Hahaha..😂 Mang enak Tisya kena gertakan Ar. Gimana tuh kalau Ar viralkan di toktok, langsung ancur kayaknya karirmu Tisya 🤭
Aryesta langsung berbalik badan menuju kantin perusahaan untuk mengisi perutnya, tetapi Tisya yang memiliki misi untuk mengganggu wanita itu pun semakin antusias mengikutinya."Apalagi yang kamu inginkan, Tisya!" ketus Aryesta yang terus berjalan dan tak ingin menghentikan langkahnya.Karena sungguh, memiliki pekerjaan menumpuk seperti tadi langsung menguras energi dan tenaganya. Kali ini Aryesta membutuhkan amunisi untuk mengisi ulang tenaganya.Akan tetapi, Tisya belum juga berhenti mengganggu, dan terus mengekori ke mana pun langkah istri pertama dari suaminya ini. Entah apa yang sedang Aleandra inginkan saat ini, tetapi memangnya apalagi yang bisa Tisya lakukan, selain menuruti semua permintaannya.Tisya juga melihat banyak karyawan yang menyapa Aryesta dengan ramah, selayaknya karyawan pada atasan. Dan entah kenapa hatinya merasa murka melihat semua itu. Ada perasaan iri dengki yang bercokol di dalam hatinya pada perempuan itu.Baru saja keduanya tiba di kantin, tiba-tiba saja ada
"Apa kamu tidak bisa bekerja, hah?" sentak Tisya dengan mata memicingnya ke arah Aryesta yang baru saja memecahkan alat makan beserta isinya.Aryesta memandang datar ke arah Tisya yang mengangkat wajah angkuh, menunjukkan jika perempuan itu pantas dihormati. Namun, bukan Aryesta, jika dia tak bisa membuat lawannya jengkel.Aryesta bahkan tak peduli suara pecahan itu mungkin saja akan membuat kenyamanan orang-orang terganggu. Namun, baginya itu bukan masalah. Karena siapa suruh matanya ternodai oleh pemandangan menyebalkan di depan sana, ketika dirinya membuka pintu ruangan CEO, yang saat ini sedang dihuni oleh Aleandra juga istri keduanya, Tisya. Si model majalah dewasa.Melipat tangan di dada, lalu Aryesta mengangkat satu alisnya penuh ejekan, "Apakah kalian begitu miskin? Hingga menggunakan kantor untuk bermesraan seperti ini?"Tatapan penuh remeh dari Arsyeta seolah membuat harga diri Tisya terluka, hingga akhirnya perempuan yang saat ini sedang duduk di pangkuan Aleandra itu bangki
Langkah Aryesta terhenti ketika baru saja dia berbalik, tetapi suaminya sudah berkata demikian. Tentunya Aryesta dibuat geram dengan mengepalkan tangannya kencang, lalu berbalik untuk menatap suami menyebalkannya itu."Apalagi yang kamu inginkan, Mas? Bukannya kalian mau main kuda-kudaan di sini? Ya sudah, aku mau keluar dari ruangan ini." Aryesta berucap dengan helaan napas jengkelnya. "Lagian ya, Mas. Aku mau manggil OB buat bersihin makanan yang berserakan itu!" Tunjuk Aryesta pada makanan juga piring, gelas tercerai berai di atas lantai.Aleandra pun ikut menatap lantai kotor itu, tetapi hanya sejenak, "Aku bisa manggil OB pakai telepon kantor. Kamu enggak perlu lakuin hal itu."Aryesta pun menganggukan kepalanya lalu kembali berbalik badan, yang lagi-lagi Aleandra cekal pergelangan tangannya.Aryesta berdecak, "Apalagi sih, Mas? Kan sudah beres semuanya? Apa ada perlu sesuatu lagi?" Sungguh kesal sekali Aryesta pada suaminya ini, yang terus-menerus menahannya untuk pergi. "Kalau e
