😑 Istri pertama sama istri kedua satu atap😑 Al makin nyebelin nih, kira-kira bakalan ada drama para istri gak nih?😂
Setelah berkendara dengan hanya dihiasi oleh keheningan, kini sepasang suami istri itu tiba juga di kediaman keluarga Aleandra.Lagi dan lagi, Aleandra masuk ke dalam sana dengan menggendong salah satu istrinya.Jika sebelumnya laki-laki itu melangkah menuju lantai dua, maka kini langkah Aleandra berbelok ke sebuah kamar tamu.Dibukanya pintu perlahan, sampai akhirnya dia melihat ada sosok sang Papa yang ternyata belum tidur di ruang keluarga.Bertatapan sejenak, sebelum akhirnya Aleandra masuk ke dalam kamar tamu dan membaringkan tubuh lemah Tisya di atas tempat tidur.Tanpa banyak kata, Aleandra langsung bangkit dan hendak keluar, tetapi ada lengan Tisya yang menahan kepergiannya."Tidak bisakah untuk malam ini kamu menemaniku, Mas? Hanya malam ini dan tanpa tuntutan lainnya," mohon Tisya, dengan mata berkaca-kaca, karena sungguh dirinya masih syok mendapatkan pelecehan dari oknum yang tak dia kenali tadi.Meski ini ada di rumah keluarga Aleandra, dan terjamin keamanannya, tetap saja
Aryesta berbalik badan, berjalan tertatih menuju ke atas ranjang, lalu membaringkan tubuhnya di sana.Aleandra tahu jika istrinya kecewa karena dia mengungkit-ungkit tentang statusnya bersama Tisya.Namun, Aleandra tak mau ambil pusing dan memilih ikut bergabung ke atas tempat tidur, berbaring di samping Aryesta yang langsung memunggungi dirinya.Helaan napas lelah Aleandra keluarkan lalu berkata, "Kakak sepupumu nyuruh orang-orang buat lecehin Tisya."Spontan Aryesta membalikan tubuhnya hingga kini mereka saling berhadapan. "Kenapa Kak Derren lakuin itu sama dia? Apa hubungannya?" Sangsi Aryesta yang tak percaya pada perkataan Aleandra.Kedua bahu Aleandra terangkat cuek, lalu menyandarkan kepalanya pada sandaran ranjang."Tadi dia sendiri yang nelepon aku. Bahkan dia kirim chat. Dia bilang kalau kamu terluka, maka sebagai gantinya Tisya bakal ngerasian hal yang sama denganmu." Aleandra bercerita tentang pesan yang Derren kirimkan tadi pada sang istri.Mendengarnya, ada perasaan tak e
Keduanya tertidur dengan Aleandra yang memeluk Aryesta dari belakang sepanjang malam.Hingga tanpa terasa pagi pun menjelang, Aryesta yang bangun terlebih dahulu sudah membersihkan diri, dan memakai pakaian formal, tak seperti biasanya.Melihat penampilan istrinya yang sudah sangat rapi tentu saja membuat kening Aleandra sedikit mengerut bingung, "Kamu mau ke mana dengan pakaian itu, Ar?" tanya Aleandra, seraya mendekati istrinya, "Tidak biasanya kamu pakai pakaian kayak gini."Aleandra memandang Aryesta dari atas hingga ke bawah, memindai penampilan yang menurutnya sedikit aneh itu.Mendapat pertanyaan dari suaminya, Aryesta pun menoleh, "Aku mau minta kerjaan di kantor kamu, Mas.""Apa!" pekik Aleandra dengan kedua bola mata yang membulat sempurna saking terkejutnya dengan permintaan Aryesta.Mata itu mengerjap beberapa kali kemudian berkata, "Maksud kamu apa ngomong kayak gitu? Apa nafkah yang aku kasih masih kurang?" Aleandra mendelik tak suka pada istrinya.Aryesta tersenyum simpu
