Awalnya Terpaksa, Akhirnya Jatuh Cinta

Awalnya Terpaksa, Akhirnya Jatuh Cinta

last updateLast Updated : 2025-09-22
By:  Itha Irfansyah Updated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
11Chapters
10views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Mereka dipaksa bersama dalam ikatan yang tak diinginkan. Awalnya dingin, penuh penolakan, bahkan terasa seperti hukuman. Namun, perlahan keterpaksaan itu berubah jadi sesuatu yang sulit dijelaskan—hangat, membingungkan, sekaligus berbahaya. Saat cinta mulai tumbuh, rahasia masa lalu dan orang-orang yang tak rela melihat mereka bahagia datang mengguncang segalanya. Apakah cinta yang lahir dari keterpaksaan bisa bertahan? Atau justru hancur sebelum sempat mekar?

View More

Chapter 1

Bab 1.

“Apa?”

Nada suara Dara meninggi, matanya melebar tak percaya pada kalimat yang baru saja diucapkan ayahnya.

“Pernikahan ini sudah disepakati sejak lama, Nak. Demi bisnis keluarga kita.”

Dara ingin protes, tapi lidahnya kelu. Ia bahkan belum lulus kuliah, dan sekarang diminta menikah dengan pria yang bahkan tak pernah ia kenal.

“Kenapa harus aku? Kenapa bukan yang lain?” gumamnya pelan.

Ayahnya hanya menghela napas.

“Karena hanya kamu yang bisa menyelamatkan nama baik keluarga.”

Di sisi lain kota, Arga justru sedang bersantai di balkon apartemennya, menikmati kopi.

Hidupnya sudah cukup nyaman, apalagi ia adalah pewaris sebuah perusahaan besar. Tapi semua kenyamanan itu seperti runtuh ketika sang ibu datang membawa kabar.

“Kamu harus menikah dengan Dara. Bulan depan.”

Arga hampir tersedak kopinya.

“Menikah? Dengan orang yang bahkan aku nggak kenal?”

Ibunya hanya tersenyum tipis.

“Kamu akan terbiasa. Anggap saja awalnya kewajiban, nanti… siapa tahu bisa jadi sesuatu yang lebih dari itu.”

Arga mendengus, malas menanggapi.

Pernikahan? Bukan sesuatu yang pernah masuk dalam rencananya.

Hari pertemuan pertama pun tiba.

Dara dengan wajah kesal duduk di meja restoran, sementara Arga datang dengan gaya cueknya.

“Jadi kamu calon istriku?” Arga membuka percakapan dengan nada datar.

Dara mendelik. “Jangan ge-er. Aku pun nggak mau.”

Untuk sesaat, keduanya hanya saling menatap. Tidak ada senyum, tidak ada kehangatan. Hanya… keterpaksaan.

Tapi entah kenapa, di balik tatapan kesal itu, ada sesuatu yang membuat hati mereka sama-sama bergetar, meski tak ada yang mau mengakuinya.

Restoran itu terlalu mewah untuk pertemuan yang terasa hambar. Dara menunduk, memainkan sendok di tangannya, sementara Arga bersandar malas dengan ekspresi jenuh.

“Kalau kita menikah,” Dara membuka suara akhirnya, “aku harap kamu tahu, aku melakukan ini hanya karena orang tuaku.”

Arga menaikkan satu alis. “Kebetulan. Aku juga sama. Jadi, jangan pernah salah paham.”

Dara mendengus. “Percayalah, jatuh cinta sama kamu itu nggak pernah ada di daftar hidupku.”

“Bagus,” jawab Arga singkat, lalu meneguk air putihnya.

Tak ada senyum, tak ada basa-basi. Hanya percakapan kaku yang lebih mirip perjanjian bisnis ketimbang obrolan calon pasangan hidup.

****

Minggu-minggu berikutnya berjalan cepat. Semua persiapan pernikahan diurus keluarga. Dara hanya hadir ketika benar-benar harus, Arga pun tak jauh berbeda.

Hari pernikahan tiba.

