“Dua miliar?” Arga kembali membatin. “Itu memang banyak, tapi untuk membeli diriku? Rasanya, begitu murah sekali. Sebesar itukah harga diriku sebagai laki-laki?”
“Apa yang harus aku lakukan?” imbuhnya lagi bertanya pada diri sendiri.
Tadi, setelah pulang dari Mall, Arga dan sang nyonya diminta untuk ke ruang kerja milik Tuan Askara di kediamannya.
Pria itu menatap Arga penuh kuasa, seolah mendesak Arga untuk segera menikahi Maria.
Entah mengapa, Arga sempat curiga Tuan Askara memilih pria miskin sepertinya karena tahu dia tidak berdaya.
Mungkinkah, majikannya itu sengaja menjebak Arga dalam kecelakaan tersebut agar ia tak punya pilihan lain?
Setelah dipikirkan, baru kali ini juga, Tuan Askara memintanya untuk mengendarai mobil termahal keluaran terbaru.
“Aku sudah membebaskanmu dari tuntutan hukum, bahkan aku akan mengangkat derajatmu dengan menikahi adikku! Ingat Arga, dua miliar untuk keturunan Askara!" seru Tuan Askara tegas.
Senyum tercipta di wajah majikan Arga itu.
Tanpa Arga sadari, kecurigaan pria itu benar.
Tuan Askara telah merencanakan semuanya. Bila adiknya sudah melahirkan ahli waris untuk keluarga mereka, ia akan menendang pria miskin ini dari kediamannya.
Percayalah, tidak ada satupun keturunan Askara memiliki sifat baik. Sejak dulu, mereka terkenal licik, hingga bisa sampai ke puncak tertinggi. Hanya adiknya saja yang berbeda.
Namun, tak apa. Sekarang, Tuan Askaralah yang memimpin situasi.
Alih-alih mengemis pertolongan dari Arga, dia telah berhasil membalik keadaan seakan Arga-lah yang dianggap terbantu olehnya.
"Apakah ini artinya aku tidak hanya menjual harga diriku, tapi juga keturunanku? Lalu apa aku ikhlas pergi setelah anak aku lahir ke dunia?” batinnya semakin pilu.
Hatinya seperti diremas tangan tak kasat mata.
Arga sendiri bingung apa yang harus ia lakukan.
Bagaimana caranya untuk menjelaskan kepada kedua orang tuanya, kalau pernikahan ini benar-benar terjadi?
Arga yakin orang tuanya pasti terkejut, terlebih ketika ia nanti mampu memiliki anak dengan wanita itu, lalu meninggalkannya begitu saja.
Pasti, ini akan sangat membuat kedua orang tuanya terpukul, hatinya semakin pilu.
"Tapi, Tuan–"
Ucapan Arga terjeda karena Tuan Askara langsung menyambar ucapannya.
"Kalau kau menolaknya, apa kau yakin akan mampu membayar ganti rugi sebesar dua miliar? Sedangkan kau hanya memiliki waktu 2 kali 24 jam!"
Sebenarnya, Tuan Askara bahkan sudah meminta anak buahnya untuk segera mempersiapkan pernikahan sang adik dengan Arga.
Beliau sangat yakin Arga tidak memiliki kesempatan lagi untuk menolak permintaannya, kecuali pria itu berasal dari keluarga kaya!
"Saya mohon pikirkan lagi niat Anda, Tuan. Bagi kami orang kampung, pernikahan itu bukan hal yang bisa dipermainkan," bujuk Arga di tengah keputusasaan.
Ia memang sangat menghormati pernikahan, sesuai didikan orang tuanya.
Bila ia menikah demi uang, ini jelas menyalahi prinsipnya.
Tangan pria itu mengepal, menahan emosi.
‘Apa seperti ini kelakuan semua orang kaya di negeri ini?’ pikirnya
"Kau menyuruhku untuk memikirkannya lagi?" Tuan Askara membeo.
Perlahan, pria itu berjalan mendekat ke arah Arga.
Tanpa aba-aba, Tuan Askara lalu mendorong tubuh Arga dengan telunjuknya, hingga membuat sang sopir mundur beberapa langkah.
"Jujur saja, Tuan. Saya sangat takut berdosa dan mengingkari sumpah pernikahan itu di hadapan Tuhan,” tolak Arga, “Tolong, Tuan! Izinkan saya mencicil utang itu dan beri saya keringanan."
Demi apa pun, Arga akan berjuang agar bisa terlepas dari tuntutan dan rencana tak masuk akal sang majikan.
Namun, Tuan Askara malah menatapnya nyalang. "Diam kau!" sentaknya.
"Sudahlah Pa, kalau dia memang tidak mau biarkan saja." Sang Nyonya yang sedari tadi diam, akhirnya menimpali.
Jika boleh berbicara, wanita itulah yang paling keberatan. Bagaimana bisa seorang sopir dijadikan anggota keluarga Askara? Apa kata keluarganya bila mendengar rencana sang suami? Ini seperti melempar kotoran di wajahnya!
Hanya saja, Tuan Askara mengangkat tangan–memberi kode agar sang istri tak ikut campur dengan urusannya.
