Qiyana tahu siapa sosok familiar yang berjongkok di hadapannya. Kenzo Pradipta—mantan kekasih kakak tirinya. Alih-alih mengucapkan terima kasih karena lelaki itu telah menolongnya, Qiyana malah bersingkut mundur. Ia khawatir Kenzo juga sudah bersekongkol dengan ibu tirinya untuk menangkapnya di sini.
Sayangnya, tubuh Qiyana terasa remuk redam dan sangat sulit di gerakkan. Untuk bergeser saja ia kesulitan. Tak ingin membuat kondisi tubuhnya semakin parah, wanita itu pun menyerah. Meskipun begitu, Qiyana tetap memasang sorot penuh kewaspadaan.“Qiyana! Di mana kamu! Jangan lari!”Tiba-tiba terdengar suara Ambar dari kejauhan. Kepanikan Qiyana pun semakin menjadi-jadi. Kenzo yang menyadari kepanikan Qiyana langsung membantu wanita itu bangkit. Pekikan nyaring lolos dari bibir Qiyana karena Kenzo tiba-tiba mengangkat tubuhnya.“Diamlah! Aku hanya ingin membantumu. Aku tahu kamu tidak bisa berjalan,” ucap Kenzo ketika Qiyana hendak melayangkan protes. Lelaki itu bergegas melangkah menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari sana.Qiyana spontan melingkarkan tangannya di leher belakang Kenzo dan membiarkan lelaki itu membawanya pergi. Wanita itu tak berhenti merapal doa dalam hati, berharap ibu tirinya tidak akan menemukan keberadaannya.Qiyana baru bisa bernapas lega setelah melihat Ambar dan anak buah ibu tirinya itu melewati mobil Kenzo begitu saja. Setelah dirasa aman, wanita itu langsung keluar dari tempat persembunyiannya dan duduk di kursi mobil tersebut. Tepat di samping Kenzo yang sudah menempati kursi di belakang kemudi.Wanita muda itu sontak menoleh karena Kenzo sudah menyalakan mesin mobil. “Tunggu dulu! Kamu ingin membawaku ke mana? Emm … kurasa lebih baik aku mencari tempat yang aman sendiri saja. Terima kasih sudah menolongku barusan.”Qiyana memang tidak tahu harus pergi ke mana setelah ini. Kembali ke rumah yang selama ini ia tempati juga rasanya tidak mungkin. Apalagi ibu tirinya pasti akan kembali memaksanya menandatangani berkas itu. Tetapi, Qiyana tidak mau merepotkan orang lain.“Ke klinik atau rumah sakit terdekat. Kamu terluka, kalau dibiarkan terlalu lama bisa infeksi. Tenanglah, aku tidak memiliki niat jahat padamu,” jawab Kenzo seraya melirik Qiyana sekilas, lalu mulai mengendarai mobilnya menjauh dari tempat tersebut.Sontak saja, Qiyana pun langsung mengamati penampilannya saat ini. Kemeja biru muda yang dipadukan dengan celana jeans hitam itu sudah lusuh dan robek di beberapa bagian. Ditambah lagi dengan luka lecet yang ada di tangan dan kakinya. Menyisakan perih yang baru terasa sekarang.Dalam waktu kurang dari 30 menit, mobil mewah yang Kenzo kendarai sudah tiba di salah satu klinik yang kebetulan mereka lewati. Kenzo kembali menawarkan diri untuk menggendong Qiyana. Namun, Qiyana menolak dan memilih berjalan sendiri walaupun tertatih-tatih.Klinik yang masih lengang membuat Qiyana tidak perlu mengantri untuk mendapatkan penanganan. Luka-luka yang parah, terutama di bagian telapak kaki Qiyana dibalut perban tipis. Sedangkan yang lainnya menggunakan plester. Ada juga sebagian yang hanya diberikan obat merah saja.Setelah luka-luka Qiyana selesai diobati, Kenzo langsung membantu wanita itu melangkah kembali ke mobilnya. Qiyana yang masih termenung tidak bertanya ke mana Kenzo membawanya pergi. Bahkan, selama di perjalanan wanita itu terus melamun.“Kenapa ibu tirimu mengejarmu tadi?” tanya Kenzo yang berhasil membuyarkan lamunan Qiyana dan memecah keheningan di antara mereka. “Apa kamu mau menceritakan apa yang terjadi padamu sebenarnya? Tenang saja, rahasiamu akan tetap aman.”Qiyana menimbang-nimbang sejenak sebelum memutuskan menceritakan apa yang terjadi sebenarnya. “Mereka mengejarku karena ingin memaksaku menandatangani surat yang berisi pemindahan ahli waris. Aku melarikan diri karena tidak mau melakukannya.”Kenzo mengumpat pelan. “Ternyata mereka tidak pernah berubah. Setelah mengambil hartaku, mereka masih menginginkan harta warisanmu juga. Apa kamu tahu kalau hari ini Feli dan Jovan menikah?”