Ucapan Dinda sontak membuat Rika terperanjat. Tatapan mata sendu dan penuh harap tergambar jelas di wajahnya. Rika langsung memeluk Dinda dengan penuh cinta.“Kamu nggak usah khawatir, Sayang. Tante, nggak akan meninggalkan kamu apapun yang terjadi. Meski nanti, papamu menikah dengan wanita yang dicintainya. Tante, akan tetap menganggapmu sebagai anak, dan Tante akan selalu jadi mamamu,”ucap Rika meyakinkan.“Meski, Tante sudah bersuami lagi? Kalau nanti Tante punya anak … apakah, Tante masih tetap menyayangiku?” sorot mata Dinda penuh harap. “Tentu saja, Sayang. Kalau pun nanti, Tante punya suami, anak Tante akan jadi adikmu. Kamu juga harus bertanggung jawab menjaganya,” Rika membelai rambut Dinda, terlihat Dinda memaksakan senyumannya.“Sebenarnya aku ingin punya adik jika Tante dan papaku menikah. Kalau memang nggak bisa, ya sudah aku terima dengan ikhlas,” ucapnya lirih. Rika mengelus lembut rambut gadis yang ada di hadapannya. Dia bisa merasakan kerinduan kasih sayang seorang ib
“Nanti, aku akan bilang ke papa untuk menemani Tante datang ke pesta pernikahan mantan suami Tante. Pasti, papa mau kalau aku yang minta,” ucap Dinda yakin. Mata Rika membola sempurna. “Eh jangan, Sayang. Tante bisa datang sendiri kok,” tolak Rika cepat. Dia khawatir Satya menjadi tidak nyaman dengannya, karena permintaan Dinda.“Aku maunya, Tante datang ke sana sama papaku. Please…,” pinta Dinda dengan tatapan penuh harap. Hembusan nafas keluar dari mulut Rika, bukannya tidak mau ditemani laki-laki gagah dan tampan seperti Satya. Hanya saja, Rika malah takut Satya yang merasa terpaksa.“Tapi, Sayang—“ Dinda memotong ucapan Rika. “Pokoknya, Tante nggak boleh nolak!” Dinda mengerucutkan bibirnya. Rika menyerah, “Ya sudah, tapi Dinda harus janji. Nggak boleh memaksa papa. Jika papa punya urusan yang lebih penting dan nggak bisa menemani Tante, Dinda harus mengerti dan nggak boleh merengek apalagi ngambek. Bagaimana?”“Setuju!” teriaknya senang. Rika menghela nafas lega. “Biarlah, Dinda
Satya, mencari tempat yang nyaman untuk duduk. Mereka memilih sudut yang tenang dengan pemandangan yang indah. Satya tersenyum puas melihat suasana restoran yang elegan ini."Bagus ya, Pah. Pilihan Papa selalu oke banget," puji Dinda sambil memandang sekeliling. "Suka?" tanya Satya sambil tersenyum, "Aku senang kalau kalian suka."Setelah duduk, seorang pelayan dengan ramah mendekati meja mereka. "Selamat datang di Restoran XX. Ini daftar menu kami, silakan pilih menu yang ingin Anda pesan," ucap pelayan tersebut sembari menyerahkan daftar menu kepada mereka.Pelayan pergi meninggalkan mereka untuk memilih hidangan. Satya dan Rika mulai membuka daftar menu. "Hmm, rasanya semua enak ya," kata Dinda, sambil melihat daftar menu."Ssst, lihat harganya," bisik Rika sambil menunjuk pada kolom harga di daftar menu. Dinda melirik melihat angka-angka yang terpampang di sana. “Tenang aja, papaku yang traktir,” ucap Dinda bangga. "Duh, mahal juga ya. Ini restoran mewah," ucap Rika dengan mata te
Malam itu, langit Jakarta terhampar dengan gemerlap lampu kota yang membuat suasana semakin indah. Satya, dengan sopan, membuka pintu mobil untuk Dinda dan Rika. Setelah memastikan keduanya nyaman di dalam mobil, Satya masuk dan duduk di samping supir pribadinya.Dalam perjalanan pulang ke rumah, suasana hening terhanyut dalam kelelahan. Namun, pikiran Rika melayang. Penghinaan dari mantan suaminya, masih terngiang di benaknya.Di sebelahnya, Dinda tertidur pulas. Napasnya yang tenang dan wajahnya yang damai memberikan sedikit ketenangan bagi Rika. Namun, keheningan itu terputus ketika Satya tiba-tiba memulai percakapan. "Rika, apakah kamu baik-baik saja?"Rika mengangguk dengan senyum tipis "Saya baik-baik saja, Pak. Terima kasih atas makan malamnya. Maaf, kalau terjadi kekacauan," sesalnya berkata lirih. “Itu, bukan salahmu. Oh ya, Rika, kapan pernikahan mantan suamimu di langsungkan?"Rika menggigit bibirnya sejenak, "Minggu depan, Pak," sahutnya pelan. "Oke, mungkin kita bisa menc
