Share

Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan
Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan
Penulis: NingrumAza

1. Gadis Kampung

"Oh, jadi kamu Syakila? Si perempuan kampung yang bermimpi jadi istri adikku?"

Deg!

Baru saja tiba di restoran yang dimaksud sang kekasih untuk bertemu keluarga pria itu, Syakila justru disambut sinis dua perempuan asing dalam balutan kebaya.

“Maaf, kalian–”

“Ck! Aku Yumna, kakak Kamil, dan ini Jasmin adik Kamil," potong wanita berkebaya cream itu lalu tertawa merendahkan.

"Jas, panggil Mama. Tamu spesialnya udah dateng," perintah Yumna lagi–masih membiarkan Syakila berdiri di ambang pintu masuk restoran.

Beribu tanya sontak berkecamuk di benak Syakila. Dia memang belum dikenalkan pada keluarga Kamil. Tapi, pria itu mengatakan bahwa hari ini keluarganya mengundang Syakila. Lantas, mengapa mereka justru memperlakukannya seperti ini?

"Mana gadis kampung itu?"

Sebuah suara terdengar dari arah belakang, membuat Syakila tersadar dari lamunan.

Dia mendapati seorang wanita paruh baya yang juga mengenakan kebaya tengah berdiri congkak. Tak hanya itu, dia berjalan diikuti Kamil yang diapit lengannya oleh seorang wanita berkebaya persis seperti kakak dan adik Kamil.

Mereka nampak kompak memakai seragam….

"Ini, Ma. Wanita udik yang suka halu!" ujar Yumna tiba-tiba.

Wanita paruh baya itu lantas menatap Syakila dari atas ke bawah dengan tajam. "Dengarkan saya baik-baik, ya, gadis kampung! Anak saya Kamil, sudah bertunangan dengan perempuan berkelas bernama Dela. Itu dia orangnya."

Ditunjuknya perempuan cantik yang sejak tadi mengapit lengan lelaki itu.

Melihat itu, hati Syakila berdenyut nyeri.

Belum habis keterkejutannya bertemu saudara Kamil, kini harus diberi kejutan lainnya yang lebih menyakitkan.

"Kamu jangan pernah ganggu anak saya lagi, ya! Dia sudah bahagia bersama wanita yang tepat dan sepadan. Bukan wanita kampung tak berpendidikan seperti kamu. Jangan pernah mimpi menjadi bagian keluargaku. Kamu gak pantas dan gak level dengan kami! Ngerti kamu!" Jari mama Kamil menunjuk-nunjuk wajah Syakila yang sudah menyedihkan.

Para tamu yang hadir pun mengerumuni Syakila.

Sembari berbisik-bisik, mereka menertawakannya yang tengah mendapat ultimatum dari keluarga Kamil.

Menahan embun di matanya, Syakila menatap Kamil.

Namun, pria itu yang hanya diam ketika dirinya menjadi bahan olokan dari keluarganya di depan orang banyak.

Padahal, Syakila begitu tulus dan berkorban menemaninya dari nol. Tak pernah ia permasalahkan Kamil yang numpang makan dua hari sekali atau meminjam uang Syakila kala pria itu masih pengangguran.

Dan ketika pria itu sulit dihubungi, Syakila memberi ruang. Justru, pria itulah yang mengundangnya ke sini dan mengatakan akan meminta restu pada orang tuanya. Tapi, apa yang Syakila temukan?

Mungkinkah Kamil juga ikut dalam rencana untuk mempermalukan dirinya?

Seketika itu juga, Syakila tak mendengarkan lagi ucapan pedas yang dilontarkan mantan calon mertuanya itu.

Berusaha tegar, ia berjalan mendekat pada Kamil dan tunangannya.

"Selamat, Mas. Semoga bahagia," ucapnya.

Setelah itu, Syakila buru-buru membalikkan badan dan berjalan keluar restoran sembari mengelap kasar air yang tak berhenti mengalir dari matanya.

Tangannya mengepal keras bersamaan sebuah tekad yang muncul.

Akan diubahnya kehidupannya saat ini hingga mereka yang merendahkan tak lagi dapat mengenali Syakila si gadis kampung!

“Suatu saat keluarga kalian akan menyesal,” lirihnya, pelan.

Semenjak kejadian itu, Syakila melewati hari-harinya dengan bekerja siang dan malam.

Jika diperbolehkan oleh pemilik kios di pasar–tempatnya bekerja–, mungkin Syakila akan bekerja 24 jam nonstop.

Sayangnya, dia tidak diizinkan.

Inilah yang membuat Syakila tersiksa. Di kala senggang, dia justru terbayang hinaan dan cinta palsu Kamil kembali.

Entah bagaimana ceritanya, Syakila suatu hari iseng melakukan live di platform toktok sebelum kantuk menyerang.

Ia tidak peduli ada yang menonton live-nya atau tidak. Baginya, yang terpenting adalah melakukan kegiatan untuk membunuh waktu.

Gadis yang tinggal sendiri di kosan itu bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk live. Mulutnya akan terus berceloteh apa pun saat live.

Entah itu sholawatan, nyanyi, bahkan bercerita tentang dongeng kancil dan harimau.

"Maaf ya kalau live aku acak-acakan. Namanya juga live random, jadi pembahasannya juga random," ucap Syakila sesaat sebelum live-nya berakhir.

Terus begitu setiap malam selama berbulan-bulan.

Siang hari, dia tetap bekerja di kios dan malamnya live di toktok.

Perlahan, followers dan penonton live-nya mulai membludak. Namun, Syakila menganggap itu hanyalah bonus dari kegiatan iseng-isengnya.

"Ibu perhatikan, live kamu semakin ramai penonton, Sya," ucap Bu Sukoco–pemilik kios.

"Hah? Live apa, Bu?"

Syakila pura-pura tidak tahu.

Dia malu jika orang di sekitarnya tahu tentang dirinya yang hampir tiap malam live.

Padahal saat melakukan itu, Syakila selalu memakai filter, berharap tak ada yang mengenali.

"Udah, jangan pura-pura nggak tahu. Ibu yang sering nyawer kamu di situ, lho."

Syakila sontak menoleh ke arah bosnya. "Hah? Kok Ibu tahu kalau ..."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Khusnul Tikwati
Pacar yang jahat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status