Share

Nampak Cantik

"Sepertinya matamu bermasalah ya?!" sindir Dirga menoleh ke arah Agatha.

Gadis itu sontak tertegun dan kini dia mengepalkan jemarinya dengan kuat, lalu menyela ucapan atasannya. "Bukan mataku yang bermasalah, tetapi jam tanganku yang rusak."

Mendengar hal itu, Dirga menggelengkan kepalanya seraya menghela napas beratnya. "Pantas saja kau bisa terlambat datang ke kantor! Aku adalah seorang pria yang paling tidak suka mendengar kata terlambat namun hari ini kau baru saja bekerja maka aku memaafkanmu," ujar Dirga seraya memasang jas kesayangannya.

"Maafkan aku, Pak!" ucap Agatha seraya menunduk.

Sejujurnya di dalam hati Agatha dia ingin meronta karena Agatha terlalu ketus berbicara padanya. Namun, bayang-bayang hutang yang terus menari-menari di dalam kepalanya membuat perempuan itu sontak menahan emosinya. "'Jika bukan karena hutang, mana mau aku bertahan," umpatnya dalam hati.

Menjadi seorang asisten pribadi seorang CEO bukanlah hal yang mudah, Agatha harus membuang waktu santainya agar pria bernama Dirga itu tak memotong gajinya agar dia bisa membayar hutang yang menumpuk.

Usai meeting, Dirga meminta Agatha untuk menyelesaikan sebuah berkas kerja sama tadi, menunggu sembari terus memandangi wajah sederhana Agtaha yang mengenakan sebuah kacamata bening yang menyanggah di hidungnya membuat Dirga terpelongoh kaget ketika melihat Agatha yang melepaskan benda itu sejenak, mungkin dia ingin menghilangkan penat yang menyiksanya.

Tatapan Dirga begitu dalam, ternyata Agatha nampak begitu cantik tanpa menggunakan kacamata. Membuat pria itu diam-diam terus memerhatikannya.

"Apakah kau sudah selesaikan tugasmu?" tanya Dirga seraya bangkit dari duduknya.

"Sedikit lagi, Pak," jawab Agatha kembali memasang kacamatanya.

"Kerjakan dengan cepat, kau telah membuatku menunggu!" Dirga mendekati Agatha dan menghentikan pergerakan gadis itu untuk memasag kacamatanya.

"Kenapa kau harus menggenakan kacamata ini?" tanya Dirga ingin tahu, apakah mata gadis itu benar-benar kabur atau tidak.

"Maaf, Pak. Aku tidak bisa karena tanpa kacamata ini pengelihatanku kabur," jawabnya spontan langsung mengambil kacamatanya kembali dari tangan Dirga. 

"Aku mengalami hiperopia atau orang sering menyebutnya rabun dekat," timpal Agatha lagi menjelaskan.

Dirga hanya mengangguk padahal alasannya untuk mengambil kacamata itu supaya bisa memandangi wajah Agatha yang tanpa mengenakan kacamata terlihat lebih cantik.

"Aku memberimu waktu 10 menit lagi," sarkas Dirga sedikit kesal karena keinginannya tidak dituruti.

"Baiklah."

Benar saja sebelum sampai 10 menit, Agatha telah menyelesaikan surat terseut, "Ayo kita kembali ke kantor, Pak," ajak Agatha seraya membawa tas laptopnya.

"Kau sudah selesai?" tanya Dirga sedikit mengernyitkan dahinya karena tidak percaya bila Agatha segesit itu.

"Sebenarnya sewaktu bapak melarangku tadi, aku hanya tinggal menyimpan dokumen saja kok, jadi jangan menyepelhkan aku, Pak." Agatha berjalan lebih dulu dan sedikit memberi pelajaran kepada Dirga karena sejak tadi pria itu terus saja mengomentarinya.

Ketika Agatha ingin membukakan pintu mobil untuk Dirga, pria itu menyentuh tangan Agatha. "Biar aku saja," ucapnya seraya menyentuh knop pintu mobil dan kini pria itu malah mempersilahkan dia masuk dan duduk di sampingnya.

"Tetapi rasanya tidak sopan bila aku duduk di samping Bapak," jawab Agatha merasa tak enak.

"Ini perintah atasanmu jadi kau harus menurutinya," ucap Dirga sedikit menaikkan nada suaranya.

Mau tidak mau maka Agatha pun menurutiny dan kini dia menghempaskan pantatnya di kursi yang sama dengan sang atasan.

