanya mudah saja menjadi terkenal. Dengan membagikan foto-foto berekspresi anehku yang diberi tulisan lucu, lalu dibuat meme, sudah membuat akun @ressayhank milikku dibanjiri followers. Justru setelahnya yang sulit. Aku harus menjaga engagement kontenku agar bisa tetap tinggi. Sekarang saja sudah demikian sulit dengan kemunculan banyak influencer baru yang lebih atraktif.

***

 Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Aku sudah siap dengan beberapa anggota tim di sebuah ruangan khusus yang kusulap menjadi lokasi syuting di rumah. Naomi sudah tidur sejak lepas magrib tadi karena kelelahan. Jadi, aku tidak perlu khawatir terganggu. Apalagi ada Mbak Mala yang menemani di sebelahnya.

Sambil menunggu waktu live, aku mengambil ponsel dan mengirimkan pesan W******p ke Mas Sandy.

 [Mas udah selesai syuting?]

 Selain bermain di layar lebar, suamiku memang lebih dulu mendapat tawaran peran di sebuah sinetron kejar tayang di sebuah televisi swasta. Jadi, tidak heran jika dia harus berangkat pagi-pagi buta dan menghabiskan banyak waktu di lokasi syuting daripada di rumah.

 "Kak, bentar lagi jam delapan. Udah siap, ya?" tanya Rina, manajerku yang tiba-tiba mendatangi di sebelah kursiku.

 Kuacungkan tanda jempol sebagai jawaban. Sudah 30 menit berselang dan Mas Sandy belum juga membalas pesanku. Padahal dia sudah membacanya.

 [Baru off. Mau siap-siap ke gala] balasnya kemudian.

 [Oh ... sama siapa aja?]

 Aku kembali mengirimkan pesan. Namun, lagi-lagi Mas Sandy tidak segera memberi tanggapan. Sampai jarum jam menunjukkan hampir pukul delapan tepat, tidak ada notifikasi pesan masuk darinya.

 [Hati-hati, ya. Semoga lancar dan sukses filmnya]

 Akhirnya aku hanya mengirimkan pesan itu meski lagi-lagi hanya centang dua tanpa dibaca, sebelum mengubah pengaturan notifikasi ponselku ke mode silent.

***

 Live Shopee-ku berakhir pukul sepuluh malam. Namun, aku baru bisa beristirahat setengah jam kemudian, saat semua anggota tim yang terlibat pulang dari rumahku.

 Melihat kondisi rumah yang sepi, aku langsung tahu kalau Mas Sandy masih belum kembali dari gala. Aku pun mengambil ponselku yang tertinggal di ruang syuting untuk memeriksa barangkali ada pesan darinya. Namun, saat membuka kunci layar, aku justru dikejutkan oleh yang lain.

Notifikasi akun medsosku jebol. Banyak sekali pemberitahuan mention baru yang masuk, padahal aku yakin tidak mengunggah postingan baru. Terakhir, foto pergi ke pasar bersama Naomi kemarin pagi. Tidak hanya itu, pesan-pesan ke W******p pribadiku pun banyak sekali. Sebenarnya apa yang terjadi selama aku live tadi?

[Re, lo nggak nemenin suami lo ke gala?] Itu pesan pertama dari Venita, sahabat dekatku. 

 Entah mengapa, aku langsung merasakan firasat tidak enak. Segera saja kugulirkan layar membaca pesan keduanya.

 [Gila sih ini! Tadinya aku mau nggak percaya kalau itu Sandy. Tapi videonya jelas banget!]

 Di bawah pesan itu, Venita melampirkan sebuah video. Jantungku berdegup keras, mengira-ngira apa yang sebenarnya terekam dalam video yang masih berputar-putar itu dan kaitannya dengan Mas Sandy?

Setelah proses mengunduh selesai, aku langsung mengeklik tombol putar dengan tak sabar.