“Ya,” jawab Qiyana pelan. “Aku sudah mengetahui semuanya.”Qiyana tidak tertarik membahas persoalan ini sekarang. Apalagi luka di hatinya masih basah. Bahkan bayangan pengkhianatan yang kakak tiri dan tunangannya lakukan masih terpampang nyata di ingatannya.“Aku mencarimu beberapa hari yang lalu, tetapi aku tidak berhasil menemukanmu. Ke mana kamu pergi? Apa kamu sengaja menghindar karena mengetahui tentang pernikahan Feli dan Jovan?” tanya Kenzo ketika lampu lalu lintas berubah merah.Qiyana mendengus. “Aku baru mengetahui tentang pernikahan mereka hari ini. Aku berada di luar kota untuk urusan pekerjaan sejak sebulan yang lalu. Untuk apa kamu mencariku?” tanyanya dengan kening mengerut.“Aku ingin mengajakmu bekerja sama. Aku yakin kamu juga pasti ingin mengambil kembali apa yang harusnya menjadi milikmu, ‘kan? Kita memiliki tujuan yang sama dan kita bisa melakukannya secara bersama-sama juga,” jawab Kenzo seraya membelokkan mobilnya memasuki pekarangan rumahnya.Mengabaikan kalimat yang Kenzo katakan, Qiyana lebih tertarik menelisik rumah mewah di hadapannya. “Ini rumah siapa?” tanya wanita itu yang baru menyadari jika mobil yang dirinya tumpangi telah memasuki pelataran rumah mewah tersebut.“Rumahku. Ayo turun, aku ingin membahas banyak hal denganmu. Aku yakin kamu pasti setuju dengan rencana yang aku buat. Kita bisa mewujudkannya bersama-sama dan menghancurkan mereka,” sahut Kenzo yang langsung turun dari mobil.Kenzo melangkah memutari kendaraan beroda empat tersebut, membuka pintu mobil di samping Qiyana dan membantu wanita itu berdiri. “Biarkan aku membantumu. Kakimu pasti masih sakit, jangan terlalu dipaksakan berjalan, nanti malah semakin parah.”Qiyana tidak melayangkan protes sama sekali karena kakinya memang masih berdenyut nyeri. Ditambah lagi dengan kebas yang masih terasa membuatnya kesulitan berjalan.Bola matanya berpendar menatap setiap sudut yang terpampang di sekelilingnya. Di mulai dari bagian pekarangannya hingga di bagian dalam, semuanya dilengkapi oleh interior yang terlihat sederhana namun berkelas. Rumah ini berkali-kali lipat lebih besar dan merah dari rumah peninggalan orang tuanya yang kini dikuasai ibu dan kakak tirinya itu.Qiyana mengerutkan keningnya saat Kenzo meminta salah seorang wanita muda berpakaian khas pelayan menyiapkan sebuah kamar. “Kamar untuk siapa?” tanya Qiyana spontan.“Tentu saja untukmu. Selama kita menjalankan misi ini, kamu bisa tinggal di sini,” jawab Kenzo tanpa basa-basi.Qiyana yang terkejut spontan melepaskan diri dari rangkulan Kenzo. “Aku tidak bisa tinggal bersamamu di sini. Lagipula aku belum menyetujui tawaran yang kamu berikan. Kita tidak memiliki hubungan apa pun, kita tidak mungkin tinggal satu rumah. Maaf, lebih baik aku mencari tempat tinggal sendiri.”Qiyana langsung memutar tubuhnya dan bergerak pergi dari sana dengan langkah tertatih-tatih. Ia tidak mungkin tinggal satu atap dengan seseorang yang tidak memiliki hubungan apa pun dengannya. Walaupun tidak tahu harus pergi ke mana sekarang, Qiyana tetap tidak akan menerima tawaran Kenzo.Beberapa kali Kenzo memanggil Qiyana. Namun, wanita itu memilih berpura-pura tidak mendengar dan terus melanjutkan langkahnya. Gerak kakinya sontak terhenti karena Kenzo yang tiba-tiba mencekal lengannya.