"Ayo,Pak. Jalan sekarang." Dirga memberi perintah kepada sopir pribadinya.

Sepanjang jalan Agatha hanya bungkam, ia tidak tahu harus berkata apa pada pria cuek seperti Dirga namun melihat arah jalan yang berlawanan dari jalan menuju kantor membuat Agatha sedikit protes, "Bukankah jalan ini berlawanan ke arah kantor, Pak?"

"Iya,aku ingin kau menemaniku ke mall sebentar! Lagian 'kan ini masuk jam makan siang," celetuk Dirga menatap Agatha dengan sinis.

Setelah sampai di mall, mereka berjalan bersama memasuki mall tersebut. melihat Dirga yang berjalan lebih cepat darinya menuju ke sebuah toko jam tangan, membuat Agatha sedikit ngos-ngosan mengejar Dirga karena langkah kaki pria bule itu begitu cepat, bisa di bilang dua kali lipat dari langkahnya.

Alangkah terkejutnya, Agatha ketika mendengar Dirga memanggilnya begitu histeris untuk segera mendekatinya.

"Ada apa, Pak?" tanya Agatha seraya mengatur napasnya yang belum normal.

Melihat tangan dingin Dirga menyentuh jemarinya membuat gadis itu mengernyitkan dahinya heran dan bertanya dalam hati atas tindakan pria itu yang telah lancang menyentuhnya.

"Sepertinya jam tangan ini cocok untukmu," ucap Dirga seraya memasangkan jam tangan tersebut di tangan Agatha.

"Tapi, Pak--" Agatha ingin menanyakan hal itu kepada Dirga atas dasar apa pria itu memberikan jam tangan padanya.

"Pakia saja dan tidak perlu banyak bertanya!" Dirga menyodorkan kartu kreditnya di depan pelayan toko tersebut.

Sepanjang jalan Agatha terus dibuat heran dengan tindakan sang CEO dingin itu, terus menggaruk kepalanya yang tidak gatal Agatha dibuat heran lagi karena Dirga menarik tangannya menuju masuk ke dalam sebuah toko optik.

"Bisakah kau ikut gadis ini masuk ke dalam sebentar?" pinta Dirga menoleh ke arah Agatha.

Gadis itu sontak mengangguk meski sebenarnya dia sangat penasaran sekali dan kenapa pria bule itu membawanya ke optik kacamata. "Sebenarnya apa yang sedang pria bule itu lakukan?" gumam Agatha kesal.

Di dalam ruangan tersebut, pelayan optik itu menyodorkan sebuah lensa kontak mata kepada Agatha, "Bisakah Anda pilih salah satu lensa ini?" tanya pelayan tersebut menatap Agatha.

Namun, melihat Agatha yang sedikit bingung maka tiba-tiba seseorang yang dari belakang menyentuh pundaknya pelan, "Aku rasa lensa kontak ini lebih cocok untukmu dari pada kacamata bening ini," ujar pria itu seraya melepaskan paksa kacamata Agatha.

"Kalian periksa saja dan pilihkan mana lensa kontak yang cocok untuknya, " ucap Dirga memberi perintah.

Agatha sontak menarik tangan Dirga dan berbisik kepada pria bule itu, "Pak, sebenarnya ada yang ingin aku katakan pada Anda?"

Dirga menoleh ke arah Agatha dengan jarak yang lebih dekat, nampak jelas sekali ada sebuah keraguan yang tersimpan di binar mata gadis itu. "Aku tidak bisa menggunakan lensa kontak itu, Pak."

Hal itu sungguh membuat Dirga tersenyum geli karena tidak disangka ternyata Agatha adalah gadis yang begitu polos. "Kau tenang saja, nanti biar mereka yang akan membantumu, jadi kau tidak perlu khawatir."

"Tapi, Pak. Ak--" Agatha mengatupkan bibirnya ketika tangan Dirga menyentuhnya dan menariknya, lalu membawanya ke ruangan yang berbeda dari sebelumnya.

Namun, kali ini Agatha tidak bisa menunggu lagi karena dia tidak bisa menuruti keinginan sanga CEO dingin itu. "Pak, bisakah kita bicara sebentar," pinta Agatha sedikit memohon.

Dirga mengerutkan dahinya bingung karena Agatha menghentikan laju langkah mereka sebelum memasuki ruangan pemeriksaan mata.

"Sebenarnya ada apa dengan Agatha?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status