"A–apa yang kamu lakukan di sini?" gagap Aryesta yang sedikit kaget melihat sosok di depannya.Sosok yang kini berpenampilan acak-acakan dengan mata bengkak, akibat menangis semalaman tadi.Orang itu mendekat dan dengan bibir bergetar dia pun maju lalu ....Plak!Wajah Aryesta tertoleh ke samping mendapat tamparan mengejutkan itu. Namun, secepat kilat Aryesta menatap berang ke arah pelaku di hadapannya ini."Apa yang kamu lakukan padaku, Dinda!" geram Aryesta dengan suara rendah menahan emosi, yang nyaris meledak pada adik tirinya ini.Ya, sosok yang pagi-pagi sekali datang bertamu tak lain dan tak bukan adalah Dinda.Dinda tersenyum miring, meski wajahnya tetap sendu, tetapi ada begitu banyak tatapan penuh kebencian mengarah pada saudara tirinya ini.Plak!Lagi, tamparan kedua Dinda layangkan, yang membuat Aryesta semakin mengeratkan gigi untuk menahan amarahnya."Apa salahku, Dinda? Ini bahkan masih terlalu pagi untukmu mengajakku ribut," tukas Aryesta yang kini kedua pipinya sudah m
"Aku kayaknya lagi hamil, Ar. Dan aku juga enggak mau jadiin anakku yatim pas dia lahir nanti," lirih Dinda, yang tangannya sudah menggenggam tangan Aryesta.Tatapan mata Dinda sendu dan penuh pengharapan, tetapi entah mengapa, tak ada rasa iba di dalam hati Aryesta.Bahkan dengan ringan Aryesta melepas tangan adik tirinya yang sedari tadi digenggamnya, hanya untuk menarik simpatik."Aku tidak peduli padamu, Dinda. Dan perlu kamu ketahui, jika anakmu tidak akan menjadi yatim selama Mas Dion masih hidup, sekalipun itu di dalam penjara. Jadi enggak usah banyak drama, deh," ucap Aryesta penuh ketegasan.Mendengar setiap kalimat yang keluar dari mulut Aryesta tentu saja membuat Dinda yang semula beramah tamah, dan mencoba memantik rasa iba di dalam hati Aryesta, kini menggeram marah.Matanya menajam dan dada yang kembang kempis, memperlihatkan betapa dirinya geram karena perkataannya langsung dipatahkan oleh statemen sang kakak tiri."Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus keluarin Mas Di
Setelah keluar dari mobil mewah milik Aleandra, Dinda pun langsung memesan taksi dan pergi dari area perusahaan itu dengan perasaan dongkol.Selang beberapa menit, akhirnya taksi itu tiba di sebuah lapas, tempat calon suaminya berada.Kakinya melangkah begitu anggun, ah lebih tepatnya pura-pura anggun, karena Dinda tak ingin citranya buruk jika mengeluarkan sifat aslinya di depan umum seperti ini.Dengan langkah pasti, Dinda pun menghampiri Dion di tempat besuk, dialah satu-satunya orang yang mempedulikan Dion, hingga tak ada satu orang pun yang membesuknya selama di sana."Bagaimana? Apakah kamu sudah memintanya untuk membebaskan aku?" Itulah pertanyaan yang menyambut kedatangan Dinda.Dinda baru saja duduk tepat di seberang Dion, karena terhalang kaca pembatas."Kakak tiriku tidak akan pernah mengeluarkanmu dari sini. Itu yang dia katakan padaku tadi, Mas," jawab Dinda yang memang benar adanya.Mendengar perkataan Dinda yang memberi kabar buruk, tentu saja Dion kesal bukan main.Brak
"Dia tidak mungkin meninggalkan aku, kan?""Tidak mungkin! Apalagi jika suatu saat nanti dia hamil anakku, dia pasti tidak akan membiarkan anaknya tumbuh tanpa seorang Papa.""Yah, tadi pasti hanya gertak sambal doang.""Tenang Al. Dia itu sangat mencintaimu. Jadi, jangan takut, istri cantikmu itu pasti akan setia di sisimu sampai nanti."Aleandra terus bergumam pada dirinya sendiri, setelah Aryesta keluar dari ruang rapat. Sementara dirinya masih menenangkan diri di dalam sana. Ya, Aleandra tak ingin mencampur adukkan masalah pribadi dengan pekerjaan. Karena itulah dirinya masih betah di ruang rapat.Ingatan Aleandra kembali pada zaman istrinya masih kuliah dulu, dan hal itu membuat senyum manis tercetak di bibir sensualnya."Kamu bahkan sangat bucin padaku dari awal kita bertemu di sana Ar. Aku sangat yakin, kalau kamu tidak akan pernah bisa meninggalkan aku, kan? Apalagi jika benihku tumbuh di rahimmu, dan aku pastikan kamu akan mengandung anakku sebelum misimu bersama kakak sepupu