"Apa Mama mau Papa menikah lagi agar kita bisa memiliki keturunan, huh?" tantang pria itu pada akhirnya.
Baginya, ini adalah cara terbaik yang dapat dilakukan bila sang istri menolak rencananya.
Tuan Askara sudah berusaha menjaga hubungannya dengan sang istri untuk tidak menikah lagi meski wanita itu divonis mandul.
Mendengar ucapan Tuan Askara, Monica membulatkan matanya. "Mama, bersumpah akan membunuh Papa kalau Papa melakukannya!" ancamnya cepat.
Wanita itu menatap sang suami dengan tatapan membunuh.
Monica adalah salah satu anak konglomerat di negeri ini yang sudah menjalin hubungan cukup lama dengan Tuan Askara.
Ketika mereka akhirnya menikah, semua orang berbahagia. Namun sayangnya, pernikahan mereka tidak dikaruniai seorang anak.
"Maka, jangan pernah menghalangi Papa untuk membuat sopir ini menikahi Maria," jawab Tuan Askara cepat.
"Terserah," sahut sang istri lalu keluar dari ruang kerja sang suami.
Brak!
Tak lupa, ia membanting pintu ruang kerja, hingga Tuan Askara memejamkan matanya.
Arga hanya dapat diam menyaksikan drama rumah tangga itu, sampai Tuan Askara tiba-tiba menatap ke arahnya.
"Dan kau!" bentak Tuan Askara lagi, "tahu apa kau mengenai pernikahan? Kau hanya pria miskin yang sudah menimbulkan kerugian dalam hidupku!"
"Saya-"
Namun, ucapan Arga kembali disambar sang majikan.
"Ingat! Aku hanya membutuhkan seorang keturunan laki-laki yang akan menjadi pewaris harta kekayaan keluarga Askara. Setelah kau dan adikku berhasil memberikanku pewaris laki-laki, saat itu juga kau harus segera pergi sejauh mungkin!" bentaknya.
Ucapan itu terasa seperti pecutan bagi Arga.
“Apakah ini berarti aku tidak punya hak untuk mencintai dan memberikan kasih sayang pada anakku? Apa kelak keturunanku akan dicintai di rumah ini,” gumamnya di dalam hati.
Tanpa sadar, tangannya mengepal.
"Persiapkan dirimu! Dua hari lagi, kau akan menikah dengan Maria, adikku! Bersyukurlah kau bisa menjadi suami seorang keturunan Askara!" ucap majikannya itu, lalu pergi meninggalkan Arga dengan tangan terkepal.
Dua puluh menit berikutnya, mereka tiba di depan hotel terbaik di kota Cappadocia. Cessa mematung melihat kedua orang tua Leo, ada Mama dan Papa, juga Arjuna dan adik sepupu Cessa serta Grandpa Arga dan Grandma Maria sedang tersenyum ke arahnya.Kenapa bisa begini? Sejak kapan mereka di sini? Lalu kenapa sang Mama dan Mamanya Leo juga Grandma Maria tampak akrab? Siapa yang membuat kejutan ini untuknya? Untuk apa?Air mata mulai membasahi wajah cantik Cessa."Papaaaaaaaaaaaa …..!" teriak si kembar kompak, lalu berhamburan berlari ke arah Arjuna. Mereka sangat merindukan Arjuna yang selalu dipanggil Papa.Meskipun sudah ada Leonard mengambil alih tugas Arjuna selama ini, tapi posisi Arjuna di hatinya tidak akan pernah berubah. Arjuna, masih menjadi pria yang terbaik yang ada untuk hidup Ratu dan Rani."Honeyyyyyy ……!" balas Arjuna.Pria itu berjongkok, lalu merentangkan kedua tangannya memeluk si kembar yang sudah ia anggap seperti darah dagingnya sendiri."Kami benar-benar tak dianggap
Si sulung bersungut-sungut kesal karena perdebatan kedua orang tuanya tidak akan pernah berakhir.Setiap kali Cessa menatap tajam ke arah Leonard, si kembar tahu kalau sang Mommy sedang marah, dan mereka diminta untuk mengerti keadaan yang ada. Tapi nyatanya tak bisa."Iya benar, kalau Mommy gara-garanya kita ketinggalan pesawat, kita seruduk Mommy," Rani menimpali. Rani ikut menghentak-hentakkan kakinya berjalan mendekati pintu keluar."Kalian ya, mulai nggak nurut sama Mommy," kata Cessa kesal."Kabuuuuurrrrrrrrr!" teriak si kembar kompak lalu berlari ke arah mobil."Tunggu kalian," teriak Cessa, ikut mengejar kedua anak nya ke dalam mobil. Hati Leo menghangat melihat tingkah anak kembarnya dan Cessa, 'aku akan memperjuangkan kalian,' batin Leo berujar demikian.Tak bisa Leonard bayangkan bagaimana dulu ketika Cessa hamil si kembar tanpa ada dirinya mendampingi sebagai suami.Apa mungkin Arjuna selalu siap siaga ketika Cessa muntah? Apa mungkin Arjuna yang menjaga Cessa sepenuhnya?
