Share

Ini Dapur pah

Jhonatan kesakitan di dalam kamar, setelah rasa sakitnya mereda di melihat keluar rumah dan ternyata mobil pak Ruslan sudah tidak ada, Jhonatan berprasangka bahwa Gabriel pasti pergi bersama papanya.

"Ah, sial!" Ujar Jhonatan sambil menggeplak laci di kamarnya.

Ia membaringkan tubuhnya kesal karena hasratnya tidak terpenuhi, akhirnya Jhonatan memutuskan untuk pergi menemui Dina agar ia bisa menyalurkan hasratnya yang sudah menggebu.

Dibalik itu Gabriel sudah berada di rumah pak Ruslan, ia masih terisak dalam tangisnya.

"Gabriel istirahat lah terlebih dahulu nanti kita makan malam bareng," ujar pak Ruslan.

Gabriel hanya mengangguk kemudian masuk ke dalam kamar yang sudah di sediakan bahkan kamar itu adalah tempat dimana Gabriel baru mengetahui keberadaan rumah asli pak Ruslan.

Berselang beberapa menit bi Ita datang mengetuk pintu dan menemui Gabriel.

"Non, mau mandi air hangat?" Tanya bi Ita.

"Emm boleh bi," jawab Gabriel.

Bi Ita pun menuntun Gabriel untuk pergi ke tempat pemandian air hangat di rumah tersebut, akan tetapi saat Gabriel masuk ke ruangan pemandiannya, bi Ita langsung menutup pintu rapat seperti di kunci.

Gabriel heran namun tidak terlalu memikirkan hal itu, ia pun memakai handuk putih dan melepas semua pakaiannya.

Saat ia berjalan menuju bak air panas ia kaget karena melihat punggung seorang pria dari belakang yang sudah berendam di bak tersebut.

"Tenanglah, ayo kemari manjakan dirimu," ucap pria itu.

"Apa? Itu terdengar seperti suara pak Ruslan," ujar Gabriel dalam hati.

Gabriel ragu untuk mendekat, ia memutuskan untuk keluar saja akan tetapi saat ia hendak membuka pintu, rupanya pintu tersebut telah di kunci.

"Bi? Bi Ita?" Teriak Gabriel sambil menggedor-gedor pintu.

"Gabriel tenang lah, bi Ita gak akan membuka pintu sebelum papa menyuruhnya," ujar pak Ruslan yang sedang berendam.

"Papa?" Tanya Gabriel.

"Iya ini papa jangan takut, di rumah ini tidak akan ada siapa-siapa, ayok kemari lah," ajak pak Ruslan.

Gabriel yang ragu hanya berdiri saja ia takut akan terjadi hal yang tidak wajar antara dirinya dengan mertua nya.

"Kamu yang akan ke sini, atau papa yang harus menjemput mu ke sana?" Tanya pak Ruslan tidak sabaran karena menunggu Gabriel datang.

"Gak usah pa, aku bisa ke sana sendiri kok," jawab Gabriel sambil perlahan-lahan melangkahkan kakinya.

Sesampainya di hadapan bak mandi, ia membelakangi pak Ruslan karena takut untuk melihatnya.

"Gabriel, kemari, jangan membelakangi papa, papa tidak akan mencelakai kamu papa juga tidak akan menyakiti kamu seperti yang Jhonatan lakukan padamu," ujar pak Ruslan dengan suara yang berat.

Perlahan Gabriel membalikan badan dan melihat pak Ruslan yang telanjang dada, ia menundukkan pandangan nya sambil masuk ke dalam bak yang bundar dengan ukuran agak besar tersebut dengan handuk yang menutupi tubuhnya.

Ia melirik pak Ruslan, terlihat pak Ruslan tersenyum sambil menatap nya, hal itu membuat ia merasa agak takut

Perlahan pak Ruslan mendekati Gabriel. Ia ingin melihat Gabriel dengan sangat dekat, Gabriel hanya memalingkan muka.

