Rico membulatkan matanya terkejut melihat apartemen Alex. Sangat mewah, hanya itu yang ada di dalam pikirannya. Semua barang-barang yang ada di sana berkualitas tinggi. Dia menatap setiap sudut ruangan dengan penuh kekaguman. Siapa sebenarnya pria itu? Kenapa kehidupannya begitu sangat mewah? Padahal dia hanya menghabiskan waktu di club dan juga di meja judi. Namun, kenapa dia semua fasilitas yang sangat mewah? Apa dia adalah salah satu putra pejabat ternama? Tetapi siapa? Berbagai tanda tanya besar mulai bermunculan di pikiran Rico. "Bagaimana? Apa k suka?" Tanya Alex menghampaskan tubuhnya di sofa. "Apa ini apartemen kakak?" Tanya Rico penasaran. "Ya! Ini apartemen gue. Bagaimana menurut lo?" Tanya Axel sambil menuangkan anggur merah ke gelas. "Bagus. Kakak memang kereen." Rico duduk di samping Alex lalu meminum anggur merah yang di berikan Alex. "Apa lo mau apartemen ini jadi milik lo?" Tanya Alex tersenyum. "Maksud kakak?""Gue akan berikan apartemen ini untuk lo. Tapi deng
Perusahaan Debora Grup di kejutkan dengan kedatangan seorang wanita cantik bersama beberapa pengawalnya. Wanita itu langsung menerobos masuk ke ruangan CEO, tanpa memperdulikan ucapan para karyawan yang ada di sana. "Maaf, Nyonya. Tuan Heri belum tiba, tolong menunggu di ruang tunggu," Ucap Sinta, sekertaris Heri. "Maaf! Saya tidak menunggu kedatangannya," Ucap Naura tersenyum sinis. "Saya hanya ingin mengambil apa yang seharusnya menjadi milik saya." Naura terus melangkahkan kakinya dan memasuki ruangan Heri, ruangan CEO, PT Debora Grup yang seharusnya menjadi ruangannya. Melihat para pengawal Naura yang begitu menyeramkan, di tambah lagi dengan jumlah mereka yang cukup banyak, semua karyawan yang ada di sana hanya bisa diam. Para penjaga juga tida berani berkutik, mereka hanya bisa menghubungi Heri agar cepat tiba di kantor. Naura menatap ruangan itu dengan tatapan datar. Dia menatap setiap inci ruangan itu tanpa ada tertinggal sedikitpun. Hingga akhirnya pandangannya teralih ke
"Rico!" Suara teriakan Heri langsung menggema ketika barang yang dia cari tidak dia temukan. "Papa! Kenapa teriak-teriak?" Tanya Rita memijit keningnya yang terasa pusing karena teriakan sang suami. Dia menatap ruangan yang sudah berserakan dengan tatapan bingung. Entah apa yang di cari sang suami, sehingga membuat ruangan itu sudah seperti kapal pecah. "Dimana anak brengsek itu? Dimana dia?" Tanya Heri penuh amarah. Wajahnya merah padam, ditambah lagi dengan mata melotot yang ingin keluar. Sehingga membuat pria itu terlihat sangat menyeramkan. Rita yang melihat kemarahan sang suami hanya bisa diam tidak berkutik. Jujur dia merasa takut, karena baru kali ini dia melihat suaminya semarah itu. "Di ... Dia semalam pulang ke sini, tapi setelah itu dia pergi lagi," Ucap Rita terbata-bata. Brughh.... "Sialan. Cari dia sampai dapat!" Perintah Heri pada pengawal yang diam di depan pintu. "Baik, Tuan!" Para pengawal itu medunduk hormat lalu pergi untuk mencari keberadaan Rico. "Arghhh!