Aryesta langsung berbalik badan menuju kantin perusahaan untuk mengisi perutnya, tetapi Tisya yang memiliki misi untuk mengganggu wanita itu pun semakin antusias mengikutinya."Apalagi yang kamu inginkan, Tisya!" ketus Aryesta yang terus berjalan dan tak ingin menghentikan langkahnya.Karena sungguh, memiliki pekerjaan menumpuk seperti tadi langsung menguras energi dan tenaganya. Kali ini Aryesta membutuhkan amunisi untuk mengisi ulang tenaganya.Akan tetapi, Tisya belum juga berhenti mengganggu, dan terus mengekori ke mana pun langkah istri pertama dari suaminya ini. Entah apa yang sedang Aleandra inginkan saat ini, tetapi memangnya apalagi yang bisa Tisya lakukan, selain menuruti semua permintaannya.Tisya juga melihat banyak karyawan yang menyapa Aryesta dengan ramah, selayaknya karyawan pada atasan. Dan entah kenapa hatinya merasa murka melihat semua itu. Ada perasaan iri dengki yang bercokol di dalam hatinya pada perempuan itu.Baru saja keduanya tiba di kantin, tiba-tiba saja ada
Lalu Aleandra pun menjelaskan jika di perusahaannya terjadi keributan. Membuat Aryesta ikut terkejut dan mengajak suaminya itu untuk segera pergi ke perusahaan."Tapi aku tidak mungkin ninggalin kamu sama Dean di sini, Ar.""Kami ikut kamu, Mas. Urusan Maria kita serahin ke Ben saja, oke?" saran Aryesta yang langsung disetujui oleh suaminya itu.Akhirnya Aleandra pun segera menelpon Beni dan menyerahkan segala urusannya pada laki-laki itu. Sementara dia pergi ke perusahaan.Di perjalanan, Dean tersadar dan sedikit linglung, yang langsung disyukuri oleh orang tuanya.Aryesta memeluk erat tubuh putranya lalu berucap, "Maafin Mommy, Sayang. Karena Mommy lepasin tangan kamu tadi, kamu hampir saja diculik sama si Ulat bulu itu."Dean masih bingung, tetapi juga mengangguk dan balas memeluk sang ibu, dengan perasaan nyaman luar biasa.Aleandra yang ikut lega pun mengusap puncak kepala Dean, sambil tetap fokus pada kemudi, yang tersenyum kala sedetik tatapan ayah dan anak itu saling bertautan.
Mobil yang Maria kendarai menabrak motor tersebut, membuat berteriak dan membanting setir kemudi, hingga berakhir menubruk batang pohon besar, dan membuatnya tak sadarkan diri.Orang yang lalu lalang langsung mendekat, dan memanggil ambulance juga pihak polisi untuk segera datang ke tempat kejadian.Hingga kerumunan itu menyebabkan kemacetan, dan membuat Aleandra yang hendak melewati jalur tersebut mengumpat kasar.Melihat suaminya mencak-mencak, Aryesta pun memutuskan untuk keluar mobil dan bertanya pada warga sekitar."Ah itu, Bu. Ada mobil hitam tabrakan sama motor yang orangnya lagi mabuk. Kayaknya yang bawa mobil luka parah, tapi untungnya balita yang ada di mobil penumpang baik-baik saja, Bu."Ucapan salah satu warga yang menjawab pertanyaan Aryesta tentu saja membuatnya terkejut bukan main.Jantungnya berdebar-debar tak menentu, seraya melangkah menuju mobil yang bagian depannya sudah nyaris hancur.Detik itu juga mata Aryesta membulat sempurna, dan langsung berlari menuju pintu
