Aku dan Mas Heru memang menikah karena di jodohkan. Kami menikah demi memenuhi keinginan terakhir Papi. Dimana saat itu, Mas Heru adalah anak dari sahabat Papi. Untuk menunjukkan tanda baktiku, aku menerima perjodohan itu meski baru pertama kali bertemu.
Saat itu, aku tinggal hanya berdua dengan Papi. Karena, sejak aku berusia sepuluh tahun, Mami kabur bersama pria lain. Kudengar, mereka tinggal di London selama ini. Tapi, entah karena alasan apa, lima bulan lalu Mami kembali pulang ke Indonesia dan menemuiku.
Tentu saja hatiku meradang dan menolaknya mentah-mentah. Enak saja, sudah meninggalkanku selama lima belas tahun, kini kembali seperti tanpa dosa. Aku sama sekali tak mengerti dengan jalan pikirannya. Tapi, karena desakan Mas Heru yang terus membujukku memaafkan Mami, akhirnya aku pun mengalah pada suamiku yang baik dan tampan itu.
Begitu lah sifat Mas Heru, dia selalu bertindak dengan sabar dan kepala dingin. Membuatku semakin hari semakin mencintai dan menggilainya. Tubuhnya yang tinggi sempurna, otot-otot tubuh yang menggoda, membuatku tak mampu lagi berpaling darinya.
Kami memutuskan untuk membiarkan menyewakan Mami sebuah apartemen. Karena jujur saja, aku tak ingin Mami tinggal satu rumah dengan kami. Apalagi ini adalah rumah peninggalan Papi. Terlebih, sejak tinggal di luar negeri, penampilan Mami sudah sama layaknua wanita penghibur. Aku saja jijik melihatnya. Bagaimana ia bisa tak tau malu seperti itu?
"Sayang, tolong ambilkan handuk. Mas lupa!" teriak Mas Heru dari dalam kamar mandi.
Aku bergegas meletakkan kembali ponsel Mas Heru, dan mengambil handuk yang tergantung di rak besi. Kemudian mengetuk pintu kamar mandi. Kulihat tangan Mas Heru keluar dari balik pintu yang terbuka sedikit. 'Tumben!' pikirku
Setelah mengambil handuk, ia kembali menutup pintu kamar mandi. Ada apa dengan Mas Heru sebenarnya? Apa yang coba ia sembunyikan? Biasanya ia akan membuka pintu kamar mandi dengan lebar, lalu mempertontonkan tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang pun. Atau dia akan menarikku untuk turut masuk ke dalam kamar mandi. Dan seingatku, sudah satu minggu ini Mas Heru tak pernah mengajakku bercinta. Hal ini semakin menguatkan tekadku untuk menyeledikinya.
Setelah Mas Heru selesai mandi, aku pun bergegas mandi. Kemudian membuatkan teh dan memberi selai pada roti tawarnya. Mas Heru tidak minum kopi dan merokok. Itu alasan utama aku dulu mau menerimanya. Karena aku tidak suka dengan pria perokok.
"Mas, siapa yang kamu video call semalam?" tanyaku saat menyodorkan roti padanya.
"Oh, itu Mami." jawabnya santai.
"Ngapain kamu video call sama Mami jam tiga malam? Ga pake baju lagi!" tanyaku lagi dengan sengaja memperlihatkan raut curiga.
"Mami tiba-tiba nanyain gimana caranya nyalain alarm otomatis di apartemen itu, Sayang. Kamu kenapa sih? Kok sama Mami-nya sendiri curigaan gitu?" tanya Mas Heru seolah saat ini akulah yang terlihat bersalah karena terlalu curigaan.
Memang benar, selama ini aku selalu percaya dan tak pernah berpikir kalau Mas Heru adalah pria yang akan tergoda dengan wanita lain. Tapi, kali ini aku benar-benar tak bisa menahan perasaanku untuk tidak curiga.