"Terserah kamu, Mas. Aku tidak peduli, dan aku tidak akan masuk ke ruanganmu sekarang ini," jawab Aryesta yang langsung menutup telepon kantor.Perempuan cantik itu menatap kesal gagang telepon seolah benda tersebut adalah wajah menyebalkan suaminya. Ada banyak rasa kesal di dalam hati Aryesta yang tak bisa dia ungkapkan semuanya, tentunya membuat Aryesta dongkol bukan main."Bisa-bisanya laki-laki nyebelin itu nyuruh aku datang ke ruangan. Setelah berbagi peluh dengan istri keduanya selesai," ketus Aryesta yang entah kenapa hatinya merasa tak nyaman.Apalagi mengingat kedekatan suaminya dan juga Tisya tadi, sangat mengganggu pemandangan dan mengotori matanya. Tak pernah sekalipun Aryesta berpikir akan melihat adegan kemesraan mereka berdua."Apakah mereka tidak punya urat malu sampai-sampai melakukan itu di kantor? Sungguh tidak beretika sekali," gerutu Aryesta yang kembali meraih dokumen di hadapannya. "Tapi sepertinya pernikahan mereka berdua agak aneh. Karena aku sering melihat dan
"Kamu jangan mesum mulu, Mas! Ini masih di kantor, ya Tuhan ...," keluh Aryesta yang sudah sangat kesal pada tingkat kemesuman suaminya ini.Aleandra pura-pura bodoh, dengan mengangkat satu alisnya, "Tidak akan ada orang yang berani cari masalah dengan CEO perusahaan, Ar." Menatap wajah memerah istrinya yang terlihat sangat menggemaskan itu. "Jadi tidak usah cari alasan hanya untuk menghindari melayaniku di sini."Suara Aleandra semakin membuat bulu kuduk Aryesta meremang seketika. Namun, sebelum perempuan itu melakukan perlawanan, tangannya sudah ditarik Aleandra, untuk mengikuti langkahnya."Mas lepasin! Kamu jangan coba-coba sama aku, yah!" ancam Aryesta yang berusaha melepaskan cekalan suaminya.Melihat istrinya yang terus memberontak, Aleandra tak memiliki pilihan lain, selain mengangkat tubuh Aryesta layaknya karung beras. Yang tentu saja langsung mendapat tabokan di punggungnya."Mas, lepasin aku!" teriak Aryesta yang tak menghentikan tabokannya, "Aku bisa teriak ya, Mas! Jadi,
"Jadi maksudmu, Mas enggak akan pernah talak Tisya?" tanya Aryesta lagi untuk lebih memastikan. "Kalau kamu enggak mau talak dia, kenapa kamu masih nahan aku di sini, Mas?" Sungguh Aryesta kesal pada Aleandra yang terlihat tak peduli.Dengan mantap Aleandra menganggukan kepalanya, "Iyalah. Lagipula ngapain aku talak dia? Selama dia patuh dan enggak pernah bikin kesalahan. Tentu saja aku enggak punya hak menalaknya, Ar."Menatap mata sendu Aryesta saat mengatakannya, kemudian Aleandra kembali melanjutkan, "Aku bukan laki-laki berengsek yang akan mempermainkan sebuah pernikahan." Berhenti sejenak untuk mengambil napas, "Aku laki-laki yang bertanggung jawab, dan pernikahan kedua aku pun atas izin kamu, kan? Jadi harusnya kamu yang mikir sebelum akhirnya mengizinkan aku menikahinya dulu.""Aku hanya takut kalau Tisya hamil, Mas. Kamu juga takut akan hal itu, kan? Tapi setelah akad, aku baru tahu kalau kalian enggak pernah saling nyentuh," tukas Aryesta yang merasa telah ditipu mentah-menta
Lagi dan lagi, permintaan Aryesta pada waktu itu tak digubris oleh suaminya. Membuat perempuan yang sedang melamunkan nasibnya itu mulai lelah dengan sikap egois Aleandra padanya."Padahal ini sudah tiga bulan lewat. Tapi aku belum nemuin apa pun tentang rahasia Mama Ranti," gumam Aryesta dengan punggung bersandar di ruangan kerja miliknya. "Aku sudah cari di setiap sudut perusahaan yang memungkinkan dia menyembunyikan dokumen penting atau apalah. Tapi, tetap saja belum ketemu sampai sekarang."Jika seperti ini terus, mungkin Aryesta akan menyerah pada misi yang Kakak sepupunya amanatkan padanya. Karena selama tiga bulan terakhir mencari bukti, belum juga dia dapatkan jejak apa pun.Lama-lama Aryesta bisa mati kebosanan kalau begini terus. Ditambah lagi madunya yang tak pernah absen mengganggu ketenangan di kala dia bekerja. Membuat kepala Aryesta seolah hendak meledak saja.Seperti halnya saat ini, Tisya sudah tiba di perusahaan dengan menenteng tempat makanan dua susun untuk dia beri