Saat ini Aryesta dan Aleandra sedang berbelanja di supermarket untuk kebutuhan sehari-harinya. Bukan tak percaya pada asisten rumah tangga, tetapi keduanya sedang healing bersama putra mereka.Dan saat ini keduanya sedang berada di taman bermain, baru saja Aryesta mengambil dompet dari tas untuk mengangkat sebuah telepon, pada detik kelima dia berbalik langsung bertatapan dengan mata tajam Aleandra.Baru saja membuka mulutnya hendak bicara, tetapi ucapannya langsung tertahan."Di mana Dean, Ar! Kenapa kamu malah sibuk teleponan?!"Deg!Saat itu juga mata Aryesta menoleh ke samping kirinya dan melotot, ketika keberadaan putranya tiba-tiba hilang entah ke mana.Bukannya menjawab, Aryesta langsung panik dan berjalan ke sana kemari mencari Dean, yang lenyap seketika itu."Sialan! Siapa yang berani main-main denganku, hah?!" pekik Aleandra yang merasa jika ada yang tak beres dengan hilangnya putra mereka.Tanpa banyak waktu, Aleandra bergegas mencari keberadaan Dean, berpencar dari sang ist
Aleandra berdiri di balkon kamarnya, memandang langit malam dengan tatapan kosong.Ya, setelah kelahiran bayi Adam dan Dinda 3 jam yang lalu, Aleandra putuskan kembali ke rumah, melanjutkan sisa-sisa masalah yang sebelumnya sudah diurusi oleh Beni."Apakah bayinya setampan Dean, Mas?" ucal Aryesta seraya merengkuh tubuh suaminya dari belakang.Hal yang membuat Aleandra terlonjak saking kagetnya. Beruntung laki-laki itu mengenali aroma parfum yang menempel di kulit istrinya, sehingg tak berakhir dia banting, karena Aleandra sangat tak menyukai sentuhan lawan jenis, selain istrinya saja.Aleandra tersenyum dan menggelengkan kepalanya tak setuju, "Dean yang paling tampan, Ar. Kau tenang saja, di kemudian hari pasti Dean yang akan menang jika mereka terjebak cinta jajar genjang."Aryesta terkekeh mendengarnya sambil berjalan ke samping, dan menyandarkan kepalanya di lengan sang suami."Jadi namanya Bian Reganza, Mas?"Aleandra menganggukan kepalanya, lalu tanpa menunggu waktu yang lama unt
Maria melangkah pelan menuju punggung Dinda, sampai ....Bruk!"Argh!" teriak Dinda dengan tubuhnya yang sudah terjungkal ke depan, perut buncitnya pun menempel ke atas lantai dengan hantaman keras."Dinda!" Adam refleks membentak, melihat istrinya terjatuh dan mengerang di atas lantai.Sampai akhirnya dia sadar jika ada seseorang di belakang, yang sedang mematung tak percaya, dengan apa yang baru saja dia lakukan pada adik ipar dari Nyonya rumah ini."Kau ... dasar perempuan kurang ajar!" suara Adam menggelegar berat, lalu melangkah ke arah Maria hingga ....Bugh!Bruk!"Argh!" Maria meringis sata bahunya ditonjok dan disungkurkan dengan kekuatan penuh, membuat tubuhnya terpelanting di atas lantai, dan mengenai guji di dekatnya, membuat semua orang yang baru saja masuk rumah, langsung berhamburan mencari sumber suara.Semua orang menatap terkejut, saat Dinda terjatuh dan menangis, sambil menatap paha putihnya yang sudah dilumuri darah segar.Kemudian tatapan semua orang menoleh ke ara
Dada Maria berdebar keras, mendengar suara berat itu, suara yang sangat jarang dia dengar, kini laki-laki itu datang juga ke mansion tuannya.Maria masih mematung, dan belum membalikkan badannya, takut jika laki-laki itu mengadukannya pada sang Tuan, ataupun memprovokasi tuannya untuk memecatnya dari pekerjaan ini.Laki-laki yang ternyata adalah Adam, wakil direktur di perusahaan Alra Grup, sekaligus sahabat Aleandra itu pun berjalan 4 langkah, kemudian berhenti, tepat di depan Maria, membuatnya membelakangi Maria saat ini."Saya mengetahui niat busukmu itu, bahkan saya yakin, kalau sahabat saya juga sudah mengetahuinya. Dia diam hanya karena menganggap kamu bukan lawan sepadannya saja. Jadi jangan terlalu percaya diri, Maria."Perkataan Adam langsung membuat lutut Maria lemas, hingga tubuh Maria ambruk ke atas lantai, tetapi baru saja Adam hendak menoleh ke belakang untuk melihat kondisi Maria, dari arah dalam rumah muncullah seseorang."Sayang! Kamu berani gatel sama pengasuh kegatel