"Gabriel, papa bisa membuat mu seperti bulan yang bersinar," ucap pak Ruslan sambil meraba tangan Gabriel.

Gabriel kaget mendekat ucapan mertuanya, bagaimana bisa mertuanya tahu bahwa sebelumnya Gabriel pernah berkata seperti itu.

Pak Ruslan mulai nakal, ia menggenggam tangan Gabriel kemudian meletakan tangan Gabriel ke dadanya yang berbulu.

"Gabriel, lihat papa," ujar pak Ruslan dengan tatapan sayu.

Gabriel perlahan melirik pak Ruslan, mereka bertatap mata jantung Gabriel kini berdebar kencang, selang beberapa detik pak Ruslan dengan sengaja mengelus-eluskan tangan Gabriel ke dadanya, perlahan wajahnya semakin mendekat dan mendekat.

"Hentikan papa!" Gabriel takut, ia segera melepaskan tangan yang di genggam pak Ruslan dan langsung keluar dari bak mandi.

"Maaf pa, aku gak bisa," ujar Gabriel menundukkan kepala kemudian berlari menuju pintu.

"Bi, buka pintunya aku udah selesai!" Gabriel berteriak panik.

Bi Ita membuka pintu Gabriel pun keluar ia segera masuk ke dalam kamar, bukannya langsung berpakaian ia malah melepas handuknya dan langsung masuk ke dalam selimut.

"Apa? Apa yang mau papa lakukan? Dia seperti menggoda ku," ujar Gabriel pada dirinya sendiri.

Ia pun tiduran terlentang, membuka selimut yang menutupi wajahnya sambil membayangkan kejadian beberapa detik yang lalu.

"Tapi kalau di lihat-lihat papa ganteng banget, ahh aku baru saja mengelus dadanya yang berbulu itu, papa sangat berkarisma aku hampir tidak percaya umurnya 44 tahun."

"Eumm sebaiknya, aku harus lebih berhati-hati, untuk sementara waktu seperti nya aku harus tinggal di sini dulu," ujar Gabriel pada dirinya sendiri.

Di tengah melamun nya tok! Tok! Tok! "Non, ayo makan malam!" Bi Ita di depan pintu kamar Gabriel.

"Eumm iya bi, nanti sebentar lagi nyusul!" Gabriel membalas seraya bangun dari tempat tidur dan langsung mengambil piyama yang ada di dalam lemari kamarnya, ia menata rambut kemudian turun menuju ruang makan.

"Gabriel ayok sini, kok malah bengong," ujar pak Ruslan karena melihat langkah Gabriel yang terhenti.

"Eumm, i, iya pa," jawab Gabriel gugup.

Ia merasa canggung setelah kejadian di kamar mandi tadi, walaupun begitu pak Ruslan nampak biasa saja seperti tidak ada yang pernah terjadi.

"Kamu, harus makan yang banyak, jangan sedikit-sedikit nanti kamu jadi kurusan lho," ujar pak Ruslan sambil memberikan alas ke piring Gabriel.

"Makasih pa," timpal Gabriel.

Mereka pun makan malam berdua, setelah selesai, mereka saling lirik seolah ingin bicara sesuatu namun tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut mereka, mereka berdua hanya saling tatap mengangguk kemudian bubar, masuk ke kamar masing-masing.

"Heumm canggung sekali," ujar Gabriel setelah berhasil masuk ke dalam kamar, ia teringat senyuman pak Ruslan sebelum mereka berpisah barusan.

"Ahhh ganteng banget!" jerit dalam hati Gabriel, membuatnya salah tingkah kegirangan, ia berlari dan melompat ke atas kasur menarik selimut.

Pak Ruslan yang berada di dalam kamar, mengambil sebatang rokok, membakar nya dan menghisapnya seraya berjalan menuju balkon dari kamarnya.