“Kalau begitu, bagaimana jika kita menikah saja?”Qiyana melotot kaget mendengar tawaran yang begitu enteng keluar dari mulut Kenzo. Wanita itu langsung menyentak cekalan Kenzo hingga terlepas. “Sepertinya kamu yang sudah gila. Kamu pikir menikah itu masalah sepele? Aku tidak bisa mengikuti kegilaanmu. Terima kasih atas bantuanmu. Permisi, aku harus pergi.”Qiyana juga ingin membalas sakit hatinya kepada orang-orang yang telah menusuknya dari belakang. Namun, ia akan menggunakan caranya sendiri. Bukan mengikuti rencana Kenzo yang tidak masuk akal seperti ini. Apalagi sampai menikah hanya demi melampiaskan dendam semata. Wanita itu tidak ingin mempermainkan pernikahan hanya demi memuaskan obsesinya. Sebab, ia masih meyakini jika mempermainkan suatu ikatan yang sakral akan mendatangkan masalah besar di kemudian hari. Tak menyerah, Kenzo kembali mengejar Qiyana yang sudah melanjutkan langkah. “Memangnya kamu ingin pergi ke mana? Kalau kamu tinggal sendirian, itu malah akan membahayakan dirimu juga. Apa kamu tidak takut ibu tirimu b
Qiyana dapat melihat keterkejutan yang sangat ketara dari wajah Kenzo. Namun, lelaki itu tidak memberi respon apa pun atas keputusan gila yang dirinya ambil. Kenzo langsung membimbingnya menuju mobil lelaki itu yang terparkir di pinggir jalan. Qiyana tidak memiliki niatan sama sekali untuk meralat kata-kata yang baru saja meluncur dari mulutnya. Ia sadar betul seberapa gila keputusan yang dirinya ambil tanpa pikir panjang ini. Tetapi, jika cara ini bisa mempermudah dirinya mengambil kembali miliknya sekaligus membalas sakit hatinya, Qiyana akan melakukannya. “Aku serius dengan keputusanku,” ucap Qiyana setelah menerima sebotol air mineral yang Kenzo berikan. Wanita itu menghapus sisa-sisa lelehan air mata yang memenuhi wajahnya. Kemudian, membuka botol air mineral di tangannya dan meneguknya perlahan-lahan. “Apa kamu yakin? Kamu bisa memikirkan semuanya matang-matang, tidak perlu terburu-buru. Karena kalau kamu sudah mengambil keputusan, kamu tidak bisa mundur lagi,” tanya Kenz
Qiyana spontan bangkit dari tempat duduknya setelah mendengar jawaban Kenzo. Dari semua rencana yang dapat dilakukan, ia tidak Kenzo malah memilih rencana seperti ini. Sudah pasti, Qiyana tidak akan menyetujuinya. “Apa? Kamu ingin membuat perusahaan ayahku bangkrut? Kenapa kamu malah melakukan itu? Perusahaan itu ayahku bangun dari nol, kamu tidak boleh membuat perusahaan ayahku bangkrut. Aku yakin pasti ada—” “Tunggu dulu, Qiyana. Aku belum selesai bicara,” potong Kenzo cepat. Lelaki itu menegakkan tubuhnya dan melangkah mendekati Qiyana. “Jangan panik dulu. Maksudku begini, aku akan melakukan sesuatu yang membuat perusahaan itu kolaps. Kamu pasti mengerti kalau kebanyakan orang tidak akan mau menanam modal di perusahaan yang sudah kolaps. Bahkan, saham yang sudah ada juga akan mereka tarik lagi.” Kenzo menjelaskan rencananya pelan-pelan. “Ketika sudah tidak ada lagi yang bersedia membantu mereka, aku akan datang. Aku akan menanamkan saham di sana. Namun, tanpa mereka sadari aku a
Qiyana terlonjak hebat menyadari apa yang baru saja dirinya lakukan. Wajahnya langsung berubah pucat pasi dengan jantung yang berdetak dua kali lebih cepat. “Kenapa aku bodoh sekali?!” rutuknya dalam hati. Wanita itu mengedarkan pandangan ke sekitarnya, khawatir ada orang yang melihatnya di sini. Qiyana ingin segera pergi dari sana. Namun, ia tidak mungkin meninggalkan bekas kekacauan yang baru saja dirinya perbuat begitu saja. Buru-buru wanita itu membereskan serpihan guci yang berserakan di lantai. Ringisan pelan lolos dari bibirnya karena ujung telunjuknya tak sengaja terkena serpihan guci yang tajam. Mengabaikan nyeri dan darahnya yang mulai keluar, Qiyana tetap melanjutkan aktivitasnya secepat mungkin. Ia harus segera pergi dari sini. “Apa yang kamu lakukan di sini?”Suara bariton yang familiar itu membuat tubuh Qiyana menegang. Wanita itu sontak mengangkat kepalanya dan manik matanya langsung bertemu dengan sorot tajam Kenzo. Qiyana gelagapan hingga jemarinya tak sengaja
