Share

Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan
Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan
Author: NingrumAza

1. Gadis Kampung

Author: NingrumAza
last update Huling Na-update: 2024-02-02 11:24:28

"Oh, jadi kamu Syakila? Si perempuan kampung yang bermimpi jadi istri adikku?"

Deg!

Baru saja tiba di restoran yang dimaksud sang kekasih untuk bertemu keluarga pria itu, Syakila justru disambut sinis dua perempuan asing dalam balutan kebaya.

“Maaf, kalian–”

“Ck! Aku Yumna, kakak Kamil, dan ini Jasmin adik Kamil," potong wanita berkebaya cream itu lalu tertawa merendahkan.

"Jas, panggil Mama. Tamu spesialnya udah dateng," perintah Yumna lagi–masih membiarkan Syakila berdiri di ambang pintu masuk restoran.

Beribu tanya sontak berkecamuk di benak Syakila. Dia memang belum dikenalkan pada keluarga Kamil. Tapi, pria itu mengatakan bahwa hari ini keluarganya mengundang Syakila. Lantas, mengapa mereka justru memperlakukannya seperti ini?

"Mana gadis kampung itu?"

Sebuah suara terdengar dari arah belakang, membuat Syakila tersadar dari lamunan.

Dia mendapati seorang wanita paruh baya yang juga mengenakan kebaya tengah berdiri congkak. Tak hanya itu, dia berjalan diikuti Kamil yang diapit lengannya oleh seorang wanita berkebaya persis seperti kakak dan adik Kamil.

Mereka nampak kompak memakai seragam….

"Ini, Ma. Wanita udik yang suka halu!" ujar Yumna tiba-tiba.

Wanita paruh baya itu lantas menatap Syakila dari atas ke bawah dengan tajam. "Dengarkan saya baik-baik, ya, gadis kampung! Anak saya Kamil, sudah bertunangan dengan perempuan berkelas bernama Dela. Itu dia orangnya."

Ditunjuknya perempuan cantik yang sejak tadi mengapit lengan lelaki itu.

Melihat itu, hati Syakila berdenyut nyeri.

Belum habis keterkejutannya bertemu saudara Kamil, kini harus diberi kejutan lainnya yang lebih menyakitkan.

"Kamu jangan pernah ganggu anak saya lagi, ya! Dia sudah bahagia bersama wanita yang tepat dan sepadan. Bukan wanita kampung tak berpendidikan seperti kamu. Jangan pernah mimpi menjadi bagian keluargaku. Kamu gak pantas dan gak level dengan kami! Ngerti kamu!" Jari mama Kamil menunjuk-nunjuk wajah Syakila yang sudah menyedihkan.

Para tamu yang hadir pun mengerumuni Syakila.

Sembari berbisik-bisik, mereka menertawakannya yang tengah mendapat ultimatum dari keluarga Kamil.

Menahan embun di matanya, Syakila menatap Kamil.

Namun, pria itu yang hanya diam ketika dirinya menjadi bahan olokan dari keluarganya di depan orang banyak.

Padahal, Syakila begitu tulus dan berkorban menemaninya dari nol. Tak pernah ia permasalahkan Kamil yang numpang makan dua hari sekali atau meminjam uang Syakila kala pria itu masih pengangguran.

Dan ketika pria itu sulit dihubungi, Syakila memberi ruang. Justru, pria itulah yang mengundangnya ke sini dan mengatakan akan meminta restu pada orang tuanya. Tapi, apa yang Syakila temukan?

Mungkinkah Kamil juga ikut dalam rencana untuk mempermalukan dirinya?

Seketika itu juga, Syakila tak mendengarkan lagi ucapan pedas yang dilontarkan mantan calon mertuanya itu.

Berusaha tegar, ia berjalan mendekat pada Kamil dan tunangannya.

"Selamat, Mas. Semoga bahagia," ucapnya.

Setelah itu, Syakila buru-buru membalikkan badan dan berjalan keluar restoran sembari mengelap kasar air yang tak berhenti mengalir dari matanya.

Tangannya mengepal keras bersamaan sebuah tekad yang muncul.

Akan diubahnya kehidupannya saat ini hingga mereka yang merendahkan tak lagi dapat mengenali Syakila si gadis kampung!

“Suatu saat keluarga kalian akan menyesal,” lirihnya, pelan.

Semenjak kejadian itu, Syakila melewati hari-harinya dengan bekerja siang dan malam.

Jika diperbolehkan oleh pemilik kios di pasar–tempatnya bekerja–, mungkin Syakila akan bekerja 24 jam nonstop.

Sayangnya, dia tidak diizinkan.

Inilah yang membuat Syakila tersiksa. Di kala senggang, dia justru terbayang hinaan dan cinta palsu Kamil kembali.

