Terdengar suara langkah kaki yang makin lama makin mendekat. Semua menatap ke ambang pintu, melihat siapa yang datang."Riana!" teriak Nia. Riana yang berdiri di ambang pintu menatap ke arah Raisa dan Maharani bergantian. "Aduh maaf aku datang ke sini nggak bilang-bilang Ibu, ternyata Ibu sedang ada tamu. Aku menunggu di dalam saja ya, " ujar Riana sambil tersenyum."Eh nggak apa-apa, ayo sini masuk. Ibu Maharani, kenalkan ini menantu saya Riana namanya. Dia baru menikah dengan Andri, satu bulan yang lalu." Nia memperkenalkan Riana kepada Maharani, dengan harapan akan mendukung ceritanya tentang kejelekan Rika. Raisa tersenyum menyeringai melihat sandiwara yang sudah diaturnya berhasil. Raisa memang sengaja menyuruh Nia untuk memperlengkap cerita, menjelekkan Rika dengan kedatangan Riana.Riana menghampiri Maharani dan Raisa sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya. Maharani berdiri dan menyambut uluran tangan dari Riana sambil memperkenalkan diri. "Riana sini duduklah dekat ibu." N
“Mau apa dia ke rumahku?” batin Rika dengan tatapan penuh kemarahan. Rika membuka pintu rumahnya.Matanya terbuka lebar, ketika melihat Andri bersama dengan Riana, wanita yang akan dinikahi suaminya itu datang. “Rika, kita harus bicara,” ucap Andri dengan lembut. Rika meremas ujung bajunya menahan amarah. Dia menatap kedua manusia dihadapannya dengan penuh kebencian. Manusia yang menoreh luka dalam di hatinya.“Apalagi yang mau kalian bicarakan? Bukankah, aku sudah katakan urusan kita sudah selesai. Hubungi saja pengacaraku, apa kalian tidak mengerti dengan kata-kataku?” sahut Rika dengan tatapan mengintimidasi. “Lalu, soal rumah ini bagaimana, Rika?” tanya Andri tak tahu malu.Mata Rika membuka lebar, mengernyitkan keningnya. “Memangnya, ada apa dengan rumah ini? Apalagi yang kamu inginkan dariku, Mas? Jangan bilang, kamu menginginkan rumah ini juga?” tanya Rika menajamkan tatapannya.“Rika, kita nggak perlu bercerai. Mas, akan berlaku adil, padamu dan pada Riana. Kita bisa tinggal
“Hey, Andri! Kenapa kamu diam saja? Cepat jelaskan, jangan takut sama istrimu. Kamu itu laki-laki, jangan mau diinjak-injak oleh wanita parasit yang bisanya menumpang hidup, tapi mengaku-ngaku menjadi pemilik semuanya. Sudah, ceraikan saja istrimu!” Suara bariton Bapak terdengar memenuhi ruangan, sembari menatap putranya yang sedari tadi hanya diam, tak mampu membela diri.Semua mata menyorot tajam ke arah Andri, ibu bahkan mendekati Andri dan mengguncang tubuh Andri, yang menurutnya sangat bodoh jika mempertahankan Rika. Andri diam bergeming, mulutnya terasa terkunci. Semua menekannya untuk menceraikan Rika, tapi Andri tidak mau menceraikannya. Itu semua karena Andri tahu, Rika adalah mesin ATM untuknya.“Lihat, Mas! Semuanya menginginkan agar kamu menceraikan aku. Jadi ceraikan aku, Mas!” pinta Rika lantang dengan tatapan mengejek.Kini, Rika menyadari kalau suaminya mempertahankan dia hanya karena kemampuannya dalam mencari uang. Bukan karena cinta dan ingin hidup bersama seperti
Dua minggu terasa seperti waktu yang begitu panjang bagi Rika. Dia melewati berbagai tahap persiapan sidang perceraian. Hari itu akhirnya tiba. Rika menaiki motornya menuju pengadilan agama. Sesampainya di pengadilan, Rika duduk tegak di bangku penggugat. Menunggu hakim membacakan keputusan akhir.Hening menyelimuti ruangan saat hakim memulai pembacaan hasil sidang. Suasana tegang membuat detak jantung Rika semakin cepat. Matanya tak berkedip, fokus pada kata-kata yang akan diucapkan oleh hakim."Hakim telah mempertimbangkan dengan cermat segala bukti dan alasan yang disampaikan dalam persidangan ini. Berdasarkan hal tersebut, pengadilan mengabulkan permohonan cerai dari pihak penggugat," ucap hakim dengan tegas.Hati Rika berdesir saat mendengar kata-kata itu. Senyuman lega tampak dari wajahnya. Beban pikiran yang dia rasakan selama beberapa waktu terasa sirna. Ibu menghampiri dengan tatapan sinis. “Puas, kamu! Sekarang statusmu janda, mandul pula. Ibu yakin nggak ada laki-laki yang
