Bab 32Tak Tahu Malu"Kamu dong yang nyopir!" pinta Arsilla. Anton memainkan bibirnya sejenak."Pinter juga si Arsilla! Dia tahu saja mikir biar aman untuk jalan. Lagian juga memang kerena naik mobil!" ucap Anton dalam hati."Terus motorku?" tanya balik Anton. Hanya sekedar tanya, ingin tahu reaksi Arsilla."Titipkan aja di warung itu. Nanti diambil kalau kita sudah selesai! Gitu aja kok bingung!" jawab Arsilla seraya menunjuk salah satu warung. Anton tentu saja mengikuti kemana jari telunjuk Arsilla menunjuk. Kemudian Anton mencebikan mulutnya sejenak. Manggut-manggut pelan."OK, baiklah! Tunggu bentar, ya! Aku titipkan dulu motor ini. Nggak lama, kok!" ucap Anton. Arsilla menganggukkan kepalanya dengan pelan."Iya!" balas Arsilla. Tanpa ba-bi-bu lagi, Anton langsung menuju ke warung yang di tunjuk oleh Arsilla. Mengikuti saran dari Arsilla, untuk menitipkan motornya. Karena dia memang menginginkan pergi naik mobil. Karena memang terasa lebih aman dari pandangan orang.Arsilla seger
Bab 33Kamar Hotel No 33"Kami siap meluncur ke sana!" ucap Adam dalam sambungan telpon."Ok, aku tunggu, ya! Sudah aku share alamat hotelnya," balas Tamam."Sama-sama punya pasangan, kenapa juga mereka di hotel ya!?" tanya balik Adam. Tamam menghela napas panjang. "Tak perlu aku jawab, tapi aku yakin terkaan kita sama," jawab Tamam. Gantian Adam yang menghela napas panjang. "Pasti lagi ena-ena meraka. Astaga ... kan jadi ke sana arah pikiranku," balas Adam sok polos tapi geram. Tamam hanya bisa mengatur napasnya yang sebenarnya sudah sangat memburu. "Semua orang jelas mengarah ke sana. Bukan pasangan halal, tapi sama-sama punya pasangan. Ngapain lagi kalau nggak ena-ena itu yang mereka cari, sampai nyewa hotel segala," ucap Tamam. Adam mengatur napas yang ia ikut rasakan sesak. "Yaudah, aku sudah kabari Bu Laila. Sekarang aku ada di rumah mertua. Itu Pak Luyo juga sudah sampai. Aku kasih tahu mereka dulu!" pamit Adam. "Ok, segera ke sini, ya! Aku yakin kalau mereka mainnya di ho
Bab 34Live Streaming"Eh, eh, Mbak Razmi kok tumben live streaming ini!" kata salah satu tetangga mereka. Tetangga satu lorong. Emak-emak lagi pada ngerumpi di bawah pohon jambu. Niatnya mau ngelutis alias buat rujak. "Mana-mana?" tanya yang lainnya. Penasaran dan saling mendekat melihat latar pipih yang sedang di mainkan. "Eh, iya, loh ... nampaknya di hotel, ya? Hotel mana ini?" ucap dan tanya yang lainnya. Semua mengarah ke salah satu orang yang ngomong duluan masalah live streaming Razmi. "Hooh! Kayak mau gerebek orang, ya?" balas yang lainnya tak kalah heboh. "Ah, nggak puas, aku buka lewat hapeku sendiri saja lah, aku juga berteman kok dengan Mbak Razmi," ucap yang lainnya, karena nggak puas melihat hape satu dilihat ramai-ramai. Terasa sumpek dan sesak napas. Pokoknya tak lega. "Hooh, aku juga mau lihat pakai hapeku sendiri, aku juga berteman kok," balas yang lainnya. "Walau tak berteman, Mbak Razmi ini live publik, jadi bisa dilihat siapa saja, walau tak berteman sekali
Bab 35Lanjutan Live Streaming"Apa aku bilang, kamar 33 kan?! Nampak jelas kamar 33 itu di video!" ucap orang yang menerka kamar 33. "Woh, iya ... kamar 33! Ayoo dong cepetan dibuka kamar itu, nunggu apa sih? Kesuwen ...." sahut yang lainnya gemes. "Tadikan keponakan saya bilang minta kunci cadangan, jadi masih nunggu kunci cadangan! Sabar Bestie! Sabar!" jawab yang merasa Adam adalah keponakannya. "Owh, iya ... Lupa Bestie ... habis nggak sabar menunggu kamar 33 dibuka! Penasaran kamar hotel Jelita Asmara itu seperti apa. Belum pernah ke sana soalnya!""Huuuhh ... kelamaan! Langsung dobrak aja kenapa, ya! Guemes aku sama orang-orang di situ. Klemar-klemer!""Hooh ... kelamaan, keburu habis paket kuotaku nanti! Huuh ... mana penasaran udah naik ke ubun-ubun lagi! Eh, entah apa yang mereka pikirkan. Dobrak aja kenapa, sih?""Kalau habis nanti lihat di hapeku. Kuotaku masih banyak! Tenang Bertie! Tenang! Akan tetap bisa melihat live streaming Mbak Razmi. Seru banget!" "Lama banget
Bab 36Lanjutan Penggerebekan"Tenang Ibu-ibu semuanya! Tenang! Harap tenang! Kalau kalian nggak tenang, gimana saya mau mikir!" pinta Pak Kades Luqman. Karena emak-emak yang tadinya mau ngerujak, pada nggak jadi. Memilih berlalu menuju ke rumah Pak Kades. "Kami nggak bisa tenang, Pak Kades! Kami malu! Mualuuuuu mual dan malu!" balas yang lainnya. Mereka semua ada di halaman depan rumah Pak Kades. Persis orang demo yang sedang meminta haknya. "Hooh! Tenang gimana? Kayak gini nggak bisa tenang! Udah ngalah-ngalain ketemu Bank Titil yang nagih hutang tiap hari!" sahut yang lainnya. "Kami tenang kalau Arsilla dan Anton di usir dari desa ini. Mereka meresahkan! Takut suamiku nanti di goda saam Arsilla!""Setuju! Mereka memang meresahkan! Bukan hanya suami kita woy, tapi yang punya anak gadis juga resah, takut di godain sama Anton!""Iya betul! Dahlah ... nggak usah mikir lama-lama lagi Pak Kades, useeeerrrrrrr! Useeerr! Useeerr!" balas yang lainnya dengan nada suara tak kalah ngegas.
