"Kau mau ke mana? Aku ada perlu denganmu."
Suara wanita tua yang Arga kenal sebagai tante dari Tuan Askara menghentikan langkah Arga yang hendak pulang ke kontrakannya.
Dahlia perlahan berjalan mendekat ke arahnya.
Merasa ada hal penting, Arga pun membalikkan tubuhnya lalu menatap wanita yang bahkan tak pernah meliriknya sama sekali–selama ini.
"Sa–saya mau pulang Nyonya," ucap Arga gugup.
'Mau apa dia mendekatiku?' batin Arga bertanya saat wanita paruh baya itu semakin mendekat ke arahnya.
Melihat wajah Dahlia yang terlihat tidak bersahabat, Arga merasa inilah wanita dengan peran antagonis nomor satu yang pernah ditemuinya.
“Aku tidak menyangka. Orang miskin sepertimu bisa memiliki wajah tampan yang begitu mempesona,” ucap Dahlia, setelah berada di depan Arga, “makanya, kau bisa menikahi keponakanku, hmm?”
Ucapan wanita itu menjatuhkan harga diri Arga. Dia merasakan terhina begitu luar biasa.
Kalau saja Arga boleh memilih, dia pun tidak mau berada di posisi ini.
Ia yakin pujian Dahlia hanya kalimat sarkasme belaka.
"Maaf Nyonya, saya harus segera pulang." Arga kini mencoba menghindar.
Pria itu pun yang hendak pergi.
Namun, Dahlia berhasil mencekal tangannya, hingga Arga terpaksa menghentikan niatnya.
"Ikut aku ke kamarku,” perintahnya, “aku membutuhkan bantuanmu."
Wanita itu tersenyum licik menatap ke arah Arga, hingga membuatnya merinding.
Pria itu tahu jelas bahwa Dahlia paling benci dengan orang miskin. Bahkan, tak ada satu pelayan pun di rumah ini yang diperlakukan baik olehnya.
Maka dari itu, Arga selalu menghindari untuk berkomunikasi dengan wanita ini.
"Tapi, Nyonya-" ucap Arga yang tentu saja dihadiahi tatapan tajam.
Tak memiliki pilihan lain, Arga mengikuti wanita tua itu masuk ke dalam kamarnya.
"Apalagi maunya dia?" gumam Arga di dalam hati.
Brak!
Setelah tiba di dalam kamar itu, Dahlia menutup pintu kamarnya–membuat Arga semakin bingung.
Apa kira-kira yang akan dilakukan wanita ini terhadapnya?
“Aku sangat mengerti, ini adalah pilihan yang sulit. Tapi, kalau kau lelaki yang punya harga diri, kau pasti akan menolak permintaan keponakanku. Atau jangan-jangan, kau sengaja melakukan ini, agar bisa menikahi Maria, ya?” ucap Dahlia mendadak, “padahal, kau tahu sendiri Maria mengalami gangguan mental.”
Arga menatap wanita tua itu dengan bingung.
Dahlia sepertinya berpikir hanya orang bodoh yang mau menikahi Maria. Jika Arga mau menerima tawaran dari keponakannya, pastilah hanya karena harta yang dimiliki keluarga ini.
Dahlia tampak tidak ikhlas harta kekayaan keluarga Askara akan jatuh ke keturunan pria miskin, seperti sopir pribadi sang keponakan.
"Maksud Anda apa Nyonya? Saya tidak mengerti," ucap Arga pada akhirnya.
Namun, Dahlia justru tertawa melihat Arga.
Pria itu bahkan sampai salah tingkah dibuatnya.
"Aku sudah tak bisa mengelak lagi dan menolak permintaan keponakanku untuk menikahkanmu dengan Maria! Tapi asal kamu tahu saja, aku pun sangat menginginkanmu menolak perintah itu," ucap Dahlia kasar.
Hal ini tentu membuat Arga menjadi semakin salah tingkah. Apa wanita ini tak tahu kalau saja bisa, Arga pastilah menghindar.
Tapi, nyatanya Arga pun sudah terjebak dalam permainan atasannya.
Mobil mewah pria itu sudah rusak akibat ulah Arga, dan ia diminta untuk mempertanggungjawabkannya.
"Apa maksud Anda, Nyonya?" tanya Arga–lagi.
“Jangan pura-pura bodoh di hadapanku, aku sungguh muak mendengarnya,” ucap Dahlia, semakin membuat perasaan Arga menjadi tak karuan.
Secara tiba-tiba, wanita itu mencengkram keras leher baju Arga.
Pria itu jelas dapat melepaskan diri. Hanya saja, dia khawatir dapat melukai wanita tua di hadapannya ini.
"Nyonya saya mohon tolong hentikan ini!" ucap Arga sampai terbatuk karena lehernya perlahan tercekik.