"Nggak, aku kan cuma nanya." jawabku, lalu meneguk susu promil yang sudah rutin kuminum dalam satu tahun ini.
"Ya sudah, jangan berpikiran yang macam-macam lagi. Mas nggak akan berpaling dari kamu kok. Mas sayang banget sama kamu, Winda. Kamu pelengkap hidup, Mas." ucapnya dengan mengelus tanganku yang berada di atas meja.
"Semoga saja kamu benar, Mas." balasku dengan ketus.
"Mungkin kamu lagi dapet ya? Kok marahan terus sih dari semalam? Eh, Mas berangkat dulu ya. Udah jam setengah delapan, Mas ada meeting dengan klien penting hari ini." ucapnya saat melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kekarnya itu.
"Nanti kamu pulang jam berapa?" tanyaku setelah menyalim tangannya.
"Mas usahakam pulang cepat, Mas berangkat dulu ya, Istriku yang cantik," pamitnya, kemudian mengecup keningku.
"Hati-hati di jalan, Mas." Teriakku saat melihat Mas Heru sudah sampai di ambang pintu.
Mas Heru berbalik dan mengacungkan jempolnya sambil tersenyum manis. Aku sama sekali sulit untuk bersikap manis padanya sejak kemarin. Setelah lima belas menit kepergian Mas Heru, aku selesai membersihkan meja bekas kami sarapan.
Kami tidak memakai jasa Asisten Rumah Tangga, meski beberapa kali Mas Heru menawarkannya padaku. Aku berpikir bisa melakukan semuanya sendiri. Toh kami hanya hidup berdua, tidak akan banyak pekerjaan yang akan aku lakukan di rumah ini.
Aku kembali ke kamar, lalu memutuskan untuk menghubungi sahabatku sejak masih duduk di kelas satu SMP, Nia.
Tuuut... Tuuut... Tuuut...
Setelah tiga kali panggilan telponku berbunyi, terdengar suara malas dari seberang sana, "Kamu nggak ada kerjaan lain ya pagi-pagi gini, selain gangguin aku tidur?" tanya Nia dengan nada khas baru bangun tidurnya.
"Beb, kamu harus bantuin aku. Aku curiga Mas Heru punya wanita lain," ucapku tanpa menghiraukan pertanyaan Nia.
"What?" teriaknya memekakkan telinga.
"Jangan ngarang deh, Beb. Nggak mungkinlah suami kamu selingkuh. Dia kan cinta banget sama kamu, Beb!" ucapnya tak percaya. Aku yakin saat ini Nia sudah dalam keadaan duduk dan sadar penuh dari tidurnya, setelah mendengar ucapanku tadi.
Tentu saja Nia kaget, sudah kukatakan sebelumnya, suamiku itu tipe suami idaman. Dia sempurna banget di mata para wanita. Banyak wanita yang terang-terangan menggodanya, tapi dengan gentle Mas Heru mengatakan bahwa dia hanya mencintai istrinya, yaitu aku. Dan tak akan pernah tergoda oleh wanita secantik dan seseksi apa pun di luaran sana.
"Makanya, kamu cepat ke sini. Nanti aku kasih tau semuanya. Sekalian, kamu juga coba cari informasi siapa yang bisa memasang pelacak pada ponsel Mas Heru. Supaya aku tau dimana saja dia berada selama di luar rumah!" ucapku serius pada Nia.
"Oke-oke. Kalau gitu, aku mandi dulu. Setelah itu aku langsung ke rumah kamu. Jangan lupa, buatkan aku mie goreng super pedas buatanmu yang lezat itu," pintanya sebelum menutup telpon.
Nia memang seorang sahabat yang paling pengertian. Dia selalu ada saat aku membutuhkannya. Nia belum menikah, karena masih terlena oleh pekerjaannya. Ya, dia seorang Pengacara. Sikapnya saat di luar Pengadilan sangat jauh berbeda dengan saat ia menjadi Kuasa Hukum untuk kasus-kasus yang terpilih untuk ditanganinya.