Hari ini hari pertama si kembar libur sekolah sejak keduanya merengek minta liburan hanya bersama kedua orang tuanya saja. Mereka libur sekolah selama 1 bulan dan sudah berkali-kali berbicara pada Leo untuk mengajak mereka liburan.Sang Daddy sangat setuju, kemanapun si kembar mau akan dikabulkan olehnya, dan soal pekerjaan ia bisa serahkan pada Jeki.Akan tetapi, seperti biasa yang masih menolak mengabulkan permintaan si kembar adalah Cessa, wanita itu masih sangat membenci Leonard, dan rasanya begitu mudah pria itu mendapatkan hati kedua anaknya.Cessa juga menyesali, kenapa mereka harus ke Dubai, sehingga membuat Leo bertemu dengan kedua putrinya tersebut.Tapi, kembali lagi kedua orang tuanya selalu mengingatkan Cessa, agar tidak terlalu berlebihan menanggapi masalah ini.Inilah takdir yang memang harus Cessa alami, bahkan hingga detik ini wanita itu masih sering merasakan sakit kepala yang luar biasa, yang biasanya hanya ia tahan sendiri dengan mengkonsumsi obat. Jujur saja Ces
****Flash Back"Ayo sayang! Loh mana Rani?" tanya Cessa, yang tiba-tiba Rani tak ada di dekatnya."Mom Rani Huaaaaa huaaaaa," Ratu menangis menunjuk ke arah adik kembarnya. Cessa membelalak melihat ke arah yang ditunjuk oleh Ratu."Rani jangaaaaaaaaan," Cessa berteriak sambil menangis histeris.Bruggghhhh "Raniiiiiiiiiiiiiiii," teriak Cessa sambil berlari bangunan tembok di tempat Rani berdiri roboh. Cessa yakin salah satu anak kembarnya ada di bawah reruntuhan itu. Ratu tak kalah histeris melihat sang Mommy menangis kencang, padahal Ratu tidak pernah tahu apa yang sedang terjadi. Arjuna yang melihat dari lantai enam berhamburan berlari sekencang mungkin.Bahkan ia sempat terjungkal dari lantai atas. Keningnya mengeluarkan darah dan ia abaikan. Demi apapun Arjuna tak sanggup menerima kemungkinan terburuk yang keponakannya itu. Nenek dan Kaka dari Ratu dan Rani kakinya tiba-tiba melemas, hatinya mencelos bagai agar-agar, jantungnya seperti terperosok ke dasar perut, tanpa disadar
Setelah menempuh perjalanan selama 32 jam, mereka tiba di kediaman Dewantara.Petugas keamanan di kediaman keluarga Dewantara masih mengenali Leo sebagai pria yang pernah menghancurkan Cessa. Tapi mereka masih bersikap ramah terhadap Leo dan juga sang papa."Selamat sore, Tuan. Ada yang bisa kami bantu?" tanya petugas keamanan tersebut, saat sudah mendekati mobil yang ditumpangi Leo dan sang papa."Selamat sore juga, Pak. Kami ingin menemui Tuan Dewantara," ucap Leo. "Tapi ngomong-ngomong, kenapa ramai sekali ya Pak?" imbuh Leo lagi, dengan rasa penasaran karena melihat banyaknya mobil yang berjajar di halaman depan rumah keluarga Dewantara."Oh ini keluarga besar sedang berkumpul. Tapi, hanya keluarga Dewantara dan keluarga Askara saja. Mereka merayakan hari ulang tahun Nona Ratu dan Nona Rani," ungkapnya "Apaaaaaa ja–jadi mereka ada di Jakarta?" tanya Leo terbata."Iya benar, Tuan. Beliau baru tiba dua hari yang lalu di Jakarta. Saya coba tanyakan dulu pada Tuan Besar ya, Tuan.
"Papa, Leo mau bicara," ucap Leo pada sang papa. Hubungannya dengan pria paruh baya tersebut tidak terlalu baik-baik saja, semenjak Arjuna memutuskan secara sepihak untuk membatalkan pernikahan Cessa dan Leo."Apa yang ingin kau bicarakan sama Papa, dan untuk apa jauh-jauh pulang ke Amerika? Apakah hal itu sangat penting sekali?" Tidak hanya satu, tapi tiga pertanyaan sekaligus diucapkan oleh sang papa kepada Leo.Leo menghembuskan nafas kasar, merasa Papanya selalu menyalahkan Leo atas batalnya pernikahannya dengan Cessa."Ternyata Cessa membohongi kita. Dia sudah melahirkan anak kembar dan anak itu adalah anak kandung Leo.""Apaaaa?" sang papa tersentak."Cessa melahirkan anak kami Pa, mereka kembar," ulang Leo."Apa kau bilang? Kau sedang tidak bercanda kan?" tanya sang papa, tak percaya akan pendengarannya.Leo menggeleng, sebagai jawaban atas pertanyaan Papanya tersebut."Leo sungguh-sungguh, Pa. Ternyata kami tak sengaja bertemu di Dubai. Ada dua anak yang persis wajahnya sepe