แชร์

Arogan

ผู้เขียน: Leo Nil
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2023-10-03 15:02:50

Aku tidak pernah menduga jika hal yang paling aku benci akhirnya terjadi juga.

Hari ini, pada tanggal 16 Desember 2021 Ayah tiba-tiba menyuruhku untuk segera mengemasi barang. Entah, kenapa dia melakukan hal mendadak itu tanpa memberitahu atau meminta pendapatku dulu. Yang pasti, alasan utamanya adalah agar aku tak membantah ucapannya.

Dengan rasa dongkol yang amat sangat. Kujejalkan asal semua pakaianku ke dalam koper berwarna abu itu. Tak lupa, aku juga mengambil beberapa barang yang aku perlu, sekaligus buku diary bergambar Winnie de Poo milikku.

Tin ...

Tin ...

Tin ...

Sial!

Ingin sekali aku mengumpat sekaligus menyumpah serapahi kelakson mobil di depan pintu. Tidak bisakah dua insan yang tengah berbahagia itu menghargai privasiku. Aku bahkan belum menemukan foto Ibu.

Tapi, mereka berdua dengan pikiran dan ego yang sedang diselimuti kabut cinta, seolah-olah mendorong diriku jatuh ke dalam jurang kehidupan.

Damn it!

Apalagi, suara teriakan dari Ayah yang menyuruhku segera bergegas membuat gendang telingaku hampir pecah.

Sial!

Sial!

Sial!

Aku sungguh membenci hari ini.

***

Dalam perjalanan yang amat membosankan ini. Kulihat jari-jemari Ayah bergerak mendekati tangan kanan Roselin dari kaca mobil.

Tak habis di situ, bak dua pasang sejoli yang dimabuk asmara mereka berdua pun tanpa rasa malu saling bertukar pandangan dengan kode yang aku sama sekali tidak tahu.

Jujur saja, itu membuat rasa mual seketika memenuhi rongga perutku. Naik ke atas kerongkongan, hampir saja menyembur. Jika saja, aku tak segera menenggak sebotol air mineral sembari memalingkan wajah ke arah jalanan aspal yang tampak sepi.

Aku bosan. Sangat malah.

Meskipun sudah memalingkan wajah melihat pemandangan jalan. Rasanya hatiku tetap saja kosong.

Lukisan alam yang kulihat sore ini benar-benar tak menarik minatku sama sekali. Bahkan, rona jingga yang akhir-akhir ini begitu memikatku. Tak membuat hatiku goyah juga.

Sebaliknya, aku semakin dan terus merasa jenuh di dalam mobil bersama mereka berdua.

Mungkin, hampir dua jam perjalanan dan berakhir dengan diriku yang tertidur lelap. Akhirnya, kami sampai juga ditempat tujuan.

Awalnya, kukira Ayah salah jalan atau sedang mengajakku pergi untuk bertamasya dengan menyewa hotel besar selama beberapa hari. Namun, kenyataannya aku salah.

Bangunan besar yang begitu menjulang dan menganggumkan ini rupanya kediaman Roselin.

Sebentar.

Biarkan otakku berpikir untuk beberapa saat.

Sejujurnya aku masih tidak yakin. Namun, saat kucubit bagian pipiku sendiri kemudian meringis pelan, karena merasa sakit. Aku baru sadar jika ini bukanlah mimpi.

Tapi, haruskah aku senang? Terlebih memiliki Ibu tiri sekaya raya Roselin. Apa ini bonus untuk anak baik seperti diriku? Atau Tuhan punya rencana lain yang tak terduga? Huft, yang pasti aku sungguh tidak tahu.

Di saat aku masih berdiri melamun di depan pintu. Ayah dengan santainya merangkul bahu Roselin mesra lantas menepuk pundak ku menyadarkan diri ini.

Tentu, aku yang ketahuan terkagum-kagum melihat bangunan yang begitu megah mirip istana langsung menggaruk bagian belakang kepala saat mendengar suara kikikan geli Roselin.

"Tak usah sungkan, lagipula ini rumahmu juga. Ayo Odyl, mari kutunjukan bagian dalam rumahku beserta isinya. Kau pasti akan sangat suka dan betah tinggal di sini. Apalagi saat melihat kamarmu nanti," tukas Roselin yang membuatku susah sekali menelan ludah.