"J–jadi Tuan tahu kalau Maria itu ...."Ucapan Beni menggantung, dan menatap tuannya sedang tersenyum miring, diiringi anggukan kepala untuk membenarkan apa yang ada di dalam kepala Beni."Maria berhalusinasi terlalu tinggi, hingga bermimpi ingin menjadi Nyonya rumahku. Oh, sungguh menggelikan. Bahkan Maria belum ada seujung kukunya istriku, Ben," kekeh Aleandra, yang mentertawakan kelakuan absurd baby sister putranya.Namun,satu alis Beni terangkat, dan bingung dengan apa yang ada di dalam kepala tuannya pun kembali bertanya."Kalau Tuan tahu kelakuan perempuan kampret itu, kenapa Tuan belum juga mengusirnya?"Aleandra tersenyum singkat, lalu mengangkat kedua bahunya, "Seperti yang kubilang tadi. Aku cukup terhibur dengan kecemburuan istriku, dan sangat menyenangkan melihat kesulitan Maria, saat menghadapi ketantrumannya Dean."Beni cukup mengerti, dan memang cukup menghibur melihat Maria dalam kesulitan menghadapi Dean selama ini.Hingga akhirnya percakapan keduanya selesai, karena d
"I–ini tidak mungkin," lirih Aleandra yang masih tak percaya dengan diagnosa dokter tadi.Masih sangat terkejut, kini Aleandra duduk di bangku yang tersedia di luar ruang perawatan. Kemudian matanya menatap pintu kamar VVIP tempat istrinya beristirahat.Sibuk dengan lamunan, tiba-tiba saja seseorang menepuk bahu Aleandra, membuatnya sedikit terlonjak kaget, saat melihat Beni datang tanpa Dean.Berhubung ini rumah sakit, dengan usia Dean yang baru 3 tahun, membuat balita itu mau tak mau harus duduk manis di mansion mewahnya, ditemani Denia, juga Dinda untuk menjaganya, selama Aryesta belum diperbolehkan pulang."Saya minta maaf mengenai kejadian dua hari lalu, Tuan. Tapi yang jelas kami tidak memiliki hubungan apa pun selain Nyonya dan bodyguard-nya saja," jelas Beni membuka pembicaraan, karena laki-laki itu belum mengetahui hasil pemeriksaan medis sang Nyonya.Ada helaan napas dari Aleandra saat mendengar penjelasan tersebut. Karena sebetulnya dia pun tahu kebenarannya, setelah mengece
Meninggalkan Maria yang masih menyeringai di belakang, Aleandra sudah berjalan menjauh, menururni anak tangga, dan mata tajamnya menyapu ruang tamu yang lampunya sudah menyala.Dan entah kenapa perasaannya mendadak tak tenang, setelah mendapat aduan dari baby sister putranya tadi, mengenai keberadaan istrinya yang sedang berduaan dengan salah satu orang kepercayaannya, yaitu Beni."Aku tidak akan memaafkanmu kali ini, Ar. Kita lihat saja setelah ini apa yang akan aku lakukan padamu," cicit Aleandra dengan tangan mengepal kencang. Terus berjalan hingga kakinya berhenti di ambang pintu dan melihat sesuatu yang membuat dadanya terbakar api cemburu. Di depan sana ... Beni sedang memeluk pinggang istrinya, membuat Aleandra berteriak kencang."Apa yang kalian lakukan di sini, brengsek!"Bugh!Bugh!Bugh!Dengan brutal Aleandra menarik kerah kemeja Beni, lalu memberikan 3 pukulan pada laki-laki yang sudah sangat lancang menyentuh miliknya. Sialan!Gigi Aleandra bergemelutuk, saat bayangan