Setelah menempuh perjalanan beberapa menit, akhirnya tiba juga di rumah sakit. Aleandra langsung ditangani oleh dokter, tetapi kondisinya semakin memburuk, untuk itulah Tisya mendorong punggung Aryesta ke depan, yang membuatnya mendelik."Enggak usah marah, Ar. Kamu kan sudah tahu, Mas Al bakal baikan kalu sudah diinfus dan kamu temani. Jadi sana masuk. Abis itu kita periksa ke dokter kandungan," suruh Tisya yang tangannya terus mendorong punggung Aryesta."Kenapa bukan kamu saja sih, yang masuk temani Mas Al di dalam? Aku kan, mau cuti siang ini," gerutu Aryesta yang merasa sangat keberatan. "Lagian ya, kenapa dia manja banget, sih? Bukannya tiap hari manja-manja juga sama kamu? Banyak drama kalian tuh!" Heran sekali Aryesta pada suami dan madunya ini, yang terlalu lebay."Bukannya banyak drama. Tapi nanti aku kasih tahu suatu rahasia, deh. Cuman sebaiknya kamu masuk saja dulu. Ajak ngobrol dan tanyain mau dia apa," saran Tisya yang sedikit membuat dirinya goyah. Melihat raut khawatir
Lalu Aleandra pun menjelaskan jika di perusahaannya terjadi keributan. Membuat Aryesta ikut terkejut dan mengajak suaminya itu untuk segera pergi ke perusahaan."Tapi aku tidak mungkin ninggalin kamu sama Dean di sini, Ar.""Kami ikut kamu, Mas. Urusan Maria kita serahin ke Ben saja, oke?" saran Aryesta yang langsung disetujui oleh suaminya itu.Akhirnya Aleandra pun segera menelpon Beni dan menyerahkan segala urusannya pada laki-laki itu. Sementara dia pergi ke perusahaan.Di perjalanan, Dean tersadar dan sedikit linglung, yang langsung disyukuri oleh orang tuanya.Aryesta memeluk erat tubuh putranya lalu berucap, "Maafin Mommy, Sayang. Karena Mommy lepasin tangan kamu tadi, kamu hampir saja diculik sama si Ulat bulu itu."Dean masih bingung, tetapi juga mengangguk dan balas memeluk sang ibu, dengan perasaan nyaman luar biasa.Aleandra yang ikut lega pun mengusap puncak kepala Dean, sambil tetap fokus pada kemudi, yang tersenyum kala sedetik tatapan ayah dan anak itu saling bertautan.
Mobil yang Maria kendarai menabrak motor tersebut, membuat berteriak dan membanting setir kemudi, hingga berakhir menubruk batang pohon besar, dan membuatnya tak sadarkan diri.Orang yang lalu lalang langsung mendekat, dan memanggil ambulance juga pihak polisi untuk segera datang ke tempat kejadian.Hingga kerumunan itu menyebabkan kemacetan, dan membuat Aleandra yang hendak melewati jalur tersebut mengumpat kasar.Melihat suaminya mencak-mencak, Aryesta pun memutuskan untuk keluar mobil dan bertanya pada warga sekitar."Ah itu, Bu. Ada mobil hitam tabrakan sama motor yang orangnya lagi mabuk. Kayaknya yang bawa mobil luka parah, tapi untungnya balita yang ada di mobil penumpang baik-baik saja, Bu."Ucapan salah satu warga yang menjawab pertanyaan Aryesta tentu saja membuatnya terkejut bukan main.Jantungnya berdebar-debar tak menentu, seraya melangkah menuju mobil yang bagian depannya sudah nyaris hancur.Detik itu juga mata Aryesta membulat sempurna, dan langsung berlari menuju pintu
