Share

Bab 2 Kembali ke Rumah

Malam penuh kesedihan dan kemarahan, telah berganti menjadi pagi yang cerah, penuh dengan harapan baru. Teorinya begitu, tetapi sayangnya tidak terjadi pada Sofie.

Di pagi yang cerah ini, ia harus merasakan sakit kepala yang teramat sangat, dikarenakan kelelahan psikis yang dia alami semalam. Untuk itu, Sofie hanya berbaring di atas tempat tidurnya dan berharap sakitnya menghilang.

Sayangnya, teriakan Raffa yang memintanya untuk segera bangun membuat sakit kepalanya menjadi.

"Ibu, ayo bangun! Ayo, temenin aku makan!"

"Ibu, ayo! Aku sudah lapar!" rengek Raffa sambil menggoyangkan badan Sofie.

Dengan kepala yang terasa berat dan juga mata yang tidak mau diajak kompromi, Sofie berusaha untuk bangun. Sayangnya, kepalanya terasa semakin sakit, bagaikan dihujamkan ke dinding berulang kali.

"Fa, maafin ibu. Kepala ibu sakit sekali, Raffa bisa kan turun sendiri. Nanti minta tolong eyang untuk ambilin makanannya, kalau nggak ada eyang, kan bisa minta tolong bi Eni. Ibu mau istirahat dulu," ucap Sofie dengan suara yang lemah.

"Ibu sakit? Ibu sakit kepalanya? Mau aku ambilin obat?" tanya Raffa yang membaca kondisi sang bunda.

"Iya, kepala ibu sakit. Raffa mau ambilin obatnya?"

Raffa menjawabnya dengan menganggukkan kepala.

"Tolong ambilin paracetamol, ada di tas ransel ibu. Bungkusnya warna biru. Trus, sekalian ambilin roti keju, sama air di meja."

Dengan cepat, bocah mungil itu bergerak mengambil kebutuhan sang bunda dan kembali dengan kedua tangan yang penuh memegang permintaan Sofie.

"Ini Bu!" ucap Raffa sambil memberikan obat, roti dan botol air minum.

"Makasih, Raffa sayang," ucap Sofie sambil mengecup kening putranya.

"Mulut ibu panas," lirih Raffa dan bocah mungil itupun meletakkan telapak tangannya di kening Sofie, yang membuat Sofie terkekeh bercampur haru.

"Kamu kayak ngerti aja ibu kenapa. Kamu nanti kalau sudah besar, apa mau jadi dokter?"

"Mau! Biar aku bisa ngobatin ibu kalau ibu sakit," jawab Raffa penuh semangat.

"Tapi, ibu jangan sakit. Afa sedih kalau ibu sakit, soalnya ibu jadi nggak bisa kemana-mana, nggak bisa nemenin Afa main," ucap Raffa sambil memeluk erat Sofie.

"Iya Sayang, ibu juga nggak pingin sakit, tapi sekarang Allah lagi ngasih ibu sakit. Mungkin Allah lagi nyuruh ibu istirahat. Nah, sekarang Afa sarapan ya. Biar Afa sehat dan tambah kuat!"

Putra kecil Sofie pun kembali mencium pipi sang bunda, sebelum ia berlari kecil untuk sarapan, di lantai bawah. Melihat cucunya turun sendiri tanpa putri, ibu Sofie pun bertanya, "Lho, Raffa kok sendiri? Ibu mana?"

"Ibu sakit, Yangti. Kepala ibu panas banget! Tapi, tadi sudah Afa obatin," jawab Raffa.

"Ibu sakit? Trus, tadi Raffa sudah obatin pakai apa?"

"Obat para ... hmm Afa lupa nama obatnya, tapi tadi ibu sudah Afa kasih roti sama minum."

"MasyaAllah, cucu yangti ini memang pintar. Ya sudah, sekarang Raffa sarapan dulu ya, sekalian bareng yangkung. Yangti mau lihat ibu dulu, ya."

"Iya Yangti," ucap Raffa yang segera menuju meja makan.

Sementara itu, ibu Sofie menemui Sofie yang masih berbaring di atas tempat tidurnya.

"Kata Raffa kamu sakit?" tanya ibu Sofie sambil meletakkan telapak tangannya di kening putranya.

"Biasalah Bu, lagi pingin manja dan diperhatikan," canda Sofie.

"Tumben, biasanya galak. Hmm kamu sudah cek pakai termometer?"

Sofie pun menjawab dengan menggelengkan kepalanya.

Sang bunda segera mengambil termometer yang tersimpan di laci meja rias, lalu meletakkannya di ketiak Sofie. Beberapa saat kemudian, angka pada termometer pun menunjukkan suhu badan Sofie.

"Tiga puluh delapan koma tujuh, kamu demam. Ibu buatkan bubur ayam, ya. Oiya, nanti ibu bawakan madu juga. Sekarang kamu perbanyak istighfar, ya. Semoga sakit ini menghapus semua dosa."

"Aaamiin, makasih Bu," jawab Sofie sambil tersenyum.

Beberapa saat kemudian, ibu dan ayah Sofie asyik berbincang sambil menikmati sarapan bersama sang cucu dan setelahnya, mereka membiarkan Raffa bermain sementara mereka berbincang mengenai masalah rumah tangga Sofie.

"Sofie sudah cerita lagi, ada apa sebenarnya?" tanya sang ayah.