Apa wanita ini sengaja, ingin merayuku?

Hey, aku bahkan belum lupa soal kejadian tempo hari saat pernikahan kalian kemarin. Aku masih dan akan terus mengawasimu. Ingat itu.

Tapi, aku tetaplah aku. Yang langsung mencair hanya karena disuguhkan pemandangan yang begitu memanjakan mata.

Saking tak sadarnya, aku bahkan menarik tangan Roselin untuk mengajakku sendiri berkeliling ke setiap sudut di dalam rumah mewah ini. Jangan lupakan, tanganku yang sudah bergelayut manja di lengan kanannya. Membuat, diriku mendapat lirikan tajam dari Ayah yang cemburu.

"Pelan-pelan Odyl, kau bisa melukai Roselin nanti!" pekik Ayah yang tak kugubris sama sekali.

Apanya yang melukai? Toh, Roselin tampak begitu senang saat aku bergelayut manja mirip orang utan begini.

Wanita berambut sebahu itu sama sekali tak melayangkan protes ataupun menampilkan raut tak suka di wajahnya. Sebaliknya, mataku malah disuguhi senyum lebar nan ceria miliknya.

Bisa dibilang, Roselin sangat menyukai diriku. Mungkin.

"Ayah terlalu posesif! Bilang saja, Ayah cemburu padaku, ya 'kan?"

Sengaja kulontarkan kata-kata itu. Ingin melihat reaksi Ayah yang kelihatannya sudah menahan diri sejak tadi. Itu terlihat dari lubang hidungnya yang kembang-kempis sejak beberapa saat yang lalu.

Sungguh, lucu. Kapan lagi ya, kan, melihat Ayah berekspresi begitu?

"Odyl!"

Nah, kan. Apa kubilang barusan. Ayah pasti akan terpancing dengan ini.

Hampir saja aku berjengkit kaget, saat pria tua itu berusaha menggapai diriku. Namun, suara Roselin sekaligus tatapan matanya yang mengarah ke pintu depan membuat kegiatan kami detik itu juga terhenti.

"Jay, kau sudah pulang?" tanya Roselin yang langsung membuat kepalaku menoleh ke arah pintu secara spontan.

Di sana, tepatnya di ambang pintu masuk. Kulihat seorang pemuda yang begitu tinggi dengan ransel berwarna navy menggantung di pundak sebelah kiri.

Kulitnya sedikit putih, tampak kontras dengan warna bibirnya yang pink alami. Lalu, potongan rambutnya mengikuti tren anak-anak milenial masa kini, yang sempat kupikir itu gaya rambut playboy kelas kakap.

Hanya saja, penampilannya tampak acak-acakan dan tak mencerminkan jika dia anak orang kaya. Satu lagi, ada apa dengan tatapan matanya itu?

Entah hanya perasaanku saja atau ini memang benar adanya. Sorot matanya yang tajam itu amat menusuk sampai-sampai bisa meremukkan tulangku jika terlalu lama menatapnya.

Sekitar dua detik lebih sedikit, mata kami saling pandang. Tentunya, dengan diriku yang lebih dulu memutuskan kontak mata dengan melihat ke arah lain di detik berikutnya.

"Jay!"

Kudengar Roselin memanggil namanya sekali lagi. Kali ini intonasi suaranya sedikit meninggi. Tapi, pemuda bernama Jay itu tak menggubrisnya sama sekali.

Dia malah berjalan ke arah lain, seolah-olah tak melihat keberadaan kami di sini. Bahkan, Jay tak ada niatan menegur atau sekadar berbasa-basi dengan Ayah.

Pria jangkung itu melenggang begitu saja, menaiki anak tangga tanpa memperdulikan kami maupun panggilan Roselin.

Geram dengan tingkah Jay, kudengar Roselin memanggil lagi. Kali ini, sangatlah berbeda dengan tadi. Suaranya yang memang tegas semakin lantang berbunyi dengan nada yang begitu menusuk.