"Hentikan?" ulang wanita itu. "Diamlah, Arga! Kau sudah dengan sengaja memanfaatkan keadaan, kau pikir aku akan membiarkanmu memanfaatkan keponakanku huh?" tanya Dahlia kejam.
Wanita itu lalu menekan milik Arga dengan keras, sampai Arga menjerit kesakitan.
Dirinya terasa terbelah.
"Awwwww, sakit Nyonya,” rintihnya, “hentikan."
Mata Arga sudah berkaca-kaca karena merasakan sakit yang luar biasa akibat serangan mendadak pada miliknya.
Dahlia tersenyum licik. “Kau mau berteriak? Kau mau bilang apa? Bahwa aku menyakitimu huh?”
“Coba saja, kalau berani. Mana yang akan orang percaya, kata-kata pria miskin sepertimu, atau kata-kata tante dari pemilik di rumah ini? Aku bisa berteriak lebih kencang, dan hidupmu bisa berakhir saat ini juga!” ancam wanita itu.
Arga hanya dapat diam menahan sakit, hingga suara kencang Tuan Askara mengalihkan fokus keduanya.
“Di mana sopir itu!?” seru Tuan Askara dari depan kamar Dahlia.
Wanita itu lantas langsung menjauhi Arga.
“Aku pastikan hidupmu hancur bila kau benar-benar menikahi keponakanku!” ancamnya lalu melepaskan Arga.
Arga tidak membalas ucapan Dahlia.
Saat ini, pria itu hanya ingin cepat keluar dari dalam kamar sang nenek sihir segera.
*****
"Apa Anda memanggil saya Tuan?" tanya Arga begitu menghadap majikannya.
Tuan Askara segera memicingkan matanya–menatap ke arah Arga penuh curiga.
"Ngapain kau di dalam kamar tanteku, huh?"
Pertanyaan Tuan Askara membuat Arga salah tingkah. Untungnya, Tuan Askara tidak sadar karena pria itu tiba-tiba memerintahnya, "Temui Maria sekarang, katakan padanya kau akan segera menikahinya."
"Baik Tuan," jawab Arga cepat meski wajahnya sudah pucat pasi.
Dari siksaan Dahlia, kini ia harus menemui Maria. Calon istrinya itu lagi-lagi mengurung diri di dalam perpustakaan.
Arga pun melangkah gontai menuju ke sana.
Tok Tok Tok!
Dia mengetuk pintu di perpustakaan tersebut. Lalu, tanpa menunggu jawaban dari dalam, Arga membuka pintu dan masuk lebih jauh ke dalam perpustakaan.
Dan benar saja, Maria sedang sibuk membaca buku di sana.
Wanita itu hanya melirik sekilas ke arah Arga, lalu kembali fokus pada buku bacaannya.
"Selamat sore, Nona Maria. Maaf kalau saya mengganggu. Saya diperintahkan oleh Tuan Askara untuk menemui Anda,” ucap Arga.
“Saya minta maaf karena saya sama sekali tidak bisa menolak keinginan beliau. Saya sudah melakukan kesalahan dengan menabrakkan mobil mewah beliau, hingga menimbulkan kerugian. Oleh karena itu, saya diminta untuk membayar kerugiannya dengan cara menikahi Anda. Saya minta maaf kalau dengan keputusan ini membuat Anda menjadi terganggu."
Panjang lebar Arga menjelaskan permintaan maafnya pada Maria.
Namun, tak sedikit pun ia mendapat respon dari wanita itu.
"Astaga, aku seperti berbicara dengan patung, tapi aku tidak boleh menyerah," ucap Arga di dalam hati.
Namun, ia kembali teringat perintah atasannya.
Arga pun berkata, "Dua hari lagi saya akan menikahi anda Nona. Saya harap Anda tidak keberatan karena saya yakin Tuan Askara pasti sudah menceritakan semuanya pada Anda."
Lagi, Arga tidak mendapatkan respon apa pun.
"Sialan! Bagaimana mungkin aku bisa memiliki anak dari wanita ini? Aku seperti sedang berbicara dengan tembok." Hatinya berujar demikian.
Cukup lama, keduanya terdiam, hingga Arga benar-benar menyerah.
Perlahan, ia pun melangkah mundur.
"Saya permisi dulu Nona," pamit Arga.
Arga lantas membalikkan tubuhnya berniat untuk keluar dari perpustakaan tersebut.
Namun, suara Maria untuk pertama kalinya Arga dengar.
Meski hanya satu kata, entah mengapa sudah membuat jantung Arga menjadi tidak karuan.
"Tunggu."