Gaun putih melekat di tubuh Dara, membuatnya tampak anggun meski wajahnya jelas tidak berbahagia. Sementara Arga, dengan jas hitam rapi, terlihat lebih seperti model iklan majalah daripada mempelai yang jatuh cinta.

Saat ijab kabul selesai, tepuk tangan menggema. Semua orang tersenyum… kecuali kedua mempelai.

Dara hanya menghela napas.

“Resmi sudah, aku terikat dengan orang asing,” batinnya.

Arga melirik sekilas ke arahnya, lalu kembali memandang lurus ke depan.

“Semoga ini cepat berlalu.”

Malam pertama pun tak berjalan seperti cerita romansa kebanyakan.

Di kamar hotel yang dipenuhi bunga, Dara sibuk membuka koper, sementara Arga sudah mengambil bantal cadangan dan meletakkannya di sofa.

“Kamu tidur aja di ranjang. Aku nggak apa-apa di sini,” ucap Arga santai.

Dara menoleh, heran sekaligus lega.

“Syukurlah kita sepakat dalam satu hal,” katanya dingin, lalu merebahkan diri tanpa banyak kata.

Lampu kamar redup, keheningan menyelimuti. Dua orang asing kini sah menjadi suami istri, tapi hati mereka sama-sama jauh, dingin, dan penuh penolakan.

Rumah dua lantai bergaya modern itu akhirnya jadi tempat tinggal mereka. Bukan rumah impian Dara, apalagi Arga. Tapi keluarga besar sudah sepakat: setelah menikah, mereka harus tinggal bersama.

Dara berdiri di ruang tamu, memeluk lengannya sambil menatap sekeliling.

“Lumayan, sih. Cuma terlalu… dingin.”

“Cocok sama pemiliknya,” celetuk Arga sambil menjatuhkan jasnya di sofa.

Dara menoleh cepat, mendengus. “Tenang aja, aku nggak bakal betah juga lama-lama di sini.”

“Bagus,” jawab Arga pendek, lalu langsung naik ke lantai dua tanpa menoleh lagi.

Malam pertama di rumah itu jauh dari romantis. Dara sibuk mengatur lemari pakaian, sementara Arga duduk di balkon, main ponsel.

“Eh, tolongin ini dong, gantungan baju terlalu tinggi,” pinta Dara tanpa menatap.

Arga melirik sebentar, lalu kembali ke ponsel. “Kamu kan bisa naik kursi.”

Dara mendengus keras. “Laki-laki macam apa sih kamu?”

“Laki-laki yang dipaksa nikah,” balas Arga santai.

Hari-hari berikutnya pun penuh kejanggalan.

Pagi hari. Dara bangun lebih dulu, menyiapkan sarapan sederhana. Arga turun dengan wajah setengah ngantuk, lalu melihat meja makan.

“Kamu bisa masak juga ternyata?” tanyanya datar.

“Kalau nggak suka, jangan makan,” jawab Dara ketus.

Arga mengangkat bahu. “Enak sih… cuma jangan GR, aku tetap nggak doyan sama kamu.”

Dara menahan diri untuk tidak melempar sendok ke wajahnya.

Malam hari.

Arga sedang menonton bola di ruang keluarga. Dara lewat, membawa segelas susu.

“Bisa kecilin volumenya nggak? Aku mau tidur,” protes Dara.

Arga menoleh santai. “Rumah ini milik berdua, jadi jangan merasa kayak kos-kosan kamu aja.”

Dara mendelik. “Aku nyesel banget, sumpah.”

“Tenang, aku juga,” balas Arga dengan senyum tipis menyebalkan.

Meski begitu, tanpa mereka sadari, interaksi dingin itu mulai membentuk kebiasaan. Pertengkaran kecil, sindiran, bahkan keheningan, semuanya jadi bagian dari kehidupan baru mereka.

Belum ada cinta. Belum ada kehangatan.

Hanya dua orang asing yang terpaksa berbagi atap, berbagi ruang, dan berbagi hidup.

Untuk sementara… itu sudah cukup membuat mereka sama-sama lelah.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
11 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status