Pov Ranisa
"Ya, aku akan menggantikan Heru sebagai suamimu mulai saat ini."
"Apa kau sama sekali tidak pernah tertarik padaku, Ran?" tanya Mas Riko lagi padaku.
"Dalam hal apa Mas Riko akan menggantikan Mas Heru? tanyaku lagi dengan polosnya.
"Tentu saja semuanya, Sayang. Dari urusan dapur, sampai ke kasur." bisiknya kemudian mengecup bahuku yang terekspos dengan lembut.
Aku memejamkan mata menerima perlakuan Mas Riko. Bagaimana pun juga, tubuhku memang sudah lama tidak menerima sentuhan dari pria. Mas Heru khususnya karena dia adalah suamiku. Aku ingin menolak, tapi tubuhku malah menerimanya dengan baik.
Ya Tuhan. Apa yang sedang aku lakukan bersama pria lain di dalam rumahku? Sementara suamiku sedang berada di penjara saat ini, entah bagaimana kabarnya dan keadaannya saat ini.
"Mas..." lirihku tak berdaya menahan segala gejolak di dalam dada.
Mas Riko sepertinya semakin terpancing dengan suaraku yang me
Pov Ranisa Selama setengah jam perjalanan, kami hanya berbicara mengenai hal-hal ringan saja. Sambil sesekali bercanda tawa dengan Farel. Kami sampai di sebuah Restoran pinggir pantai yang sangat indah dan pastinya terkesan mewah. Mas Riko turun terlebih dahulu, dan mengitari mobil untuk membukakan pintu untukku. Aku merasa sangat tersanjung dengan perlakuan manis Mas Riko. Terlebih dahulu, Mas Riko menggendong Farel agar aku tidak terlalu kesulitan saat turun sambil menggendong bayi. Bukan kah wanita sangat suka diperlakukan istimewa seperti itu? Bagaimana aku bisa mengelak terus setiap kali Mas Riko memberikan perhatiannya padaku? Sementara aku sendiri memang haus akan perhatian dan kasih sayang pasca Mas Heru di penjara. Kami masuk ke dalam restoran itu layaknya sepasang suami istri dengan seorang bayi di dalam pelukan Mas Riko. Aku juga terpaksa menggandeng tangan Mas Riko karena ia terus memaksa selama jalan menuju pintu masuk.
Pov Ranisa "Sayang, mulai sekarang jangan sungkan meminta apa pun padaku. Aku akan memenuhi semua kebutuhanmu," ucap Mas Riko saat kami sudah selesai menyantap semua hidangan yang tadi aku pesan. "Baik, Mas. Aku boleh meminta apa pun kan?" jawabku dengan hati yang senang. Jika saja tidak ada orang di sini, ingin sekali aku melompat-lompat saking senangnya mendengar ucapan Mas Riko tadi. Sebelumnya, saat bersama Mas Heru pun aku memang sudah biasa dimanjakan dengan barang-barang mewah dan makanan Restoran. Aku juga rutin perawatan kecantikan ke salon. Semua itu tentu saja atas permintaanku dan Mas Heru tak pernah menolaknya. Setidaknya aku sudah terbiasa menikmati fasilitas mewah dan makanan ala orang kaya. "Mas, apa benar nanti kita akan menikah siri?" tanyaku mengulang kembali perkataan Mas Riko tadi. "Tentu saja, Sayang. Kenapa? Apa kamu meragukan aku?" "Bu-bukan begitu, Mas. Aku ga mau nanti
Pov Heru Lima bulan sudah aku mendekam dalam jeruji besi ini. Tak seorang pun yang pernah datang barang sekali saja untuk menjengukku. Vonis hukumanku sudah jatuh dan aku harus menjalani masa-masa penderitaan ini selama 8 tahun. Jangankan Winda, Ranisa yang kuanggap sangat mencintaiku dan akan mendukungku dalam keadaan seperti ini pun tak menampakkan batang hidungnya. Mungkin ini karma bagiku, karena sudah menyakiti dan hampir saja membunuh Winda. Aku terlalu kalap mata saat itu. Aku hanya tergoda oleh rayuan dan kata manis Ranisa. Terlebih lagi karena Ranisa sedang mengandung. Anak yang selama bertahun-tahun sudah sangat kunantikan dari pernikahanku bersama Winda. "Winda... Maafkan aku, aku menyesal. Aku menyadari, tidak ada wanita yang mencintaiku setulus dirimu di dunia ini," lirihku sambil meringkuk di lantai kamar penjara yang dingin. Dalam ruangan sempit ini, diisi oleh 30 orang tahanan dengan kasus yang berbeda-beda. Di d
Pov Heru Subuh ini sudah terdengar ramai sekali suara dari para narapidana yang keluar masuk sel tahanan. Biasanya yang bangun subuh ini adalah orang-orang yang memang akan melakukan shalat subuh. Atau napi yang tidak tidur semalaman, lalu ikut bergabung dengan yang akan menjalankan shalat di mushalla lapas. Hanya saat jam-jam shalat seperti itu, para napi akan diberikan izin khusus keluar masuk kamarnya. Dan biasanya, Pak Agus adalah orang yang paling rajin bangun shubuh di kamar ini. Ia akan membangunkan kami semua untuk ikut shalat berjamaah di mushalla. Meski hanya ada beberapa yang akan bangun. Tak jarang Pak Agus mendapat kata kasar dari napi yang merasa tidurnya terganggu karena dibangunkan. Tapi, tak sekali pun Pak Agus marah. Dan akan membangunkannya lagi keesokan shubuh. Hingga mereka hanya diam atau menjawab dengan deheman saja. Berbeda dengan shubuh ini, saat semuanya sudah pergi dan keadaan sel sudah ag