Naura menatap foto pernikahan papa dan mamanya dengan mata berkaca-kaca. Dia melihat di samping sang papa, ada seorang pria yang sangat dia kenal. Leon, itu adalah Leon suaminya saat ini. Berbagai macam tanda tanya besar langsung muncul di pikiran Naura. Kenapa suaminya hadir di pernikahan kedua orang tuanya, bahkan mereka terlihat sangat dekat. Namun, dia melihat ada yang aneh dari tatapan Leon di dalam foto itu. "Dia terlihat bahagia, tapi matanya," Batin Naura menatap lekat foto itu. "Aku harus cari tahu siapa dia."Dia mencoba masuk ke ruang kerja Leon secara diam-diam. Melihat suasana rumah yang sudah sunyi, membuat Naura semakin mudah untuk menyusup ke ruang kerja Leon. Dia menatap setiap sudut ruangan itu, tidak ada CCTV yang terlihat. "Apa mungkin di sini tidak ada CCTV-nya?" Batin Naura memastikan. Tidak mau membuang-buang waktu, Naura memeriksa setiap sudut ruangan itu. Dia juga memeriksa satu persatu dokumen yang ada di atas meja, tetapi tidak ada satupun informasi yang
Tuan!" Ucap Arga melihat Leon sedang duduk seorang diri di sudut bar sambil meminum anggur merah seorang diri. Pria itu duduk termenung sambil menatap ke arah panggung, di mana di sana begitu banyak pasangan yang sedang berdansa. Namun, dia memilih untuk minum seorang diri untuk memenangkan pikirannya. "Apa kau sudah melihat CCTV di ruang kerjaku?" Tanya Leon tanpa menatap ke arah Arga. "Itu!""Sudahlah! Sudah waktunya dia tau. Kita tidak perlu merahasiakan apapun lagi darinya." Leon membuang napasnya kasar lalu bangkit dari duduknya. Dia mengambil jasnya yang tergeletak di kursi samping, lalu membawanya secara asal. Walaupun sudah menghabiskan beberapa botol, tetapi dia tidak merasakan pusing sedikitpun. Minum minuman keras sudah seperti air putih saja. Arga hanya mengangguk lalu mengikuti langkah Leon. Leon benar, sudah waktunya Naura mengetahui semuanya. Jadi dia bisa melakukan apapun untuk membalaskan semua dendamnya. Arga melajukan mobil menuju ke rumah utama. Dia hanya dia
"Jadi tuan!" Naura menatap Leon dengan tatapan yang tidak bisa di artikan. Matanya memerah dan berair, akan tetapi dia tetap berusaha untuk membendung air matanya agar tidak terjatuh. "Maaf! Kau tidak akan pernah bisa mengantikan posisi Shella. Jadi kau harus tau posisimu," Ucap Leon singkat lalu melangkahkan kakinya meningalkan Naura. Dia pergi ke kamar untuk beristirahat tanpa memperdulikan keadaan Naura saat ini. Jantung Naura seakan berhenti berdetak mendengar ucapan Leon. Sakit, tapi tidak berdarah. Dia di nikahi bukan karena cinta, akan tetapi hanya di jadikan untuk balas dendam. Walaupun dendam itu juga ada hubungannya dengan dirinya. "Mama!" Naura langsung jatuh tersungkur sambil memegang dadanya. Air matanya mengalir dengan deras, di ikuti dengan suara isak tangis yang tidak sanggup dia tahan lagi. Dia sadar jika saingannya untuk mendapatkan hati Leon bukanlah wanita lain, akan tetapi sosok ibunya sendiri. "Papa! Kenapa rasanya sesakit ini? Apa aku tidak berhak unt
Di pagi hari Heri dan keluarganya di sambut dengan pemandangan yang tidak terduga. Melihat beberapa polisi dan juga wartawan mengelilingi kediaman mereka, Heri dan Rita hanya bisa terdiam ketakutan. Keadaan yang selama ini mereka paling takuti akhirnya tiba juga. "Pa! Kenapa polisi datang ke sini?" Tanya Rita menatap Heri yang sedang duduk meringkuk di sofa. "Kita tidak bisa kabur lagi. Polisi sudah mengepung semua tempat ini," Ucap Heri dengan tubuh bergetar. Harta dan kekuasaan telah membutakan mata hatinya, sehingga dia melakukan berbagai rencana licik untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Kini buah yang dia tanam telah siap untuk di petik, hingga akhirnya dia harus mempertanggung jawabkan semua yang dia lakukan selama ini. "Maaf, Tuan! Nyonya muda ingin bertemu," Ucap seorang pelayan menghampiri Rita dan Heri. "Maaf! Aku tidak punya waktu untuk menunggu," Ucap Naura menghampiri Heri tanpa menunggu persetujuan darinya. "Kau!" Heri menatap Naura dengan mata berkaca-kac
Heri duduk termenung di sudut ruangan yang begitu sempit. Ruangan yang begitu gelap tanpa ada lagi kemewahan, yang ada hanya ada satu kasur lusuh yang akan menjadi alas tidurnya. Hidupnya kini berubah drastis, dulu dia selalu di hujani kemewahan. Dia selalu bisa mendapatkan apa yang dia inginkan, bahkan begitu banyak orang yang datang untuk memujinya. Namun, itu semua hanya sebuah kenangan. Jangankan harta dan tahta, teman dekat ataupun sahabat sudah menjauh dan tidak perduli lagi. Di saat seperti ini dia baru sadar jika di dunia ini kita akan di sanjung jika memiliki uang. Sudah dua hati dia menekam di dalam penjara, akan tetapi tidak ada satupun orang yang datang untuk mengunjunginya. Jangankan membantu, menanyakan keadaannya saja tidak ada. "Ada orang yang ingin menemui Anda," Ucal seorang penjaga membuyarkan lamunannya. Mendengar ada orang yang mengunjunginya, Heri langsung terdiam mematung. Dia berpikir siapa orang yang tiba-tiba datang untuk menemuinya. Padahal pada saa