Saat ini Aryesta dan Aleandra sedang berbelanja di supermarket untuk kebutuhan sehari-harinya. Bukan tak percaya pada asisten rumah tangga, tetapi keduanya sedang healing bersama putra mereka.Dan saat ini keduanya sedang berada di taman bermain, baru saja Aryesta mengambil dompet dari tas untuk mengangkat sebuah telepon, pada detik kelima dia berbalik langsung bertatapan dengan mata tajam Aleandra.Baru saja membuka mulutnya hendak bicara, tetapi ucapannya langsung tertahan."Di mana Dean, Ar! Kenapa kamu malah sibuk teleponan?!"Deg!Saat itu juga mata Aryesta menoleh ke samping kirinya dan melotot, ketika keberadaan putranya tiba-tiba hilang entah ke mana.Bukannya menjawab, Aryesta langsung panik dan berjalan ke sana kemari mencari Dean, yang lenyap seketika itu."Sialan! Siapa yang berani main-main denganku, hah?!" pekik Aleandra yang merasa jika ada yang tak beres dengan hilangnya putra mereka.Tanpa banyak waktu, Aleandra bergegas mencari keberadaan Dean, berpencar dari sang ist
Aleandra berdiri di balkon kamarnya, memandang langit malam dengan tatapan kosong.Ya, setelah kelahiran bayi Adam dan Dinda 3 jam yang lalu, Aleandra putuskan kembali ke rumah, melanjutkan sisa-sisa masalah yang sebelumnya sudah diurusi oleh Beni."Apakah bayinya setampan Dean, Mas?" ucal Aryesta seraya merengkuh tubuh suaminya dari belakang.Hal yang membuat Aleandra terlonjak saking kagetnya. Beruntung laki-laki itu mengenali aroma parfum yang menempel di kulit istrinya, sehingg tak berakhir dia banting, karena Aleandra sangat tak menyukai sentuhan lawan jenis, selain istrinya saja.Aleandra tersenyum dan menggelengkan kepalanya tak setuju, "Dean yang paling tampan, Ar. Kau tenang saja, di kemudian hari pasti Dean yang akan menang jika mereka terjebak cinta jajar genjang."Aryesta terkekeh mendengarnya sambil berjalan ke samping, dan menyandarkan kepalanya di lengan sang suami."Jadi namanya Bian Reganza, Mas?"Aleandra menganggukan kepalanya, lalu tanpa menunggu waktu yang lama unt
Maria melangkah pelan menuju punggung Dinda, sampai ....Bruk!"Argh!" teriak Dinda dengan tubuhnya yang sudah terjungkal ke depan, perut buncitnya pun menempel ke atas lantai dengan hantaman keras."Dinda!" Adam refleks membentak, melihat istrinya terjatuh dan mengerang di atas lantai.Sampai akhirnya dia sadar jika ada seseorang di belakang, yang sedang mematung tak percaya, dengan apa yang baru saja dia lakukan pada adik ipar dari Nyonya rumah ini."Kau ... dasar perempuan kurang ajar!" suara Adam menggelegar berat, lalu melangkah ke arah Maria hingga ....Bugh!Bruk!"Argh!" Maria meringis sata bahunya ditonjok dan disungkurkan dengan kekuatan penuh, membuat tubuhnya terpelanting di atas lantai, dan mengenai guji di dekatnya, membuat semua orang yang baru saja masuk rumah, langsung berhamburan mencari sumber suara.Semua orang menatap terkejut, saat Dinda terjatuh dan menangis, sambil menatap paha putihnya yang sudah dilumuri darah segar.Kemudian tatapan semua orang menoleh ke ara
Dada Maria berdebar keras, mendengar suara berat itu, suara yang sangat jarang dia dengar, kini laki-laki itu datang juga ke mansion tuannya.Maria masih mematung, dan belum membalikkan badannya, takut jika laki-laki itu mengadukannya pada sang Tuan, ataupun memprovokasi tuannya untuk memecatnya dari pekerjaan ini.Laki-laki yang ternyata adalah Adam, wakil direktur di perusahaan Alra Grup, sekaligus sahabat Aleandra itu pun berjalan 4 langkah, kemudian berhenti, tepat di depan Maria, membuatnya membelakangi Maria saat ini."Saya mengetahui niat busukmu itu, bahkan saya yakin, kalau sahabat saya juga sudah mengetahuinya. Dia diam hanya karena menganggap kamu bukan lawan sepadannya saja. Jadi jangan terlalu percaya diri, Maria."Perkataan Adam langsung membuat lutut Maria lemas, hingga tubuh Maria ambruk ke atas lantai, tetapi baru saja Adam hendak menoleh ke belakang untuk melihat kondisi Maria, dari arah dalam rumah muncullah seseorang."Sayang! Kamu berani gatel sama pengasuh kegatel
