*** "Nggak bisa jawab kan? Sebegitu sulitnya kamu membuka hati setelah ada nama Bagas di dalam sana?" Tirta mengalihkan pandangannya kembali fokus pada jalanan di depannya. Sikap diam Sea sudah memberi jawaban jika tidak ada tempat untuk Tirta di dalam hatinya yang sudah lebih dulu Bagas tempati. "Aku bisa membahagiakan kamu, Se. Aku berjanji akan itu, tolong ... berhenti mengharapkan cinta Bagas karena yang kamu dapatkan hanyalah rasa sakit." Sea meremas sepuluh jemarinya cemas. Bukan karena pernyataan cinta Tirta, bukan! Tapi pada obrolan yang sempat Tirta dengarkan, dia gelisah dan takut jika Tirta akan membongkar pertemuannya dengan Haris malam ini. Dia tidak ingin mendapat tatapan benci dari Bagas meskipun dirinya sudah menolak permintaan tolong Haris untuk bekerja sama memisahkan Bagas dan Anita. "Aku janji nggak akan mau diajak ketemu sama Haris lagi, Mas," ujar Sea mencoba mengalihkan pembicaraan. "Lagipula aku sudah menolak tawarannya barusan. Kamu nggak bisa dong ngadui
***"Turun, Sayang!" pinta Bagas lembut. Panggilan sayang yang hanya dia lontarkan saat berduaan dengan Anita akhirnya lolos juga malam ini. "Nanti kamu akan tau semuanya dari mulut Leo."Dada Anita berdebar hebat. Dia bukan wanita bodoh, mendengar Bagas mengatakan "mendengar semuanya dari mulut Leo" membuat pikirannya melayang pada kejadian malam dimana Citra ditemukan mati bunuh diri."A-- apa Leo yang su-- sudah mem ....""Jangan menduga-duga, lebih baik kita masuk sekarang, Nit," sela Bagas cepat. Dia menarik tangan Anita untuk segera berjalan mendekati pintu rumah Leo.Rumah sederhana yang dulu terlihat begitu rapi dan terang ketika malam hari kini nampak sebaliknya. Bunga-bunga di dalam pot dibiarkan mengering dengan dedaunan yang tergeletak di halaman memberi kesan jika si empunya rumah sangatlah tidak pandai menjaga kebersihan.Dari luar nampak sekali jika rumah Leo seperti rumah kosong. Lampu terasnya mati dan menyisak
***"Brengsek kamu, Leo!"Deru napas Anita memburu. Tatapan matanya seakan menguliti wajah Leo yang terlihat tidak memiliki gairah hidup saat ini."Kamu benar, Nit. Brengsek, itulah aku. Aku menyesal tidak bisa menahan tubuh Citra saat itu, bahkan ... kamu tau ... bahkan aku sempat merasa lega dengan harapan Ana bisa membuka hatinya lagi ketika Citra telah mati."Anita menangis. Tangisnya pecah saat itu juga saat Leo mengatakan jika dia ingin memulai hidup baru setelah Citra tiada. Betapa akhir yang sangat tragis untuk hidup Citra, wanita yang dulu selalu bersikap sangat buruk terhadap Anita. Tapi lihatlah, bahkan Anita menjadi salah satu yang paling hancur atas kematian Citra."Pembunuh! Kamu pembunuh!" pekik Anita. "Dia sudah membunuh Citra, Mas. Dia pembunuh!"Bagas lagi-lagi merengkuh tubuh Anita ke dalam pelukan. Dia menepuk-nepuk punggung wanitanya dengan berbisik. "Kendalikan dirimu, Sayang. Tenanglah!"Anita menangis sejadi-jadinya dalam pelukan Bagas. Tangisan yang entah suda
***"Brengsek! Lo utang penjelasan ke gue. Apa-apaan berani godain adek gue, hah?"Sea menggigit bibirnya semakin kuat. Wajah Pandu yang terlihat tegas membuat jantungnya berdetak lebih cepat. "Santai, Bro. Bukan salah gue jatuh cinta, salahkan Sea yang terlalu pantas untuk dicintai," seloroh Tirta terkekeh. "Gue ada perlu sama Sea, berikan ponselnya. Jangan jadi Abang yang toxic!""Sialan lu, Tir!"Tanpa berkata-kata lagi, Pandu menyerahkan ponsel Sea dengan sorot mata yang sulit diartikan. Sementara Sea menerima ponsel dengan nyengir kuda memamerkan barisan giginya kemudian berlari kencang masuk ke dalam kamar. Pandu menggeleng-gelengkan kepalanya heran, rasa penasaran sementara dia kesampingkan karena akan ada acara besar menyambut Nyonya Bagas esok hari.Sea menutup pintu dengan cepat. Dadanya naik turun menandakan pergerakan napas yang mulai tidak beraturan. Takut karena tatapan Pandu, juga takut kalau Kakaknya akan bertanya macam-macam perihal dirinya