"Ikuti saja kemauan kakakku." Satu kalimat itu hampir membuat jantung Arga copot, tapi dia tak mau berlama-lama ada di sini. Arga sekarang yakin apa yang dikatakan beberapa pelayan selama ini mengenai Maria itu– benar adanya. Nona muda ini sangat menakutkan!"Baik Nona, kalau begitu saya permisi dulu," pamitnya lagi.Arga pun buru-buru keluar dari perpustakaan tersebut. Lalu, ia kembali menemui Tuan Askara untuk menceritakan semuanya.Setelah menekankan pada Tuan Askara kalau dirinya terpaksa akan menerima tawaran ini, Arga pun memilih kembali ke kontrakannya.Namun, matanya membulat sempurna ketika tiba di kontrakannya! Orang yang tadi dia temui di Mall, sedang menunggu kedatangannya."Apalagi sih maunya mereka?" gumam Arga kesal.Arga segera memarkirkan motor buntutnya di depan kontrakannya, lalu menghampiri orang-orang itu."Apalagi yang kalian inginkan?!" seru Arga dengan raut wajah masam.Seharian ini, dia sangat lelah. Ditambah dengan kedatangan orang-orang ini, tentunya ak
"Kau dengar sendiri kan apa yang dikatakan adikku? Kau bahkan sudah memintanya untuk menjadi istrimu, sekarang dengan gampangnya membatalkan semua yang sudah kami rencanakan," ujar Tuan Askara."Bukan begitu maksud saya, Tuan," ucap Arga berusaha menjelaskan diri."Ck!" Tuan Askara berdecak malas, "asal kau tahu saja, bahkan aku sudah mempersiapkan pernikahan kalian." "Tapi---"Arga tak melanjutkan ucapannya begitu melihat atasannya menatap tajam dirinya.Pandangan Arga lantas tertuju pada Maria yang berada di lantai dua. Netra pekat keduanya bertemu--saling tatap satu sama lain.Arga tak menyangka wanita ini bisa berbicara lantang. Dia pikir, Maria benar-benar tidak bisa berkomunikasi secara normal. Nyatanya, sekarang Maria paham apa yang sedang dia ributkan di bawah dengan Tuan Askara."Apa yang harus aku lakukan sekarang," gumam Arga di dalam hati.Dia benar-benar bimbang untuk mengambil keputusan."Aku tidak mau menerima uangmu ini karena aku yakin, uang ini tidak halal," tuduhn
"Baiklah Tuan, saya siap menikah dengan Nona Maria," ucap Arga mantap.Semua ini dia lakukan hanya demi membantu Maria untuk bisa hidup normal seperti orang kebanyakan.Tuan Askara tersenyum puas."Bagus! Memang harusnya kau memenuhi keinginanku, karena selama ini aku sudah memperkerjakanmu di sini dengan sangat baik. Malam ini, kau akan menikah dengan Maria, tapi hanya dihadiri oleh beberapa orang saja." "Pernikahannya tertutup! Dan siang ini, kau harus ikut denganku ke kantor pengacaraku," ucap Tuan Askara panjang lebar."Ke kantor pengacara?" Arga dibuat bingung oleh permintaan bosnya ini."Tentu saja kau harus ikut denganku ke kantor Pak Bima, pengacaraku. Kita harus membuat kontrak pernikahan sebelum pernikahan itu benar-benar terjadi," ucap Tuan Askara dengan enteng.Hal ini jelas membuat Arga tersentak kaget. "Maksud Anda bagaimana, Tuan?" "Iyalah! Kau harus menandatangani surat kontrak pernikahan. Mana tahu, di tengah jalan kau mengingkarinya, atau ketika anakmu lahir, terny
"Enam?" tanya Pak Bima melihat berkasnya kembali.Dalam poin itu tertulis bahwa Arga baru boleh pergi dari kehidupan keluarga Askara setelah dirinya berhasil memberikan satu orang anak laki-laki.[ Bila anak pertama, kedua, dan ketiga perempuan, maka itu menjadi tanggung jawab Arga. ][ Karena Tuan Askara hanya menginginkan anak laki-laki, dan setelah yang diinginkan terwujud Arga beserta anak perempuannya, harus pergi dari kediaman Askara tanpa mengajak Maria.]Ini seakan Arga adalah sapi jantan yang harus siap membuahi demi keinginan majikannya!"Bagaimana Tuan?" tanya Pak Bima kepada Tuan Askara."Biarkan saja seperti itu Pak Bima. Dia tidak punya kesempatan untuk mengatakan kalau dirinya tidak setuju, semua sudah menjadi keputusan saya!" serunya.Pak Bima pun mengangguk. "Ya sudah, kalau seperti itu silahkan tanda tangani Arga," ucap Pak Bima dengan penuh wibawa.Sejujurnya, pengacara itu pun sangat kasihan pada sopir pribadi Tuan Askara ini. Siapa pun dapat melihat bahwa Arga pa