Nia juga sebenarnya sangat trauma untuk menjalin komitmen dengan seorang pria, karena pernah dua kali ia di khianati. Yang terakhir, ia memergoki tunangannya sedang bercinta dengan panas dengan bawahannya. Padahal, pernikahan mereka tinggal menghitung hari. Sejak memilih untuk membatalkan pernikahan dengan bajingan itu, Nia terlalu fokus pada pekerjaannya.
Terima ksih tak terhingga aku ucapkan pada semua pembaca setia karya-karyaku di Good Novel. Baik itu yang membaca dengan koin gratis dan harus sedikit berjuang + bersabar agar bisa membaca kelanjutan bab nya, maupun yang bela-belain top up koin demi bisa buka bab bergembok. Selama ini aku selalu mengatakan terima kasih untuk pembaca royalku, itu bukan sekedar untuk pembaca yang buka bab dengan koin hasil top up. Tapi kata-kata itu juga aku tujukan pada pembaca pejuang koin gratis dan untuk semua yang sudah royal meluangkan waktunya untuk membaca hasil ketikan jari jemariku ini. Aku mohon jangan ada lagi yang salah paham dan berkecil hati. Siapa pun kalian, dimana pun kalian berada, meski hanya buka bab pertama dari novelku saja, aku sudah mencintai kalian. Sayang sekali novel ini sudah harus tamat. Tapi, terus dukung dan baca karyaku yang lainnya, ya. Semoga aku secepatnya bisa menambah daftar karya terkontrakku lagi di Good Novel. Sekali
Pov AuthorWaktu begitu cepat berlalu, dan saat ini di dalam ruangan bersalin Winda sedang berjuang untuk melahirkan anak keduanya. Winda baru masuk sekitar 15 menit yang lalu. Kondisi saat ini jauh berbeda dengan saat ia melahirkan anak pertamanya dulu. Anak kedua ini lebih di permudah prosesnya. Winda ditemani oleh Hanan di dalam ruangan. Sementara itu, di luar sudah menunggu Mami Mery, Diana, Cantika, Jason, Nia, dan juga Ferdi. Anak mereka titipkan pada orang tua Ferdi."Oma, apa Bunda baik-baik aja?" tanya Cantika sambil memeluk Mami Mery."Iya, Sayang. Bunda baik-baik aja kok di dalam. Itu Bundanya kan sedang berjuang ngelahirin dedek bayi. Kita berdoa sama-sama, ya. Semoga Bunda dan dedek bayi sehat dan selamat," jawab Mami Mery sambil menciumi putri semata wayangnya. "Oma dan Om Jason kok ga punya adek bayi kayak Bunda? Itu, Tante Nia sama Om Ferdi juga mau punya bayi lagi." Cantika yang lucu dan menggemaskan berkata dengan polosnya."Sayang, Oma udah tua
Pagi-pagi sekali aku sudah bangun dan menyiapkan sarapan untuk Mas Hanan dan Cantika. Hanya menu sederhana saja hari ini yang bisa aku buat, karena ternyata stok di kulkas tidak mencukupi lagi untuk membuat bubur ayam favorite Mas Hanan dan Cantika. Jadilah pagi ini aku hanya membuat nasi goreng spesial ala-ala cheff rumahan. Di rumahku sudah ada seorang asisten rumah tangga yang mulai bekerja seminggu yang lalu. Dia adalah ibu-ibu yang aku temui sedang mendorong gerobak menjajakan pisang yang ternyata juga punya orang lain. Hanya demi bisa membeli beras hari itu, ia rela berpanas-panasan berkeliling menjualkan pisang milik tetangganya. Menurut ibu itu, jika laki 1 sisir, maka ia akan mendapat 5 ribu rupiah sebagai untungnya. Sementara sejak pagi, baru laku 2 sisir. Untuk membeli sekilo beras saja belum cukup. Apalagi membeli telor sebagai lauknya makan. Di rumah ada dua orang anaknya yang sedang menunggu dengan perut lapar karena sudah sejak semalam belum makan nasi. Ha