 Seketika mataku terbelalak melihat apa yang dilakukan Mas Sandy di video.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dibuang Setelah Numpang Tenar   56. Apa yang Mereka Katakan?

    "Biasa aja kali, Re, mukanya!" celetuk Feri sambil terkikik, sementara tatapan matanya menembus maskermu yang menutupi sebagian besar wajah. "Seperti yang aku bilang tadi, kan, kafeku ramai karena endorse-an gratis. Justru harusnya aku yang bilang makasih." Aku hanya bisa memutar bola mata di balik masker, meski tak yakin ekspresiku benar-benar tersembunyi. Entah bagaimana, hawa panas mulai merambat dari tengkuk hingga pipiku. Memalukan. Bagaimana mungkin Feri, pria cuek yang tampaknya tidak doyan gosip, tahu soal huru-hara rumah tanggaku? Apa kabar dunia? Gosip itu pasti lebih liar dari yang kubayangkan, bahkan orang sepertinya sampai tahu. Sekilas, pandanganku menyapu sekeliling ruang tunggu rumah sakit yang tampak lengang, hanya beberapa orang duduk berjauhan, tenggelam dalam urusan mereka sendiri. Semua tampak tenang, seolah aku satu-satunya yang terjebak dalam pusaran perasaan tak karuan. Tunggu, tunggu! Otakku kembali berputar. Dulu saat di Bali, aku sama sekali tidak membuka

  • Dibuang Setelah Numpang Tenar   55. Pertemuan Tak Terduga

    Aku terus melangkah menyusuri lorong rumah sakit dengan langkah cepat, tetap menjaga maskerku erat-erat menutupi hampir seluruh wajahku. Kewaspadaan ini terasa penting—meski tadi sudah cukup tenang setelah selesai membuat video di kamar Naomi, aku tidak mau mengambil risiko. Nama besarku di dunia YouTube memang membawa banyak keuntungan, tapi di saat-saat seperti ini, aku ingin bisa bersembunyi dari sorotan mata orang-orang. Sesekali aku melirik ke kiri dan kanan, memastikan tak ada satu pun orang yang mengenaliku. Beberapa petugas rumah sakit berlalu lalang tanpa menghiraukan kehadiranku, yang membuatku sedikit lebih lega. Mungkin mereka mengiranya aku seperti penjenguk atau keluarga penunggu pasien biasa. Dengan masker yang menutupi sebagian besar wajah, aku berharap penyamaranku ini sudah cukup.Namun, kenyataan yang sebenarnya belum aku sadari, aku sungguh payah dalam hal menyamar."Re? Kamu Re, kan?" Sebuah suara terdengar di belakang punggungku. Ayunan kakiku langsung terhenti.

  • Dibuang Setelah Numpang Tenar   54. Kembali ke Permukaan

    Satu jam kemudian, ruang rawat inap Naomi sudah penuh dengan anggota tim dan peralatan syuting kami. Ruangan berwarna pastel itu terasa hidup dengan tawa dan canda mereka, meskipun di sudut lain, Naomi terbaring lemah di ranjang. Kebetulan Naomi baru bangun dan hendak aku suapi sarapan dari bagian gizi rumah sakit. Aroma bubur hangat memenuhi udara, memberikan sedikit harapan untuk perut kecilnya yang sudah terlalu lama kosong."Dimulai sekarang aja ya, syutingnya," kataku pada yang lain. Semua setuju dan langsung siap ke posisi masing-masing. Mereka sudah terbiasa dengan situasi ini, siap untuk bekerja meskipun keadaan Naomi yang belum sepenuhnya pulih. Aldo, sebagai cameraman, memeriksa semua peralatan dengan seksama, sementara Bunga dan Tika menyiapkan tempat duduk dan merapikan ruang agar terlihat rapi.Aldo memberi aba-aba dengan isyarat jari. Tepat pada hitungan ketiga, dia menyalakan kameranya. Suasana di ruangan itu menjadi tegang namun penuh semangat, meski ada kekhawatiran y