Entah bagaimana ceritanya, Syakila suatu hari iseng melakukan live di platform toktok sebelum kantuk menyerang.

Ia tidak peduli ada yang menonton live-nya atau tidak. Baginya, yang terpenting adalah melakukan kegiatan untuk membunuh waktu.

Gadis yang tinggal sendiri di kosan itu bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk live. Mulutnya akan terus berceloteh apa pun saat live.

Entah itu sholawatan, nyanyi, bahkan bercerita tentang dongeng kancil dan harimau.

"Maaf ya kalau live aku acak-acakan. Namanya juga live random, jadi pembahasannya juga random," ucap Syakila sesaat sebelum live-nya berakhir.

Terus begitu setiap malam selama berbulan-bulan.

Siang hari, dia tetap bekerja di kios dan malamnya live di toktok.

Perlahan, followers dan penonton live-nya mulai membludak. Namun, Syakila menganggap itu hanyalah bonus dari kegiatan iseng-isengnya.

"Ibu perhatikan, live kamu semakin ramai penonton, Sya," ucap Bu Sukoco–pemilik kios.

"Hah? Live apa, Bu?"

Syakila pura-pura tidak tahu.

Dia malu jika orang di sekitarnya tahu tentang dirinya yang hampir tiap malam live.

Padahal saat melakukan itu, Syakila selalu memakai filter, berharap tak ada yang mengenali.

"Udah, jangan pura-pura nggak tahu. Ibu yang sering nyawer kamu di situ, lho."

Syakila sontak menoleh ke arah bosnya. "Hah? Kok Ibu tahu kalau ..."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (6)
goodnovel comment avatar
Anisa Wagi Wagi
bagus aku suka bacanya
goodnovel comment avatar
BalqizAzzahra
keren ceritanya
goodnovel comment avatar
Dewi Jamilah
ada ya ibu yg seperti itu
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   229

    Bamantara segera memanggil dokter. Sementara Sukoco, Amber dan Devan berdiri di sisi ranjang persalinan Syakila."Silakan menunggu di luar. Kami akan segera melakukan tindakan. Cukup suaminya saja yang berada di sini," ucap dokter sesaat setelah ia memeriksa pembukaan Syakila yang sudah genap."Baik, Dok." Mereka semua keluar, menyisakan Devan yang gemetar menemani Syakila.Dibantu beberapa perawat, dokter perempuan spesialis kandungan mengarahkan Syakila untuk mengatur napas.Suara erangan Syakila terus menggema di ruang bersalin. Devan tidak melepaskan genggaman tangannya, matanya memerah, dan hatinya penuh doa yang tak putus. Keringat deras membasahi dahi Syakila, tetapi semangatnya tak tergoyahkan."Sayang, kamu kuat. Sebentar lagi selesai," bisik Devan, suaranya bergetar menahan rasa cemas yang menyelubungi hatinya.Dokter memberi isyarat kepada Syakila untuk kembali mendorong dengan tenaga terakhir. "Ayo, Bu, sekali lagi! Tarik napas dalam dan dorong sekuat tenaga!"Dengan satu

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   228

    Mendengar teriakkan Renata, seketika membuat Devan dan ibunya panik. Sementara dokter segera mengambil tindakan dengan memberikan obat penenang. Terpaksa hal itu harus dilakukan kembali karena keadaan Renata yang belum bisa stabil mengontrol dirinya.Perlahan tapi pasti, teriakan Renata melemah dan akhirnya dia terbaring dengan mata terpejam di tempat tidur."Kira-kira, apa Renata bisa sembuh, Dok?" tanya Sukoco setelah mereka berada di luar ruangan."Semua kemungkinan tetap ada, Bu. Kita hanya bisa berusaha, selebihnya Tuhan yang akan menentukan," sahut dokter."Lakukan yang terbaik untuk Renata, Dok. Saya serahkan pada tim dokter di sini sembari membantu dengan doa," timpal Devan."Tentu, kami akan melakukan yang terbaik untuk pasien.""Terima kasih. Kalau begitu, kami pamit dulu, Dok. Kalau ada apa-apa, jangan sungkan untuk menghubungi saya.""Baik, Pak Devan. Terima kasih kembali."Kemudian mereka berpisah di lorong yang berbeda tujuan. Devan dan Sukoco berjalan pulang, sementara