Bab 37Dendam MembaraDengan di bantu Tamam akhirnya Pak Luyo mengangkat istrinya. Malu tak malu, Pak Luyo meminta bantuan pada Tamam, walau Tamam sudah menjatuhkan talak kepada anaknya. Tamam saat ini memang marah sama Arsilla. Tapi dia sama sekali tak marah dengan orang yang telah melahirkan dan membesarkan perempuan yang telah memberikannya satu anak itu. Sebenarnya malu sekali Pak Luyo meminta bantuan kepada Tamam. Tapi dia tak tahu lagi mau minta tolong sama siapa. Bu Anna digeletakan di sofa hotel ini. Bu Laila dan Razmi mendekat. Ikut cemas juga dengan keadaan Bu Anna. "Adakah yang bawa minyak kayu putih?" tanya Pak Luyo. Dia sangat cemas memikirkan keadaan istrinya itu. "Saya kebetulan bawa minta kayu putih," jawab Bu Laila. Tanpa diminta lagi, Bu Laila segera mengeluarkan minyak kayu putih dari dalam tasnya. "Ini, Pak!" ucap Bu Laila seraya menyerahkan minyak kayu putih itu kepada Pak Luyo. Dengan cepat Pak Luyo menerima minyak kayu putih yang telah disodorkan itu. "Te
Bab 38Membabi Buta. "Bu, maafkan Arsilla!" ucap Arsilla seraya menundukan kepalanya. Tak berani dia menatap ke arah ibunya. Bu Anna pun juga sama. Tak mau juga menatap ke arah anaknya. Rasa kesal sangat menyelimuti. Bu Anna sudah siuman. Sekarang sudah ada di rumahnya sendiri. Semua yang lain juga sudah pulang. Masih dengan perasaan yang sama, berkemelut hebat. "Kenapa kamu ke sini?" tanya Bu Anna dengan nada suara ketus, kesal dan kecewa. Jadi satu. Arsilla menelan ludah sejenak. Sesak dadanya mendengar ibunya ngomong seperti itu. Pak Luyo memijat tangan istrinya. Diam. Tak mau menatap ke arah anaknya juga. Sama juga, rasa kecewa dan menyesal jadi satu. Melihat wajah anaknya, masih berkelebat bayangan saat penggerebekan tadi. "Tega kamu berbohong sama Ibu, Silla! Kamu bilang mau ke sekolahan Nabilla. Ternyata kamu malah berbuat mesum sama lelaki yang bukan suamimu! Kamu bilang Tamam memilih kerjaan dari pada datang ke sekolah Nabilla, ternyata kamu bohong!" ucap Bu Anna lagi. B
Bab 39Kelabakan"Nduk, makan dulu!" pinta Bu Laila kepada anaknya. Razmi. Sejak kejadian itu, Razmi memang belum makan. Tatapan matanya kosong. Bu Laila sengaja datang ke rumah Razmi. Untuk mengurus cucu-cucunya. Karena dia tahu, kalau Razmi sedang tak fokus pikirannya. "Razmi nggak lapar, Bu!" jawab Razmi pelan. Tapi masih cukup terdengar jelas di telinga Bu Laila. Bu Laila menelan ludah sejenak. Mengatur napas yang ia rasa sesak. "Kamu belum makan, Nduk! Makan dulu, ya! Perutmu itu harus diisi! Jangan sampai kamu sakit, kasihan anak-anakmu!" balas Bu Laila pelan. Memberikan penjelasan dengan pelan ke arah anaknya. Razmi menarik napasnya kuat-kuat, berharap bisa mengeluarkan batu besar, yang ia rasa sedang bersarang di dadanya. "Nggak lapar, Bu!" balas Razmi lirih. Air matanya sesekali masih bergulir. Karena panasnya hati, menyatu ke area mata. "Paksa makan, ya! Ibu ambilkan, walau sedikit harus tetap diisi!" ucap Bu Laila, masih kekeuh memaksa anaknya itu, agar mau makan. "