  • Dibuang Setelah Numpang Tenar   53. Jatuh Sakitnya Anakku

    "Anak Anda mengalami infeksi saluran pencernaan. Suhu tubuhnya tinggi karena reaksi tubuhnya yang berusaha melawan infeksi tersebut dan diperparah dengan kondisi dehidrasi, atau kekurangan cairan."Kata-kata dokter itu seakan menghantamku dengan kekuatan penuh. Refleks, kedua tanganku menutup mulut, seakan berusaha menahan napas yang mendadak terasa berat. Infeksi saluran pencernaan? Apa ini ada hubungannya dengan makanan yang aku berikan kemarin? Aku teringat Naomi memakan beberapa jajanan dari luar tanpa banyak pertimbangan. Sungguh, jika memang itu penyebabnya, betapa besar rasa bersalah yang kurasakan sekarang."Ta-tapi kondisinya nggak apa-apa, kan, Dok?" tanyaku dengan suara bergetar. Meskipun dokter sudah menjelaskan, ketakutan masih menghantui pikiranku. Apa yang akan terjadi pada Naomi? Apakah kondisinya serius? Apakah ada kemungkinan buruk yang mungkin belum dikatakan oleh dokter?"Kami sudah memasang infus dan memberinya cairan. Semoga dehidrasinya segera teratasi dan demam

  • Dibuang Setelah Numpang Tenar   52. Bencana Tak Terduga

    Keesokan paginya, aku terbangun oleh teriakan Naomi yang memecah keheningan, sangat keras hingga tembus dinding kamarku. Seketika aku melompat bangun, jantungku berdetak kencang. Tidak ada waktu untuk berpikir panjang. Langsung saja aku berlari menuju kamar Naomi yang berada di sebelah."Undaaa!!!" Naomi kembali meraung di tengah-tengah tangisnya, memanggilku dengan suara yang terdengar putus asa.Dengan napas yang masih belum stabil, aku masuk ke kamarnya. Kamar itu remang-remang, tirai jendelanya masih tertutup rapat. Aku bahkan tidak sempat terpikir untuk menyalakan lampu terlebih dahulu. Hanya dengan beberapa langkah cepat, aku sudah mencapai sisi tempat tidurnya."Naomi! Ada apa, Sayang?" tanyaku setengah panik.Tapi ucapanku terhenti, begitu pula langkahku, ketika telapak kakiku merasakan sesuatu yang basah dan lengket di lantai. Mata ini segera beralih ke bawah, dan aku langsung melihat genangan muntah berwarna pucat yang menyebar di sekitarnya."Ya ampun, Naomi! Kamu muntah?"

  • Dibuang Setelah Numpang Tenar   51. Energi yang Terkuras

    Wawancara itu hanya berlangsung tiga puluh menit dan berjalan dengan lancar. Ada untungnya aku menyuruh Bunga membuat daftar pertanyaan dan jawaban untuk dicocokkan Rina dengan tim kreatif televisi sehingga tidak ada pertanyaan yang menyimpang. Rasanya, beban yang semula menghimpitku sedikit terangkat. Wawancara yang terasa mengintimidasi itu akhirnya berakhir tanpa masalah.Lampu-lampu sorot mulai redup, dan aku menghembuskan napas panjang, lega. Kaki yang tadinya terasa kaku akhirnya bisa kulemaskan saat turun dari panggung. Aku memutar pergelangan tangan dan mengusap leherku yang tegang. Sesaat, aku berharap bisa duduk sebentar di ruang ganti dan menyesap segelas kopi. Tapi ketenangan itu tak bertahan lama.Dari kejauhan, kulihat sosok kecil Naomi berlari menghampiri dengan wajah cemberut dan matanya yang berkaca-kaca. Ia kembali merengek, “Unda, Nao lapar!”Deg. Seketika kelegaanku menguap. Aku sudah mengatur semuanya agar Naomi tenang dan nyaman selama aku syuting, tetapi tetap s

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status