"J–jadi Tuan tahu kalau Maria itu ...."Ucapan Beni menggantung, dan menatap tuannya sedang tersenyum miring, diiringi anggukan kepala untuk membenarkan apa yang ada di dalam kepala Beni."Maria berhalusinasi terlalu tinggi, hingga bermimpi ingin menjadi Nyonya rumahku. Oh, sungguh menggelikan. Bahkan Maria belum ada seujung kukunya istriku, Ben," kekeh Aleandra, yang mentertawakan kelakuan absurd baby sister putranya.Namun,satu alis Beni terangkat, dan bingung dengan apa yang ada di dalam kepala tuannya pun kembali bertanya."Kalau Tuan tahu kelakuan perempuan kampret itu, kenapa Tuan belum juga mengusirnya?"Aleandra tersenyum singkat, lalu mengangkat kedua bahunya, "Seperti yang kubilang tadi. Aku cukup terhibur dengan kecemburuan istriku, dan sangat menyenangkan melihat kesulitan Maria, saat menghadapi ketantrumannya Dean."Beni cukup mengerti, dan memang cukup menghibur melihat Maria dalam kesulitan menghadapi Dean selama ini.Hingga akhirnya percakapan keduanya selesai, karena d
"I–ini tidak mungkin," lirih Aleandra yang masih tak percaya dengan diagnosa dokter tadi.Masih sangat terkejut, kini Aleandra duduk di bangku yang tersedia di luar ruang perawatan. Kemudian matanya menatap pintu kamar VVIP tempat istrinya beristirahat.Sibuk dengan lamunan, tiba-tiba saja seseorang menepuk bahu Aleandra, membuatnya sedikit terlonjak kaget, saat melihat Beni datang tanpa Dean.Berhubung ini rumah sakit, dengan usia Dean yang baru 3 tahun, membuat balita itu mau tak mau harus duduk manis di mansion mewahnya, ditemani Denia, juga Dinda untuk menjaganya, selama Aryesta belum diperbolehkan pulang."Saya minta maaf mengenai kejadian dua hari lalu, Tuan. Tapi yang jelas kami tidak memiliki hubungan apa pun selain Nyonya dan bodyguard-nya saja," jelas Beni membuka pembicaraan, karena laki-laki itu belum mengetahui hasil pemeriksaan medis sang Nyonya.Ada helaan napas dari Aleandra saat mendengar penjelasan tersebut. Karena sebetulnya dia pun tahu kebenarannya, setelah mengece
Meninggalkan Maria yang masih menyeringai di belakang, Aleandra sudah berjalan menjauh, menururni anak tangga, dan mata tajamnya menyapu ruang tamu yang lampunya sudah menyala.Dan entah kenapa perasaannya mendadak tak tenang, setelah mendapat aduan dari baby sister putranya tadi, mengenai keberadaan istrinya yang sedang berduaan dengan salah satu orang kepercayaannya, yaitu Beni."Aku tidak akan memaafkanmu kali ini, Ar. Kita lihat saja setelah ini apa yang akan aku lakukan padamu," cicit Aleandra dengan tangan mengepal kencang. Terus berjalan hingga kakinya berhenti di ambang pintu dan melihat sesuatu yang membuat dadanya terbakar api cemburu. Di depan sana ... Beni sedang memeluk pinggang istrinya, membuat Aleandra berteriak kencang."Apa yang kalian lakukan di sini, brengsek!"Bugh!Bugh!Bugh!Dengan brutal Aleandra menarik kerah kemeja Beni, lalu memberikan 3 pukulan pada laki-laki yang sudah sangat lancang menyentuh miliknya. Sialan!Gigi Aleandra bergemelutuk, saat bayangan