Setelah petugas keamanan komplek datang, wanita itu segera dibawa bersama dengan seorang Dokter wanita. Mungkin karena tadi Mas Hanan mengatakan ia sedang dalam keadaan hamil besar, jadi untuk berjaga-jaga mereka juga membawa seorang Dokter. Dan ternyata itu juga sangat membantu. Wanita itu mengamuk awalnya karena bersikeras tak ingin pergi dan menganggap Mas Hanan adalah suaminya yang benama Jaka itu.Jalan terakhir yang dipilih Dokter adalah memberikannya suntik penenang. Dan setelah menunggu selama lima menit, akhirnya dia benar-benar tenang dan akhirnya tertidur. Mereka semua membawa wanita itu untuk ditangani oleh ahli kejiwaan dan akan mencari tau tentang informasi keluarganya.Sampai saat aku dan Mas Hanan sudah berada di dalam kamar, kami masih saja heran dengan bagaimana wanita itu bisa masuk ke rumah kami dan menganggap Mas Hanan adalah suaminya.Aku bahkan sempat membaca secarik kertas yang dia lemparkan pada Mas Hanan saat baru datang itu. Itu adalah surat d
Aku sangat terkejut dengan kedatangan wanita hamil yang tiba-tiba saja marah dengan melempar kertas pada suamiku itu. Entah apa maksudnya. Mas Hanan juga terlihat sangat heran. Kemudian dia berjalan lebih dekat pada Mas Hanan. Seketika itu juga, wanita hamil itu menghambur ke dalam pelukan suamiku. Dia memeluk Mas Hanan dengan sangat erat.Mas Hanan tampak semakin bingung dan berusaha menjauhkan wanita itu dari tubuhnya. Tapi, pelukannya terlihat semakin erat. Aku yakin Mas Hanan sangat takut berbuat kasar karena kondisi wanita itu yang sedang hamil besar."Mas, tega sekali kamu ninggalin aku demi perempuan ini? Apa kurangnya aku, Mas? Lihat ini, Mas. Aku juga bisa hamil, Mas. Aku bisa seperti dia. Tinggalin dia, Mas. Kembali padaku. Ini anak kita. Dia akan segera lahir ke dunia ini, Mas," ucap wanita itu dengan isak tangis yang tak bisa ia tahan.Sementara aku? Aku yang tadinya sudah berdiri, lantas kembali terduduk di atas kursi yang untungnya sangat lembut itu. Tubuh
Kebahagiaan yang Tuhan berikan seakan tak pernah ada habisnya. Kehamilan keduaku yang awalnya membuatku agak susah makan dan beraktifitas karena mabuk berat, ternyata hanya berlaku 2 bulan saja. Setelah kehamilan memasuki 7 bulan, semua orang sudah sangat tidak sabar menantikannya lahir. Terlebih lagi, saat aku memberitahukan hasil USG tentang bayi yang ada dalam kandunganku ini berjenis kelamin laki-laki. Itulah yang membuat semua orang sangat senang dan tidak sabar menantikan kehadirannya. Malam ini, di rumahku sedang diadakan acara do'a tujuh bulanan. Sangat banyak tamu yang datang. Hampir semua orang yang aku undang, menampakkan batang hidungnya malam ini di kediamanku yang sudah semakin besar karena Mas Hanan bersikeras merenovasinya beberapa bulan yang lalu. "Selamat ya, Win," ucap Nia, sahabatku yang paling aku sayangi dan selalu ada untukku dalam kondisi apapun. "Makasih ya, Beb. Kamu juga, bentar lagi mau nujuh bulanan kan?" jawabku dan kami saling berpe