"Siapa yang mengajarimu kurang ajar begitu! Harusnya kau mengerti tata krama pada tamu, bukannya melenggang masuk dengan angkuh begitu. Dengar, Ibu itu menyekolahkanmu agar tahu etika, bukannya malah bersikap seenaknya! Lagi pula, sekolah juga perlu biaya, kau kira Ibu tak banting tulang untuk sekolahmu itu, huh?!" maki Roselin yang membuatku kaget bukan main.

Hanya saja, itu tak berlaku pada Jay. Memang, ucapan Roselin barusan berhasil membuat langkah kakinya terhenti di anak tangga kelima.

Tapi, respon dari Jay benar-benar diluar ekpestasiku.

"Hhh, kau pikir aku peduli? Urusi saja suami barumu itu wanita jalang! Aku pergi," katanya dengan tangan melambai, tanpa memalingkan wajah ke arah kami.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Dicintai Kakak Tiri Posesif   Jejak Bayangan

    Langit mendung menggantung rendah di atas sekolah pagi ini, menggambarkan persis bagaimana rasanya berjalan ke neraka setiap hari. Begitu aku melewati gerbang, bisikan-bisikan itu langsung menyambutku, mencabik-cabik ketenangan yang sejak tadi pagi aku coba bangun."Lihat, pembunuhnya datang," suara seorang gadis memekik dari lorong sebelah.Aku menunduk, mencoba tak peduli. Tapi bisikan-bisikan itu seperti belati yang menghujami punggungku."Jangan dekat-dekat sama dia, nanti lo juga jadi korban," bisik yang lain, disusul tawa sinis teman-temannya.Aku menguatkan langkahku, mencoba mencapai kelas sebelum sesuatu yang lebih buruk terjadi. Tapi harapanku pupus ketika Doni, salah satu siswa yang paling sering menggangguku, muncul di tikungan."Hei, Odyl," katanya, senyumnya menyeringai seperti iblis.Aku ingin kabur, tapi tubuhku menegang.Menjadikanku hanya bisa berdiri diam ditempat."Lo pikir, lo bisa lolos dari ini semua?" dia melangkah mendekat, mendorongku ke dinding."Bukan Odyl p

  • Dicintai Kakak Tiri Posesif   Pembunuh

    Aku masih mengetuk pintu kamar kakak tiriku ini dengan kerasnya. Berharap jika pria tampan berparas malaikat itu segera membukanya dari dalam sana.Namun, lagi dan lagi. Usaha yang aku lakukan tak mendapatkan apapun. Malah Roselin tiba-tiba menarik pergelangan tanganku dengan kencangnya, hingga membuat tubuhku seketika berputar, menjadi menghadap ke arahnya yang kini menatap wajahku marah."Odyl!" bentaknya keras, yang membuatku detik itu juga tersentak saking kagetnya.Sebab, ini kali pertama aku melihat Roselin menatap mataku begitu penuh emosi. Hingga rasanya aku tak sanggup membalas tatapan matanya yang tajam itu."Kenapa kamu susah sekali diatur, sih? Dan satu lagi, berhenti bertanya soal Jay. Karena dia sudah tidak tinggal lagi di rumah ini!" Tidak ada kebohongan dibalik kata yang Roselin ucapkan padaku. Justru, aku makin merasa jika ibu tiriku ini benar-benar sangat marah sekali, serta tak peduli. Tapi, kenapa?Memang apa yang sudah Jay perbuat, selama aku tak sadarkan diri se

  • Dicintai Kakak Tiri Posesif   Cemas

    Aku terduduk di atas kasur dengan pandangan mata kosong menatap ke arah luar jendela. Yang tanpa sadar mengulang kembali memori dimana aku hampir mati malam itu. Mungkin ini sudah tiga hari semenjak acara camping keakraban tempo hari. Yang membuat Ayah dan Roselin, langsung melarangku untuk tidak pernah ikut lagi dalam acara sekolah apapun itu. Terlebih jika ada kegiatan di luar ruangan. Mereka berdua menjadi overprotektif dalam sekejap. Apalagi saat melihat kondisi kakiku yang bengkak dan baru terlihat sembuh beberapa hari kemudian. Ayah dan Roselin, entah mengapa menjadi lebih ketat.Lalu soal Jay? Aku belum melihat batang hidungnya semenjak kejadian dia menggendong tubuhku untuk keluar dari hutan, sampai detik ini. Fyi, apa jangan-jangan dia merasa bersalah karena gagal menjaga aku? Sampai diberi hukuman oleh Ayah dan Roselin juga? Namun, jika melihat karakternya yang suka melawan, harusnya sih, Jay masa bodo.Ah, sial! Aku jadi merasa khawatir. "Odyl!" Kulihat pintu kamarku d