“Ah, masa aku jatuh cinta? Secepat ini, padahal aku sudah sering mencoba dekat dengan wanita yang direkomendasikan papa dan mama, dan itu sia-sia. Dengannya kenapa perasaanku berbeda?” batin Satya. Satya mengambil ponselnya lalu mulai mengetik dan mengirimkan pesan kepada Rika. Dia mengirimkan alamat butik untuk didatanginya nanti. “Rika, aku sudah mengirimkan alamat butik langgananku. Datanglah ke sana nanti siang, aku akan datang dari kantor. Aku tunggu di jam makan siang, ingat jangan terlambat!” ucapnya tegas, memecah keheningan. Rika langsung mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja, lalu membuka pesan dari Satya. Hembusan nafas keluar dari mulut Rika. “Iya, Pak. Saya mengerti, tapi Pak—“Rika menjeda ucapannya, menatap Satya ragu. “Tapi apalagi?” potong Satya. Rika diam sejenak berpikir hingga akhirnya dia berkata “Begini, Pak. Sebenarnya, saya masih khawatir. Saya tahu niat Bapak membantu saya agar saya punya kekuatan untuk menghadapi orang-orang di pesta itu. Hanya saj
Desainer terkenal yang merancang gaun Rika, dengan wajah penuh harap, mendekati Satya yang berdiri memandanginya. "Bagaimana pendapat Anda tentang gaun ini, Pak Satya?" tanya desainer dengan senyum ramah.Satya, yang selama ini hanya terfokus pada kekaguman terhadap pribadi Rika, sejenak terdiam. Matanya memandang Rika yang memakai gaun itu dengan seksama, seolah-olah meresapi setiap detailnya. Desainer itu menunggu dengan penuh ketegangan, ingin tahu apakah karyanya memenuhi harapan.Sementara itu, Rika yang berdiri di depan Satya mulai merasa canggung. Tatapan intens dari Satya membuatnya merasa seperti terpapar di bawah sorotan yang tajam. Dia mencoba tersenyum dengan anggun, tetapi dalam hatinya ia merasa gugup. "Apakah pakaian ini sesuai dengan selera, Pak Satya?" tanyanya dengan penuh harap.Satya tetap diam, membiarkan ketegangan menggantung di udara. Desainer itu menelan ludah, menunggu keputusan. Setelah beberapa saat yang terasa seperti keabadian, Satya akhirnya berbicara de
“Hey! Aku datang ingin menemuimu. Hanya saja mencari waktu yang tepat. Namun, ternyata takdir berkata lain. Kita dipaksa bertemu cepat, mungkin Tuhan tidak mau memisahkan kita,” ujar wanita cantik itu dengan nada manja. Tubuhnya sedikit membungkuk hingga wajahnya dekat dengan wajah Satya.Rika merasa tidak nyaman berada di sana. “Apakah ini mantan istri Pak Satya?” tanya Rika dalam hati. Satya melirik Rika yang sedang menatap Raisa dengan intens. Ya, namanya Raisa. “Kapan kamu kembali ke sini?” tanya Satya dingin.Senyuman lebar terlihat di wajahnya. “Beberapa hari yang lalu. Aku yakin ini kabar baik untukmu, untuk kita!” ucapnya bersemangat. Satya mengernyitkan keningnya, “Untukku?” Satya menatapnya tajam.“Iya, untukmu. Karena sekarang aku sudah bercerai dengan suamiku. Jadi kita sama,” ucapnya dengan raut wajah senang. Satya tersenyum kecut mendengar ucapan wanita cantik yang berdiri dekatnya itu. “Aku boleh duduk di sini dan bergabung dengan kalian?” tanya wanita tersebut melirik
Hatinya berdebar kencang, Rika mencoba mencerna pertanyaan yang begitu tiba-tiba. Bagaimana mungkin dia tidak kaget? Ini bukanlah sesuatu yang biasa terjadi di kehidupan sehari-harinya.Rika berusaha menemukan kata-kata yang tepat, namun mulutnya terasa kering dan lidahnya terasa kelu. Beberapa detik terasa seperti berjam-jam bagi Rika. Satya masih menatapnya lekat-lekat. Menunggu kata-kata yang keluar dari mulut Rika.“Eh, saya nggak pernah membayangkan itu, Pak. Saya nggak berani membayangkan hal sejauh itu. Bapak dan saya sangat jauh berbeda,” sahut Rika pelan. Tatapan mereka bertemu, jantung Rika berdetak cepat. “Maaf, Pak. Kita ke mana?” tanya supir membuyarkan ketegangan.Satya langsung mengalihkan pandangan. “Kita cari restoran yang dekat sini, Pak. Perutku sudah lapar,” titah Satya. Rika menatap jalanan dengan jantung yang masih berdebar cepat.“Aduh, pertanyaan itu benar-benar bikin aku nggak bisa menjawab. Sudah Rika, jangan berkhayal terlalu tinggi. Dia itu hanya menganggap