Kebetulan posisi kamar pak Ruslan bersebrangan dengan kamar Gabriel membuat pak Ruslan bisa melihat luar kamar Gabriel.

"Apa dia sudah tidur?" Pak Ruslan bertanya dalam hatinya.

Setelah sebatang rokok itu habis, ia mengambil sebuah kotak hitam dari lemarinya kemudian membawanya pergi dari rumah tersebut, entah kemana.

Sedangkan Gabriel sudah tertidur lelap.

Malam pun berlalu, Gabriel bangun dari tidurnya "ahhh tidurku nyenyak sekali," ujar Gabriel sambil menggeliat.

Ia beranjak dari kasurnya berjalan menuju balkon, ia melihat ke bawah rupanya ada sebuah kolam renang.

"Eum aku pengen berenang, ahh tapi nanti aja deh ini masih pagi, dingin banget," ujarnya sambil menatap ke arah kolam renang tersebut.

Saat menikmati udara segar di pagi hari, tiba-tiba saja ia teringat suaminya "kira-kira mas Jhonatan lagi ngapain ya? Apa dia gak nyariin aku?"

"Ahh biarin, lagian aku juga udah terlanjur sakit hati sama mas Jhonatan paling dia lagi sama si Dina Dina itu, hemm," ujar Gabriel sambil manyun kesal atas kelakuan suaminya.

Gabriel berbalik badan menuju kamar mandi untuk menyegarkan diri. Selesai mandi ia membuka kembali lemari yang sudah di sediakan pak Ruslan, isinya sangat lengkap membuat Gabriel merasa nyaman bahkan beberapa pakaian yang belum pernah ia pakai sebelumnya membuatnya merasa sangat senang.

Ia menyisir rambut kemudian merapikannya, ia duduk sambil memandangi wajahnya yang berhadapan di pantulan cermin.

"Sebenarnya aku ini cantik atau jelek si sebagai cewek, kayak aneh aja gitu kok bisa mas Jhonatan gak mau nyentuh aku, ahhh udah ahh lupain si Jhonatan Jhonatan itu, gak ada yang namanya Jhonatan! Gak ada! Gak ada!" Gabriel mempertegas ucapannya pada dirinya sendiri.

Ia pun keluar kamar, turun ke bawah menuju dapur ia ingin memasak sesuatu, akan tetapi langkahnya terhenti di ruang tengah saat pak Ruslan masuk sambil memegang tangannya yang nampak berlumuran cairan merah.

"Papa?" ucapnya pelan. Ia pun menghampiri pak Ruslan karena kaget melihat kondisi tangannya.

"Papa dari mana? Kenapa tangan papa berdarah? Apa yang terjadi pa?" Gabriel panik.

"Papa gak papa, tadi gak sengaja nyobain gunting pemotong rumput ehh malah kena tangan," jawab pak Ruslan terdengar tidak masuk akal.

"Ya udah papa duduk dulu, aku ambilkan obat P 3K," ujar Gabriel yang langsung berlari mencari bi Ita untuk dibantu mencarikan obatnya.

Setelah obatnya di temukan, ia segera mengobati luka goreng di tangan pak Ruslan.

"Eum pa, kalo sakit bilang ya pa," ujar Gabriel sambil mengobati.

"Gabriel, apa kamu khawatir?" tanya pak Ruslan lembut.

Namun Gabriel menguraikan hal itu, ia pun balik bertanya.

"Kok papa pagi-pagi udah motongin rumput si pa? Kan ada itu tukang kebun."

"Eumm ya tadinya papa mau nyobain aja," jawab pak Ruslan santai.

"Tapi kok, pakaian papa rapi banget, kayak abis pergi dari mana gitu?" Sambung Gabriel.

"Ia karena papa tidak mau kamu melihat papa dengan penampilan yang acak-acakan, makannya papa pagi-pagi udah rapi," jawab pak Ruslan kalem.

