Share

Dikejar-kejar Brondong
Dikejar-kejar Brondong
Penulis: Leneva

Bab 1 Berakhirnya Pernikahan Sofie

"Aku minta cerai! Ceraikan aku secepatnya!"

Dua kalimat yang merubah kehidupan Sofie, seorang ibu rumah tangga dengan satu putra. Sebuah skenario kehidupan yang tidak pernah terbayangkan oleh Sofie, bahwa dirinya akan menjadi salah satu korban perselingkuhan dari sebuah pernikahan.

Mimpi membangun kehidupan bersama, hingga akhir hayat dengan Ardian, pria yang telah memberinya seorang putra, ternyata benar-benar hanya mimpi. Setelah tujuh tahun membina rumah tangga, Ardian mengungkapkan bahwa ia telah berselingkuh.

"Ada seseorang yang aku cintai, dia janda akibat KDRT," tutur Ardian bak petir di siang bolong.

Mendengar pengakuan Ardian, Sofie hanya mematung, tanpa bereaksi apapun. Hal ini membuat Ardian merasa jika Sofie tidak lagi mencintainya.

"Sof...."

"Sof? Sof?! Apa Ar?! Kamu mau ngaku kalau kamu selingkuh?! Selingkuh sama janda? KDRT?!" hardik Sofie dengan hati yang hancur berkeping-keping.

"Anu Sof, begini... de...," ucap Ardian terbata, tetapi belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, Sofie kembali menghardiknya.

"Kamu selingkuh sama janda, terus kamu mau bikin istri kamu ini jadi janda juga?!"

Mendengar Sofie memanggilnya tanpa sebutan kehormatan, emosi Ardian turut naik, "Sof! Tolong, aku masih suamimu! Sejak kapan kamu seenaknya manggil aku, kamu-kamu!"

"Sejak kamu ngaku kalau kamu selingkuh!" jawab ketus Sofie.

"Stop this nonsense! Mau kamu apa?" tantang Sofie.

"Aku bingung Sof," lirih Ardian.

"Bingung?! Kamu bingung? Waktu kamu memutuskan untuk mencintai perempuan lain, kamu pakai acara bingung, nggak?! Terus kenapa sekarang bingung?!"

"Sof, please."

"Look, I'm gonna make it easier for you. You have to decide, which one you'll choose. Me or that widow. Decide it!"

Itulah kalimat terakhir yang Sofie ucapkan kepada Ardian, sebelum ia memasukkan seluruh pakaian miliknya dan milik putranya ke dalam koper.

"Sof! Kamu mau kemana malam-malam begini?!" hardik Ardian sambil menahan tangan Sofie.

Tanpa menjawabnya, Sofie tetap pada keputusannya, untuk menyingkir dari Ardian secepatnya.

"Sof! Sofie! Kamu tidak boleh keluar dari rumah ini!" pekik Ardian.

Tetapi Sofie tetap tidak mengindahkan larangan suaminya. Setelah isi lemari dan meja riasnya kosong, ia segera beralih menuju ke dalam kamar Raffa. Putra semata wayangnya, yang masih duduk di taman kanak-kanak.

Lalu, Ia melakukan hal yang sama, yaitu memasukkan seluruh pakaian Raffa ke dalam koper, sebelum ia membangunkannya.

"Fa, bangun dulu. Kita pergi yuk," lirih Sofie di telinga putra semata wayangnya.

Sementara dalam kegalauannya, Ardian hanya melihat Sofie tanpa dapat berkata apa pun, bahkan ia tidak berusaha lebih untuk menghentikan kepergian Sofie.

Beberapa saat kemudian, Sofie dan Raffa pergi meninggalkan Ardian sendiri di rumahnya. Ardian memandang kosong di depan rumahnya, lalu berteriak, "Sofie! Itu mobilku! Kenapa kamu bawa juga?!"

Ardian pun berlari mengejar mobilnya, tetapi Sofie telah melajukannya dengan kecepatan tinggi, yang dalam hitungan detik, mobilnya telah menghilang dibalik tikungan.

Di dalam kegelapan malam, Sofie mengendarai mobil yang berasal dari negara matahari terbit itu, tanpa arah. Ia hanya mengikuti kemana hatinya membawanya, hingga ia terhenti di pinggir danau buatan, yang sering menjadi tempat pertandingan olah raga air.

Dilihat putra kecilnya telah terlelap, ia pun membelai lembut rambut Raffa. Lalu, Sofie membuka pintu mobilnya dan mengeluarkan badannya. Sofie berdiri di samping mobilnya dengan pintu terbuka. Ia memandang jauh dan jauh. Pikirannya masih tidak karuan, tetapi satu hal yang jelas, hatinya terasa sakit bagaikan ditusuk sembilu.

Sofie pun menangis sejadi-jadinya. Ia melepaskan semua rasa yang menyakitkan dengan isakan tangisnya di dalam kegelapan.

Tetapi tanpa ia sadari, ada seorang pria muda tampan yang melihatnya. Pria itupun mulai bertanya di dalam hatinya, apa yang membuatmu menangis? Apakah ada pria yang menyakitimu?