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   227

    Suasana mendadak sunyi seakan menunggu jawaban Devan. Entah karena memang ingin mengetahui kabar Renata, atau karena bingung dengan reaksi Devan yang berubah mimik ketika ibunya bertanya, semua yang duduk lesehan di ruang tengah menatapnya.Menghembuskan napas panjang, Devan pun akhirnya menjawab setelah beberapa saat terdiam, "Renata sekarang berada di rumah sakit, Bu. Keadaannya tidak baik-baik saja.""Innalillahi ... Apa dia sakit di penjara?" Dengan keterkejutan yang tak dapat disembunyikan, Sukoco kembali bertanya."Devan juga kurang tahu, Bu. Rencananya besok Devan akan menjenguk untuk melihat keadaannya. Semoga dia baik-baik saja.""Kasihan sekali dia. Lalu, apakah Rosa tahu kalau Renata sakit?""Sepertinya belum, karena Tante Rosa sudah lama pindah dan Devan tidak tahu tempat tinggalnya yang baru."Sukoco mendesah pelan. Rasa iba seketika menghinggapi mengingat Renata pernah tinggal bersamanya. Meskipun akhir-akhir ini sikap gadis itu melewati batas, tetapi Sukoco tahu bahwa s

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   226

    "Maafkan aku, Veen. Aku gak tega menyembunyikan dari mereka, terlebih kamu harus melewatinya hanya bersama Mas Devan. Ya, meskipun aku tahu, kalian pasti bisa melewati semuanya," terang Nita menyela ucapan Syakila.Sahabatnya itu benar-benar tak tega saat menjenguknya beberapa waktu lalu di rumah sakit, sehingga keceplosan bilang pada Bamantara saat bertemu di butik. Nita pikir, dengan adanya do'a dari keluarganya, mungkin bisa mengurangi rasa sakit Syakila."Jangan salahkan Nita, Nak. Kita yang memaksanya untuk bicara," timpal Bamantara, memandang cucu angkatnya dengan sendu. Rasanya tak tega melihat wanita itu diuji terus menerus sejak dulu. Walaupun cuma cucu angkat, tapi Bamantara benar-benar menyayanginya."Lagian, kenapa kamu menyembunyikannya dari kami, hem?" tanya Amber sembari mengusap kepala Syakila.Istri dari Devan itu hanya menunduk. "Kila hanya tidak ingin terus menerus menambah beban pikiran kalian," lirihnya."Apa yang kamu katakan, Sayang. Kamu ini bukan beban, tapi k

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   225

    Devan meletakkan ponselnya di meja dengan tangan bergetar. Napasnya terasa berat, dan pikirannya dipenuhi kekhawatiran yang membingungkan. Wajahnya pucat, membuat Syakila semakin cemas.“Mas, apa yang mereka katakan?” tanyanya dengan nada panik.Devan menghela napas panjang sebelum menjawab. “Polisi bilang... Renata dalam kondisi buruk di penjara. Dia sering membuat keributan, dan itu membuat dia harus ditempatkan di ruang isolasi dan kemungkinan akan dipindahkan ke tahanan rumah sakit kejiwaan. Mereka minta aku datang.”“Astaghfirullah. Kenapa bisa begitu, Mas?" ucap Syakila tak kalah terkejut."Mas juga gak tahu, Sayang. Mas akan telepon Pak Herman saja untuk mengurusnya."Syakila tertegun sejenak. Ia tak tega melihat suaminya dilanda banyak masalah dan tanggung jawab. Andai bisa, ia ingin sekali membantu, tetapi kondisinya yang lemah mungkin hanya akan memperburuk keadaan. Untuk itu Syakila ingin mengurangi beban pikiran suaminya dengan pulang dan istirahat di Jakarta saja supaya l

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   224

    Renata duduk di sudut ruangan. Tubuhnya yang dulu anggun kini hanya menyisakan bayang-bayang kesengsaraan dengan rambutnya yang kusut."Mas Devan... tolong aku," lirihnya, hampir tak terdengar. Namun, suara itu terus diulang-ulang, seolah menjadi satu-satunya pegangan di tengah kegelapan.Para narapidana lain di sel besar itu menatapnya dengan berbagai ekspresi. Ada yang iba, tapi lebih banyak yang mencemooh. Salah satu dari mereka, wanita bertubuh kekar dengan tato di lehernya, mendekat sambil menyeringai."Kau pikir orang yang kau sebut namanya itu akan menyelamatkanmu? Hah! Kau ini cuma boneka yang sudah dibuang. Lihat dirimu sekarang!" Wanita itu meludahi tanah, matanya memandang Renata dengan jijik.Renata memejamkan matanya, mencoba mengabaikan ejekan itu. Tapi pikirannya tak bisa berhenti memutar ulang ingatan tentang Devan. Pria itu—satu-satunya yang dia anggap mampu menyelamatkannya dari tempat ini."Mas Devan pasti akan datang," gumam Renata. Suaranya nyaris tak terdengar, t

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status