"Nona tidurlah di ranjang. Saya akan tidur di sofa. Saya tidak akan memaksa Anda kalau Anda belum siap Nona," ucap Arga dengan tatapan keraguan.Setelah pernikahan ekpress itu, kini keduanya berada di dalam kamar dengan status pengantin baru.Maria lantas menatap lekat wajah Arga. 'Sepertinya, pria ini tidak jahat,' pikirnya. Perempuan itu pun tersenyum dan berucap pelan, "Terima kasih." Seketika Arga merasa iba dengan calon istrinya itu. Perlahan, ia pun tersenyum. "Anda jangan takut, Nona. Saya tidak akan menyakiti Anda. Saya akan menjaga Anda dengan sangat baik. Maaf kalau saya belum bisa membawa Anda pergi dari rumah ini karena Tuan Askara tidak mengizinkan kita pergi," ucap Arga.Maria mengangguk lemah, wanita itu pun memilih untuk masuk ke dalam selimut, sedang Arga menuju ke sofa. Tubuhnya sudah sangat lelah dengan drama hari ini.****Esok harinya, Arga yang sudah rapi bersiap untuk menjalankan aktivitasnya.Namun, dia dibuat kaget karena ada orang asing di rumah itu, dan s
Setelah menyelesaikan urusannya dengan pria yang "ternyata" merupakan Papa kandungnya, kini Arga pun kembali ke kediaman keluarga Askara. Rencananya, ia akan meminta izin kepada sang majikan, sekaligus kakak ipar tersebut untuk diizinkan pulang menemui kedua orang tuanya.Meski sudah melihat video pengakuan keduanya, Arga merasa harus bertemu langsung dengan kedua orang tua itu dan mendengarnya secara langsung mengenai rahasia ini.Entah mengapa, alam bawah sadar Arga masih menolak fakta yang ada. Namun, begitu tiba di kediaman keluarga Askara, ia justru disambut oleh sang kepala pelayan dengan wajah penuh rasa khawatir."Kau lagi ngapain sih di luaran sana? Kenapa lama sekali angkat telepon dari Nyonya? Beliau sampai lelah menghubungimu!""Aku tadi ada urusan, Bi. Lagi pula, aku sudah dipecat. Kira-kira disuruh ngapain ya, Bi?" tanya Arga.Ia tak habis pikir mengapa wanita super sombong itu masih membutuhkannya sampai memarahi mantan atasannya ini.Bukankah baru tadi pagi dirinya d
Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Kini, genap dua bulan sudah Arga menjadi suami dari Maria. Hanya saja, sampai detik ini, Arga belum berani menyentuh istrinya itu. Entah mengapa pria itu, khawatir dalam prosesnya akan menyakiti Maria. Jadi, Arga lebih memilih setiap hari dimaki-maki oleh Tuan Askara yang mulai menganggapnya "tidak mampu" memberi keturunan di keluarga itu.Dalam periode yang sama, Arga juga sudah sempat pulang ke kampung halamannya untuk mengonfirmasi pada kedua orangtua angkatnya mengenai jati diri Arga yang sebenarnya.Mereka pun menceritakan semua yang terjadi, sehingga Arga harus menerima fakta kalau dirinya memang benar-benar keturunan dari keluarga Dewantara.Namun, Arga tidak bisa melupakan jasa kedua orang tua angkatnya itu. Jadi, pria juga meminta pengertian Gavin Dewantara sebagai Papa Kandungnya untuk membiarkan pria itu tetap menganggap mereka sebagai orang tuanya juga. Dan hari ini .... Tuan Gavin Dewantara kembali ke Indonesia hanya untu
"Kalau benar seperti yang dikatakan oleh istriku, maka aku tak segan-segan akan membunuhmu karena sudah mencoba mempermainkanku!" seru Tuan Askara penuh penekanan."Itu semua tidak benar Nyonya," jawab Arga.Ia sangat kesal pada wanita bermulut kejam ini, yang selalu menganggap orang miskin seperti penyakit yang bisa menular kepadanya."Mana mungkin ada maling ngaku, kau keenakan kan tinggal di tempat ini? Kau pikir kami tidak tahu rencana licikmu huh? Kau selalu saja membuat alasan agar tetap bisa berada di sini," ucap sang nyonya lagi.Arga mengepalkan tangan, menahan emosi. Ia benar-benar tak habis pikir apa sebenarnya maunya wanita ini. "Kalau memang Tuan dan Nyonya mengizinkan saya untuk tinggal di tempat lain, dengan senang hati akan saya lakukan agar saya tidak sampai minta makan di sini, bahkan asal anda tahu saja selama saya tinggal di sini dan menikahi Nona Maria." "Saya baru tiga kali minta makan di kediaman Anda. Selebihnya, saya selalu membeli makanan secara online, dan