Sofie masih meluapkan kesedihannya hingga nafasnya tercekat. Sesak dan sesak, itulah yang ia rasakan. Tiba-tiba, sebuah tangan menjulur dengan menggenggam sebuah botol air mineral kemasan di depan Sofie.

"Silahkan diminum dulu, Mbak," ucap pria muda tersebut, dengan aksen yang cukup aneh terdengar.

Sofie pun memandang heran ke pemuda yang tak dikenalnya itu.

"Udah, ambil aja botolnya. Aman kok. Nggak saya masukin sianida, eh itu kopi, yak. Udah Mbak, tenang aja, segelnya masih rapat kok," ucap pria muda itu lagi.

"Makasih. Kamu ngeliat aku nangis, ya?" tanya Sofie kemudian, setelah menerima botol dan meminumnya.

"Ya mata saya masih normal, Mbak. Jadi saya, ya bisa lihat, kuping saya juga masih bisa dengar jelas, jadi saya juga bisa dengar Mbak nangis," jawab pria itu sambil memandang jauh ke danau.

"You know, Mbak. Siapapun atau apapun yang menyebabkan seseorang menangis, kalau dia ada di depan saya, pasti akan saya ...."

"Pukul? Kamu mau pukul orangnya?"

"Eeh nggak, sayang tangan saya kalau dipakai untuk mukul orang. Kalau ada orang yang bikin pasangannya nangis, saya akan bawa kabur pasangannya biar dia menyesal!"

Kalimat itupun berhasil membuat Sofie tergelak. Mendengar suara tawa dari wanita yang berdiri di sampingnya itu, membuat sang pria tersenyum.

"Well, nice to meet you. I'm Sofie."

"I'm Rakha and nice to meet you too. Tapi, kenapa kalau ketemu orang baru, pasti kata perkenalannya pakai to meet, kenapa bukan dengkul atau siku? Iya nggak, Mbak?" canda Rakha yang kembali membuat Sofie tergelak.

You look pretty when you're laughing, gumam sang pria sambil tersenyum.

Setelah Sofie puas dengan tawanya, ia dan Rakha terdiam dan menatap jauh ke danau.

"Mbak, apapun masalah yang Mbak hadapi saat ini, adukan semuanya ke Allah, biar Allah yang membereskannya. Kalau penyebabnya adalah lelaki busuk, biarkan ia di keliling kutu busuk yang berkembang biak di kasur dan bantalnya," seloroh Rakha.

Sofie pun tertawa tanpa henti, hingga ia melupakan rasa sakit yang menusuk hatinya. Melihat wanita cantik dengan hijab menupi bagian atas tubuhnya dengan sempurna, senyum Rakha kembali terukir.

Cantik. Kamu cantik, mbak. Sayangnya dia sudah pasti berusia jauh di atasku, gumam Rakha.

Lalu Sofie mulai menyadari, jika malam sudah semakin larut, setelah dilihatnya jam yang telah menunjukkan hampir pukul sebelas malam.

"Eh makasih ya, atas hiburan singkat dan traktirannya. Saya mau pulang," pamit Sofie.

"Eh iya Mbak, sama-sama. Mbak mau pulang ke mana? Perlu saya temenin nggak, udah malam bahaya kalau nyetir sendirian," ucap Rakha.

"Aku pulang ke Kayu Merah, nggak jauh lagi kok," jawab Sofie.

"Hmm gini deh, saya ikutin Mbak dari belakang, ya? Beneran deh, saya yang nggak tenang ngeliat ada perempuan yang pergi sendirian," ucap Rakha.

"Hmm ini saya malah jadi ngerepotin," tolak Sofie dengan halus.

"Nggak ngerepotin kok, Mbak. Mbak masuk deh, anginnya udah semakin kencang. Mbak tenang aja, nanti saya kawal Mbak pulang ke rumah."

Belum sempat Sofie merespon, Rakha kembali berucap, "Wah mimpi apa aku, sampai bisa ngomong kayak yang di film-film romantis yang bikin cewek klepek-klepek?! Prestasi baru! Yes!"

Sofie pun kembali tertawa untuk kesekian kalinya, rasa sakit di hatinya pun menguap perlahan karena pria muda yang dengan sukarela menghiburnya.

Beberapa saat kemudian, Sofie kembali mengendarai sedannya menuju rumah kedua orang tuanya, dengan diikuti dari belakang oleh Rakha yang mengendarai motor sport.

Malam yang semakin larut, membuat jalan ibukota terlihat lengang, sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai di tujuan.

Sofie menghentikan sedannya di depan rumah bertingkat berwarna putih dan sesaat kemudian pagar dibuka dari dalam. Seorang pria paruh baya pun memeluk Sofie dengan erat, sebelum ia menggendong putra Sofie untuk masuk ke dalam rumahnya.

Setelah Rakha memastikan keselamatan dan keamanan Sofie, ia segera berlalu di kegelapan malam. Tetapi, Sofie kemudian teringat akan sesuatu hal yang penting, sayangnya ia melupakannya.

"Eh, kok aku nggak minta nomor telponnya?!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status