“Eh, maksudnya gimana?” tanya Rika bingung. Dinda melangkah mendekat, menatap Rika lekat-lekat dengan tatapan memohon, kedua telapak tangannya disatukan di dadanya.“Tante, mau nggak jadi Mama aku? Aku ingin punya teman ngobrol dan jalan-jalan ke mall seperti teman-temanku yang lain,” pintanya lirih dengan tatapan memohon. Satya terlihat salah tingkah dengan permintaan putrinya yang tidak terduga.“Dinda, cukup! Dia tamu, Papa. Jangan bicara macam-macam!” bentak Satya. Dinda mengalihkan pandangan menatap Satya dengan bibir mengerucut. “Maafkan putri saya,” sesalnya sopan menatap Rika.“Iya, Pak. Nggak apa-apa, kok. Namanya juga anak-anak,” sahut Rika mengembangkan senyumannya, meski jantungnya serasa mau loncat saat mendengar permintaan gadis kecil bernama Dinda itu.“Tante Rika ini adalah seorang penulis, dia akan menulis biografi Papa dan kamu akan ada di dalam tulisannya. Kamu bisa mengakrabkan diri dengannya, tapi jangan berpikir yang aneh-aneh. Kamu mengerti maksud, Papa ‘kan?” S
Pagi itu, matahari bersinar terang, menerangi perjalanan Rika yang mengendarai motornya dengan penuh semangat. Tujuannya adalah rumah Satya Mahendra. Saat motornya sampai di depan gerbang rumah, senyum ramah pak satpam menyambut Rika.Rika segera memarkir motornya dan berjalan menuju pintu depan. Ternyata, Dinda, sudah menunggunya dengan senyuman lebar di teras. "Akhirnya Tante Rika datang!" seru Dinda sambil melompat kegirangan. "Hai, Sayang. Wah, kamu kelihatan semangat sekali hari ini," ucap Rika membalas dengan senyuman lebar."Papa bilang, Tante akan berkeliling rumah untuk menggambarkan rumah kami dalam tulisan, benar? Aku yang akan menemani, Tante." Dinda berkata antusias. "Iya, benar sekali, Sayang,” sahut Rika."Tapi, sebelumnya, bisakah Tante membantuku mengerjakan PR matematika? Aku agak bingung," pinta Dinda dengan manis. Rika tersenyum mengangguk. "Tentu saja, aku akan bantu. Mari kita selesaikan PR-nya terlebih dahulu."Mereka berdua pun masuk ke dalam rumah. Rika dengan
Suasana menjadi tegang ketika Satya tiba-tiba meluapkan kemarahannya kepada Andri, mantan suami Rika, yang sudah mengabaikannya bahkan berkata tidak sopan pada Rika. Satya bicara dengan suara keras memecah keheningan, hingga teriakkannya menghentikan langkah Andri. “Hey! Apa maksud perkataanmu?” teriak Satya lantang. Andri berbalik dan menatap Satya dengan tatapan dingin. “Ah, ini bukan urusanmu. Kamu nggak tahu apa-apa. Jadi, nggak usah ikut campur!” balas Andri dengan suara tinggi. Ucapan Andri memancing emosi Satya. “Aku tidak peduli! Yang jelas kamu tidak memiliki hak untuk menyakiti perasaan Rika dengan kata-kata kasar seperti itu!” bentak Satya tegas. Andri mengangkat bahunya. “Asal anda tahu. Rika, nggak bisa menerima kenyataan, kenapa aku mencari wanita lain,” ejeknya dengan senyuman miring. Terlihat senyuman mengejek, terukir di bibir Riana. “Justru, Rika tahu. Melepaskanmu, adalah cara terbaik untuk memperbaiki hidupnya!” Satya meninggikan suaranya. Meski Rika tidak mencer
"Pah, boleh ya, aku menginap di rumah Tante Rika malam ini?" desak Dinda, sambil menyuguhkan senyum manisnya. Satya masih terdiam, tatapan cemasnya tergambar jelas di wajah tampannya. Sebuah kekhawatiran yang tak terucapkan. Rika memang wanita baik, namun tetap saja Satya ragu untuk memberikan izin pada putrinya. "Boleh, ya, Pah?" Desakan lembut Dinda terdengar lagi. Satya merasa kebingungan, mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan rasa kekhawatirannya tanpa membuat Dinda kecewa. Namun, sebelum dia bisa menjawab, Rika, melihat kekhawatiran di wajah Satya melepas putrinya, langsung memberi pengertian pada Dinda. "Dinda, Sayang, kamu nggak perlu menginap, kamu bisa datang ke rumah Tante setelah pulang sekolah. Kita bisa mengerjakan PR bersama, atau jika kamu ingin bercerita tentang teman-temanmu Tante selalu siap mendengarkan. Tante akan menunggumu, bagaimana?" Rika berkata dengan lembut. Rika sangat memahami perasaan Dinda yang membutuhkan kasih sayang seorang ibu, karena dia