"Belum, biarkan dia tenang dulu. Lagian sekarang dia demam, pasti dia stress luar biasa, sampai badannya terdampak," jawab ibu.

"Hmm aku akan panggil Ardian kesini. Umur pernikahan mereka kan tergolong baru, belum sampai tujuh tahun, baru enam tahun beberapa bulan, kok sudah ada masalah sampai Sofie memutuskan pulang?"

"Eh, ini Ardian kirim pesan. Coba aku baca dulu," ucap ibu Sofie.

"Keraskan bacanya, saya mau tahu dia ngomong apa," pinta ayah Sofie.

Ibu Sofie pun mulai membacakan pesan dari suami putrinya, "Assalamu'alaikum. Bu maaf, bisa saya ke rumah? Saya khawatir sama Sofie, perasaan saya nggak enak. Sofie baik-baik saja kan, Bu?"

"Suruh dia kesini, bilang saja bapak mau bicara."

Ibu Sofie segera mengirimkan pesan, sesuai dengan permintaan suaminya.

Beberapa saat kemudian, ibu menghampiri Sofie dan berkata, "Sof, bapak tadi minta Ardian untuk datang. Bapak mau bicara sama suami kamu dan sebaiknya kamu dengarkan penjelasannya."

"Bu, aku nggak mau ketemu sama Ardian. Dengar namanya aja, sudah bikin aku mual."

"Kamu nggak perlu ketemu, kamu bisa mendengarkan penjelasannya dari balik dinding. Jadi kamu juga akan tahu, apa yang diucapkannya dan kamu juga bisa membantahnya kapanpun dianggap perlu," ucap ibu.

Sofie pun menjawabnya dengan tidak bersemangat dan berharap semoga masalah yang ia hadapi cepat berakhir tanpa menimbulkan masalah yang baru.

Matahari semakin meninggi, udara yang dihembuskan pun terasa semakin panas, begitu juga dengan suasana hati Sofie, yang memanas menjelang kedatangan Ardian si pengkhianat cinta. Ada satu hal yang ingin Sofie lakukan, sebelum Ardian tiba, yaitu menjauhkan putranya dari Ardian. Semua itu ia lakukan, karena ia tidak ingin, putranya mewarisi perilaku miring ayahnya.

Untuk itu, Sofie meminta Syifa, adik semata wayangnya untuk mengajak Raffa pergi ke taman bermain.

"Fa, tolong kamu ajak Raffa main di taman. Pokoknya main sepuasnya, sampai sore juga nggak papa."

"Hmm, tumben. Emangnya ada apa? Eh Mbak sakit, kok balik ke sini?"

"Tunggu, ini ada apa sih, sebenarnya?" tanya Syifa.

"Iya, tadi pagi aku demam, tapi alhamdulilah sekarang sudah mendingan. Aku sebenarnya nggak mau cerita dulu, tapi kamu harus tahu posisi aku," jawab Sofie yang membuat adiknya semakin penasaran.

"Posisi apaan? Buruan cerita!"

Sofie menghela nafasnya, lalu memandang jauh dan ia mulai menuturkan kisah cintanya yang kandas dalam sekejap.

"Ardi selingkuh ..."

"Wooo ... tunggu! Ardi? Bukan mas Ardi?"

"Dia nggak layak aku panggil dengan sebutan mas. Kamu diam dan dengerin aku dulu, nanti kamu akan paham," jawab Sofie dan Syifa pun menutup mulutnya rapat-rapat untuk mendengarkan penuturan kakaknya.

"Ardi telah menikah siri dengan selingkuhannya. Nama selingkuhannya Karina, dia lebih muda dua tahun dari aku. Aku nggak masalah kalau dia mau nikah lagi, tetapi harus dengan cara yang syar'i."

"Ardian malah memacari Karina selama beberapa pekan, sampai akhirnya mereka berdua memutuskan untuk menghalalkan hubungan mereka," tutur Sofie yang berhasil membuat Syifa terdiam sambil menutup mulut dengan kedua tangannya.

"Yang konyol buatku adalah Ardian menikahi janda dan berujung menjandakan istri sahnya. Keren kan cara berfikirnya?"

"Mbak, aku nggak bisa komentar apapun."

"Aku butuh do'anya aja, biar urusanku sama Adrian cepat selesai."

"Mbak, jadinya Mbak Sofie mau minta cerai?"

"Iya, tapi kamu juga harus tahu alasan aku meminta cerai dari Ardi, bukanlah semata karena dia menduakan aku, tapi ada masalah yang lebih besar dari itu semua yang nggak pernah aku ceritakan ke siapapun."

"Apa tuh, Mbak?" tanya Syifa penuh rasa penasaran.

"Aku nggak bisa ungkapin sekarang. Pokoknya, tolong kamu bawa Raffa jalan-jalan, biarkan dia main sepuasnya," pinta Sofie dan Syifa pun menjawabnya dengan anggukan kepala.

Beberapa jam kemudian, beberapa saat setelah waktu Dzuhur tiba, Adrian datang menemui orang tua Sofie, sekaligus ingin menjemput Sofie untuk pulang bersamanya. Tetapi, sepertinya keinginan itu harus ia tunda, setelah mendapatkan sambutan yang dingin dari sang mertua.

"Maaf Pak, Bu, maafkan saya ..."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status