dan Tirta.Ponsel Sea kemb
***Sea datang ke rumah Anita dengan mengendari mobil Tomi. Jangan tanya seribet apa sebelum dia datang, bahkan Bagas sudah merengek-rengek minta ikut dengan alasan mencemaskan sosok Anita.Dua jam sebelum berangkat ...."Boleh aku pinjam mobilnya, Yah?"Tomi menoleh. Di ruang tamu ada beberapa laki-laki yang tidak lain adalah Vano, Pandu dan Bagas serta beberapa tetangga yang ikut membantu acara di rumah mereka seperti mengeluarkan beberapa perabotan agar ruangan terasa lengang."Mau kemana? Di rumah lagi sibuk loh ini," tegas Tomi. Rumah yang dia maksut adalah rumah Halimah, tentu saja."Ke rumah Anita, dia bilang kesepian jadi minta aku datang," sahutnya tak acuh. Apalagi saat kepala Bagas yang seketika menoleh ke arahnya setelah menyebut nama Anita. "Apa? Jangan bilang kalau kamu ...." Sea menggantung ucapannya saat Bagas menatap matanya penuh harapan. "Aku ikut, Se," sahutnya cepat.Sea mencebik. Dia memanggil Halim
***"Mas Tirta?" teriak Anita kelepasan. Sea segera menutup mulut Anita dengan jemarinya dan melirik cemas ke arah beberapa orang yang berlalu lalang di dalam rumah Anita. Sementara jasa henna yang tengah melukis kaki Anita hanya bisa tersenyum mendengar obrolan dua wanita muda di depannya. "Gila, kamu serius, Se? Mas Tirtanya Mama Astri?" Anita kembali berbicara dengan intonasi cukup tinggi setelah Sea melepaskan tangannya dari mulut wanita tersebut."Jangan keras-keras, sumpah ... kamu bukan tipe bestie yang bisa diajakin gibah, Nit!" gerutunya sambil memalingkan tubuh tidak lagi menghadap Anita. Anita terkikik, dia meminta maaf dan kembali berseru. "Bagaimana ceritanya, kamu nggak lagi cari pelampiasan karena ditolak Mas Bagas kan?""Anita!" sentak Sea setengah merengek. "Jangan buat nama Mas Bagas kembali hadir di hatiku, aku sudah susah payah merelakan dia buat kamu loh! Nggak tau terima kasih banget!"Anita melipat bibirnya menahan taw
***Anita celingukan mencari sosok Sea. Pasalnya semua keluarga tengah mencemaskan keadaan wanita itu karena sejak tadi tidak terlihat batang hidungnya, padahal dia adalah orang pertama yang terlihat begitu bahagia dengan pernikahan Bagas dan Anita."Ck! Dia kemana sih? Acara resepsi tiga jam lagi, tapi ponselnya malah nggak aktif," gerutu Anita cemas. Sama halnya dengan Gina dan Tomi, mereka keluar masuk rumah Anita mencari sosok Sea, tapi nihil! Berulang kali pula mereka mencoba menelpon nomor ponsel Sea tapi hanya suara operator yang mendominasi."Kemana sih nih anak, nggak pamit beneran ke kamu, Nit?" tanya Tomi cemas. "Barangkali kamu lupa ....""Enggak, Pakde," sahut Anita cepat. "Padahal kemarin kita bercerita banyak sekali, tapi dia nggak bilang apa-apa, bahkan tadi selesai acara ijab qabul pun dia terlihat sumringah, aku ... aku nggak tau dia tiba-tiba pergi kemana," cicit Anita kalut. Dia takut jika Sea memutuskan pergi karena melihat Bagas menikah. "Apa dia sakit hati, Mas
***"Sea!" pekik Anita tertahan. Dia hampir saja turun dari pelaminan saat melihat Sea yang berjalan tergesa memasuki area dekorasi pernikahan.Melihat Anita dan Bagas yang tengah duduk di atas pelaminan sontak saja membuat senyum di bibir wanita cantik itu tersungging. Dia melambaikan tangan sembari mengatakan 'maaf' yang hampir tidak terdengar. Hanya saja gerakan mulutnya bisa dibaca oleh siapa saja yang melihatnya saat ini.Anita mengangguk cepat, dia mengibaskan tangan ke udara memberi pertanda agar Sea segera mencari Gina dan menjelaskan apa yang sedang terjadi. Bagai memiliki telepati, segera Sea berlalu dengan cepat dan menerobos beberapa tamu undangan untuk bisa masuk ke dalam rumah.Benar saja, sosok Gina tengah berdiri di depan pintu kamar Bagas dan Anita yang berisikan banyak sekali barang di dalamnya."Sea!" Gina memeluk putrinya dengan sangat erat. "Ketemu Ayah sama Mas Pandu?"Sea menggeleng. "Mereka mencari kamu. Biar Ibu hubungi Ayah agar segera pulang.'Sea kembali me