Pov Winda Sudah seminggu semenjak malam aku dan Hanan pergi makan malam berdua. Rasanya seperti baru kemarin. Aku terus membayangkannya dan tersenyum sendiri jika mengingat hal lucu yang dilakukan dan dikatakan Hanan selama dinner kami saat itu. Aku seperti ABG yang baru pertama kali jatuh cinta. Tapi, apakah benar aku sudah jatuh cinta pada pria berkacamat itu? Aku sendiri masih bingung dengan perasaanku sendiri. Aku ingin menolak mengakui kalau aku mulai mencintainya. Tapi, hati dan pikiranku tak bisa lepas dari bayang-bayang dirinya. Hanan. Apakah dia bisa menjaga hatinya hanya untukku, andai saja aku menerima cintanya kelak? Sedangkan, usianya masih jauh lebih muda dari usiaku. Mas Heru saja bisa tergoda pada wanita yang lebih muda dariku, apalagi Hanan. Pria itu pasti masih labil di usianya. Mudah jatuh cinta. Mudah pula berpaling jika ada yang lebih cantik dan menarik menurutnya. Aku sudah mulai rutin berbalas pesan setiap harinya
Pov Nia Sudah lama aku tidak pergi keluar bersama dengan Winda dan Ferdi. Terakhir kali aku bergabung bersama mereka itu adalah bulan lalu. Meski mereka masih saja sering mengajakku untuk sekedar makan bersama di restoran atau cafe langganan kami. Sebenarnya, aku hanya menghindari bertemu dengan Ferdi akhir-akhir ini. Karena aku menyadari, ada yang salah dengan perasaanku setiap kali aku bertemu dengannya. Belum lagi jika Ferdi masih dengan santainya merangkul dan memegang tanganku. Rasanya seperti ada aliran listrik yang menjalar di sekujur tubuhku oleh sentuhannya itu. Setiap kali ia menggoda Winda dengan kata-kata rayuan pulau kelapanya itu, hatiku jadi merasa tak nyaman. Apakah aku cemburu jika dia mendekatu Winda? Tapi, bukan kah sejak dulu aku tau kalau memang Winda adalah satu-satunya wanita yang ada di dalam hati Ferdi. Siang ini, aku sedang di kejaksaan. Mendampingi seorang nenek tua yang dituntut anaknya karena
Pov Author Tidak ada yang tau bagaimana perasaan mereka masing-masing. Baik, Winda mau pun Nia. Kedua sahabat itu sedang dilanda kegalauan dalam hatinya. Winda masih ragu mengartikan perasaannya pada Hanan. Begitu pula dengan Nia yang tiba-tiba saja memiliki perasaan aneh di dalam hatinya untuk Ferdi. Saat Ferdi memeluk Nia, gadis itu merasakan kehangatan dan kenyamanan yang selama ini ia cari. Meski ia sudah memiliki Winda sebagai sahabat terbaiknya, tempat berkeluh kesah membagi suka dan duka, tapi tetap saja ada yang kurang. Dan pelukan Ferdi itu seakan menutupi kekurangan yang selama ini ia rasakan. Nia merasakan hatinya tersentuh oleh pelukan Ferdi. "Gimana? Udah mulai nyaman rasanya?" tanya Ferdi pada Nia. Nia yang tersadar oleh pertanyaan Ferdi, bergegas melepas pelukan itu dan menjadi salah tingkah. Ferdi yang melihat sikap lucu Nia malah tertawa dan mengusap lembut puncak kepala Nia. "Tumben, salah tingkah gitu di de
"Sa, aku keluar makan siang dulu, ya. Nanti kalau ada yang penting banget, baru telpon aku. Oke?" ucapku pada Salsa. "Oke. Tenang aja, aku bisa kok handle di sini selama kamu kencan." jawab Salsa dengan senyum yang sengaja meledekku. "Bisa aja kamu, Sa. Tapi, makasih lho. Kamu pengertian banget." balasku sambil bersiap menjemput Winda di butik. "Iya dong, Nan. Aku tu kenal kamu bukan baru kemarin sore. Aku tau lah gimana kamu. Selama ini, yang ada dalam pikiran kamu kan cuma belajar dan bekerja. Baru kali ini aku liat kamu bersemangat untuk keluar, padahal cuma pergi makan siang. Jadi, aku yakin ini bukan makan siang biasa," tebak Salsa tidak salah lagi. "Yap, kamu benar. Aku lagi deketin perempuan yang udah lama banget aku suka. Dia dulu pasien aku, Sa." "Jadi, ceritanya pasienku idolaku nih?" "Ya, namanya juga usaha. Soalnya dia pernah gagal berumah tangga. Dan parahnya lagi, mantan suaminya hampir aja ngebunuh dia. Itu m