"Heummm mencurigakan, alasannya gak masuk akal, apa pak Ruslan abis dari luar ya? Tapi kok bisa terluka kayak gini? Ahhh entahlah," ujar Gabriel dalam hati.

"Udah beres pa, aku mau ke dapur dulu bantuin bi Ita masak," ujar Gabriel sambil membereskan kotak obat.

"Iya, kamu hati-hati masaknya, jangan gegabah papa takut kamu terluka," jawab pak Ruslan.

Gabriel hanya mengangguk sambil berjalan menuju dapur dalam hati ia bergumam "eumm papa lebih perhatian dari pada Jhonatan."

"Bi, aku bantu ya, udah lama juga aku gak masak," ujar Gabriel.

"Jangan non, nanti tuan marah biar bibi aja," jawab bi Ita.

"Kok marah? Tadi pak Ruslan juga tahu kok bi aku mau bantuin bibi masak tapi pak Ruslan biasa aja, dia ngizinin kok bi," balas Gabriel sambil tersenyum.

"Ya udah kalo gitu, hati-hati non," ucap bi Ita.

Di saat sedang asyik memasak bi Ita pergi untuk membeli sayuran yang terdengar lewat di jalan depan rumah.

Gabriel asyik memasak, namun tiba-tiba dari belakang Gabriel ada tangan yang memeluknya dan melingkar di perut nya.

"Papa?" Gabriel kaget sambil melirik ke arah belakangnya, ia terdiam terpaku dalam posisi itu.

"Kamu lagi masak apa? Baunya harum sekali sampai ke cium ke ruang tengah," tanya pak Ruslan lembut.

"Eumm masa sih pa? Ini pa aku lagi masak makanan kesukaan papa," jawab Gabriel.

"Emang apa makanan kesukaan papa?" Tanya pak Ruslan.

"Rendang," jawab Gabriel singkat.

"Kok kamu tahu? Pasti bi Ita nih yang bocorin," sambung pak Ruslan.

Kemudian Gabriel mengangguk sambil berkata "iya."

Pak Ruslan tersenyum mendengar Gabriel memasak makanan favoritnya itu, ia mematikan kompornya.

"Lho pa kok kompornya di matiin?" Gabriel heran bertanya sambil melirik ke arah belakangnya yang mana pak Ruslan masih memeluknya dari belakang.

"Ini udah matang jangan lama-lama nanti rasanya terlalu lembek," jawab pak Ruslan.

Gabriel mengerti ia mengangguk-angguk paham. Pak Ruslan memutar tubuh Gabriel jadi berhadapan dengannya.

Hal itu membuat Gabriel kaget, mereka saling bertatapan.

"Pa? Eummm sebaiknya kita sarapan dulu, biar aku yang pindahin semuanya ke meja makan," ujar Gabriel sambil melepas tangan pak Ruslan.

Akan tetapi pak Ruslan enggan melepas tangannya, ia memeluk Gabriel melingkarkan tangannya di pinggang Gabriel kemudian mengecup lembut keningnya.

Deg!

"Apa ini? Kenapa jantungku berdegup kencang kayak gini?" Tanya Gabriel dalam hati.

Pak Ruslan menyentuh lembut pipi Gabriel dengan tangan yang berbalut perban. Tubuh Gabriel terkunci ia tidak bisa lagi mengelak tangan pak Ruslan yang memegang pinggangnya begitu erat.

Tatapan pak Ruslan terlihat sayu menatap wajah Gabriel, hal itu membuat Gabriel tersipu malu.

"Hentikan pa, ini di dapur," ujar Gabriel sambil menundukkan pandangan nya.

"Tenang saja, dapur ini milik kita tidak akan ada yang menganggu," jawab pak Ruslan lembut.

"Apa? Bagaimana kalau bi Ita masuk ke dapur setelah beres beli sayuran? Apa maksudnya dapur ini milik kita? Apa yang mau papa lakukan?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status