“Ini kantorku, kenapa kamu terkejut seperti itu?” tanya Kenzo yang telah memarkirkan mobilnya di area khusus untuk jajaran direksi di kantornya. “Ayo turun!” “Tunggu dulu! Bukannya kamu ingin pernikahan kita dirahasiakan dari semua orang? Kalau kamu membawaku ke kantormu, orang-orang pasti penasaran. Apa itu tidak akan membahayakan rencana kita? Kamu juga tidak mengatakan apa pun tadi. Harusnya kamu bilang kalau kamu ingin mengajakku ke kantormu,” sahut Qiyana agak kesal. Sejenak, Qiyana menyingkirkan ketakutan tak berdasar yang dirinya rasakan pada lelaki di sampingnya ini. Ia mulai kesal karena Kenzo selalu merencanakan sesuatu tanpa berkompromi dengannya terlebih dahulu. Kalau tahu lelaki itu akan mengajaknya ke kantor miliknya, lebih baik dirinya tidak perlu ikut. “Aku memang ingin memberitahumu. Tapi, kamu sengaja menghindariku sampai melewatkan waktu sarapanmu juga. Padahal aku sudah menunggumu nyaris satu jam. Bukankah aku yang lebih pantas marah?” balas Kenzo setengah menyin
“Kenapa kamu malah berhenti di sini? Ayo, aku sudah memesan meja untuk—” Kalimat yang Kenzo ucapkan terhenti saat menyadari ke mana arah pandang Qiyana berlabuh. Seulas senyum sinis tersungging di bibirnya, sebelum wajahnya kembali datar. “Ayo kita makan di tempat lain saja.”Qiyana yang masih terpaku melihat pemandangan di hadapannya tersentak saat Kenzo menariknya kembali keluar dari restoran itu. “Tidak perlu, kita makan siang di sini saja. Di mana meja yang sudah kamu pesan?”Qiyana mengalihkan pandangannya dari pemandangan menyakitkan itu dan langsung menggandeng Kenzo ke arah lain. Ia tidak ingin terlalu lama menatap sesuatu yang hanya membuatnya terlihat semakin menyedihkan. Dunia ini terasa begitu sempit. Di depan sana, tepatnya di tengah-tengah restoran ini Jovan dan Feli sedang makan bersama. Yang lebih menjijikkannya lagi, tanpa malu mereka bersikap mesra dan saling menyuapi satu sama lain. Benar-benar tidak tahu diri!Qiyana memang sangat membenci dua manusia biadab i
Qiyana tidak berhasil menemukan siapa dalang dari perekam video tersebut yang sebenarnya. Hanya selang beberapa menit sejak insiden tersebut terjadi dan video yang menampilkan dirinya menampar Feli sudah tersebar di mana-mana. Anehnya, hanya bagian saat Qiyana menampar Feli saja yang ada dalam video-video itu. Apa yang terjadi di sana sebelumnya tidak terlihat. Seolah-olah sengaja dipangkas menjadi seperti itu. Walaupun tidak mengetahui siapa yang merekam video tersebut, ia yakin ada campur tangan Feli di sana. “Ada apa? Kenapa wajahmu terlihat tegang seperti itu?” tanya Kenzo yang melirik sekilas ke arah Qiyana. Qiyana yang tersentak langsung menggeleng dan buru-buru mematikan ponselnya sebelum Kenzo semakin curiga. Ia tidak ingin lelaki itu mengetahui masalahnya kali ini. Lagipula semuanya bermula karena dirinya tidak bisa menahan emosi. “Tidak apa-apa. Mungkin aku hanya terkejut karena kejadian barusan. Maaf sudah membuatmu malu di sana. Harusnya kamu tidak perlu menghampiriku s
Qiyana membuka matanya perlahan-lahan. Ringisan pelan lolos dari bibirnya karena pening tiba-tiba menyerang kepalanya. Wanita itu mengerjapkan matanya berulang kali. Keningnya mengerut saat menyadari kalau tempatnya berada saat ini bukanlah kamarnya yang ada di rumah Kenzo. Qiyana terlonjak hebat ketika merasakan pergerakan seseorang di belakangnya. Saat itu pula ia baru menyadari ada lengan kokoh yang memeluk perutnya dari belakang. Mengabaikan pening yang masih mendera, wanita itu langsung mengubah posisinya menjadi duduk. Tubuhnya berubah pucat pasi dan gemetar ketakutan. Qiyana masih belum berani menoleh ke belakang. Ia berusaha mengingat apa yang terjadi sebelumnya, namun dirinya tidak bisa mengingat apa pun. Wanita itu membekap mulutnya dengan kedua tangan setelah memberanikan diri melihat siapa yang berbaring di sampingnya. “Kenapa bisa sampai begini? Apa yang sudah aku lakukan?” lirih wanita itu dengan mata berkaca-kaca. Qiyana menyingkirkan tangan yang melingkari peru