  • Dicintai Kakak Tiri Posesif   Rintik Hujan

    "Katakan padaku, siapa yang melakukan ini padamu?" Pertanyaan singkatnya itu, seketika membuat tangisanku pecah. Aku tidak tahu, kenapa bila bersama dengan Jay. Aku menjadi sosok yang begitu lemah dan manja. Seolah-olah aku sedang menunjukkan jati diriku padanya, jika yah, ini aku, seorang gadis tujuh belas tahun yang benar-benar butuh kasih sayang. Bukan seperti Odyl yang kebanyakan orang kenal, jika aku ini anak yang ceria dan suka ikut campur dalam urusan orang lain. Terlebih lagi, dalam urusan menegakkan keadilan. Seolah-olah, Jay itu sesuatu. Yang mampu membuatku menunjukkan sikap asliku. Yakni, salah satu sikap yang memang tak pernah aku tunjukkan pada siapapun, bahkan ayahku sendiri.Kulihat dia masih menatap wajahku lekat, tanpa sekalipun ingin mengalihkan perhatiannya itu barang sedetik pun dariku. Kedua tangannya juga terulur, yang dengan cepat menangkup wajahku supaya tetap menatap lurus ke arah kelereng hitamnya itu, yang jika semakin kuselami dalam-dalam, aku tak tahu

  • Dicintai Kakak Tiri Posesif   Halusinasi?

    Aku terbangun saat merasakan rintik hujan membasahi permukaan pipi. Juga karena bunyi gemuruh petir yang cukup memekakkan gendang telinga. Entah sudah berapa lama aku tak sadarkan diri, namun saat aku mencoba melihat sekeliling. Rupanya aku masih berada ditempat yang sama, dimana aku jatuh dan mulai kehilangan kesadaran diri. Hal pertama yang memaksa semua panca inderaku bekerja bukan hanya dari sentuhan tetesan hujan. Melainkan karena rasa sakit yang masih sangat terasa diarea kaki, hingga menggeser posisi pun begitu sulit bagiku. Meringis pelan, aku mencoba sebisa mungkin untuk mengatur posisi tidurku menjadi setengah duduk. Dengan cara menyeret tubuh ini ke arah akar pohon yang mencuat keluar, sebagai tempat untuk menyandarkan punggung. Kulihat langit makin menggelap, selain karena tertutup mendung. Sepertinya malam hampir tiba. Hal yang tiba-tiba mengingatkanku dengan keadaan sebelumnya. Jika benar ini hampir petang, itu berarti aku sudah seharian tak sadarkan diri di sini. S

  • Dicintai Kakak Tiri Posesif   Ibu, Tolong!

    "I love you, Odyl." Siapa? Cowok yang tiba-tiba membisikkan kata-kata seperti itu ditengah bisingnya sekitar. Cowok yang dengan lugunya mengambil kesempatan dalam kesempitan, dan bersembunyi didalam gelap malam.Jujur, aku masih memikirkannya sampai detik ini. Kejadian semalam yang kuanggap layaknya sebuah mimpi manis. Tiba-tiba membuat pagiku yang biasanya cerah tanpa beban. Berubah sedikit mendung dengan berbagai macam pemikiran.Jelas, aku masih memikirkannya. Bahkan saat, guru sedang menerangkan beberapa penjelasan tentang games yang akan dilakukan pada pukul 09.00 nanti. Pikiranku seolah-olah tak berada di tempat ini.Walaupun begitu, aku masih saja bersikap seolah-olah aku mendengarkan semua penjelasan beliau dengan baik, dari awal sampai akhir. Sekitar sepuluh menit setelah pengumuman tadi, kami dikumpulkan kembali ditengah lapangan tempat api unggun semalam. Untuk dibagi menjadi beberapa regu yang berisikan dua sampai tiga orang anggota. Kudengar sih, akan ada acara jelaja

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status